PWMU.CO-Karantina mandiri keluarga almarhumah Ny. Nurlaili dan anak-anak kos di rumahnya Jl. Mulyorejo berakhir dengan kabar gembira. Semuanya dinyatakan negatif virus Corona.
Setelah karantina mandiri selama empat hari, mereka ikuti rapid test Covid-19 oleh Puskesmas setempat bergiliran. Senin (13/4/20) tes untuk keluarga besar almarhumah Nurlaili. Selasa (14/4/20) giliran anak-anak kos. Setelah beberapa jam menunggu hasil, hasilnya semuanya negatif.
Semuanya lega. Mereka bebas sebagai ODP. Orang dalam pantauan yang telah karantina mandiri pada 11-15 April 2020. Kepala Puskesmas juga memberikan surat keterangan hasil rapid test non reaktif alias negatif sehingga diizinkan berkegiatan di luar dengan memperhatikan protokoler kesehatan.
Mereka harus karantina mandiri sejak meninggalnya pemilik kos Nurlaili pada Jumat (10/4/2020). Nurlaili sebelumnya dikabarkan suspect Covid-19 karena sebelum meninggal mengalami gejala sesak napas.
Kemudian dikonfirmasi ternyata penyebab meninggalnya karena infeksi paru. Hasil tes almarhumah pun negatif Covid-19. Meskipun begitu di rumah sakit dapat penanganan khusus dengan perawatan sama seperti pasien Corona. Karena itulah muncul kesalahpahaman di masyarakat.
Untuk pencegahan dan kepastian maka semua keluarganya dan enam anak kos ikuti prosedur protokol kesehatan mengikuti tes Covid-19. Sekarang mereka bisa aktivitas lagi keluar rumah. Enam anak kos ini ada yang perawat di rumah sakit swasta, ada yang guru.
Awalnya Syok dan Sedih
Mereka telah menjalani beberapa rangkaian dan prosedur karantina mandiri, seperti tidak berkontak dengan orang, mengisi formulir kebersediaan untuk menerima bantuan subsidi makanan selama menjalani karnatina.
Mereka sangat terharu karena semua makanan disediakan. Tinggal makan. Kiriman makanan yang diterima seperti telur rebus, minuman pokak, nasi kotak. Mereka berterima kasih atas semua bantuan ini.
Salah satu anak kos Rita Nurhayati mengatakan, sempat syok dan sedih ketika harus menjalani karantina. Namun karena ini prosedurnya dan demi kebaikan bersama dia mengikuti saja.
”Awalnya sedih. Karena saya harus bekerja tapi malah disuruh karantina. Tapi saya sadar. Khawatir kalau-kalau saya malah membawa virus ini ke rumah karena kami ini tenaga medis,” ujar Rita Nurhayati
Komentar senada disampaikan temannya, Lutvia Puspitasari. ”Kalau nggak gini kita kan nggak bisa makan, tidur, senam, tertawa bahkan nagis bareng. Jadi Allah pingin kita belajar dari kejadian ini,” tuturnya.
Selama karantina ada hikmahnya. Seperti menjalin kebersamaan. Sebelumnya mereka tidak benar-benar memiliki waktu bersama yang lama meskipun tinggal dalam satu rumah. Sebab waktu kerjanya berbeda.
Kini mereka berharap hubungan sosial dengan masyarakat sini dan tempat kerjanya normal lagi. Tak ada stigma negatif sebab mereka bebas dari paparan virus Corona. (*)
Penulis Devi Al Afrida Editor Sugeng Purwanto