Nabi Yusuf dan Krisis Pangan Covid-19 ditulis oleh Aji Damanuri, Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam IAIN Ponorogo dan Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Tulungangung.
PWMU.CO – Gerakan ketahanan pangan yang dilakukan oleh beberapa lembaga filantropi, termasuk Muhammadiyah Covid-19 Commad Centre (MCCC), dalam menghadapi pandemi Covid-19 mengingatkan sosok Nabi Yusuf.
Dia seorang rasul visioner yang namanya diabadikan sebagai nama salah satu surat dalam al-Quran. Mungkin kasus yang dihadapi berbeda namun situasinya memiliki kemiripan.
Saat itu Nabi Yusuf berada dalam situasi ekonomi yang mengarah pada krisis pangan alias paceklik. Kondisi itu pula yang mulai kita rasakan akibat wabah Covid-19.
Nabi Yusuf adalah seorang ekonom yang ulung dan futuristik. Seperti tercermin oleh sikapnya menafsirkan mimpi raja.
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): ‘Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus, dan tujuh butir (gandum) yang hijau dan tujuh butir lainnya yang kering. Hai orang-orang yang terkemuka, terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.’” (Yusuf 43)
Nabi Yusuf sang Ekonom Futuristik
Bagi para ahli nujum dan cendekiawan di lingkungan raja, mimpi tersebut hanyalah mimpi biasa, yang memberi gambaran tentang masa depan tanpa tahu seperti apa.
Tapi bagi Nabi Yusuf, mimpi sang raja adalah indikator ekonomi yang memiliki nilai prediktif. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan, menurut Nabi Yusuf mimpi itu sebagai isyarat bagi raja agar mengambil langkah-langkah menyelamatkan masyarakat dari krisis pangan.
Pada masanya, mimpi bisa menjadi salah satu sumber pengetahuan yang dibenarkan. Namun dalam konteks ini, mimpi sang raja merupakan indikator-indikator ekonomi yang hanya bisa dipahami oleh para ahli ekonomi. Dan kemampuan itu ada pada Nabi Yusuf.
Reputasi futuristik Nabi Yusuf sudah terbentuk sejak kecil ketika ia menyatakan mimpinya kepada ayahnya. Dan terasah dengan baik ketika di penjara.
Pribadinya yang jujur dan amanah membuatnya menjadi orang yang dipercaya. Tidak mungkin seorang raja akan percaya pada seseorang yang tidak kompeten atau diragukan reputasinya, baik keilmuan maupun kualitas personal.
Langkah Strategis Nabi Yusuf
Nabi Yusuf tidak hanya mentakwilkan mimpi sang raja tetapi memberi solusi langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.
Itu yang memukau sang raja. Nabi Yusuf menawarkan langkah-langkah—yang bukan hanya mudah dimengerti—tapi juga implementatif.
Yusuf berkata: ‘Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa, maka apa yang kamu tuai (petik) hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (Yusuf 47).
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari bibit gandum yang akan kamu simpan. (Yusuf 48).
Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa mereka memeras anggur.” (Yusuf 49).
Langkah-langkah yang ditawarkan Nwaabi Yusuf bukan hanya kebijakan yang menyangkut pemerintahan namun juga masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
Strategi efisiensi produksi dan konsumsi menjadi langkah pertama diiringi dengan saving (penghematan) dan membangun lumbung pangan untuk menghadapi masa krisis pangan yang dikabarkan oleh alam.
Sikap Profesional Nabi Yusuf
Melihat reputasi Nabi Yusuf yang sedemikian tinggi, sang raja langsung terpesona dan bertitah untuk mengangkatnya menjadi pejabat tinggi negara, semacam penasehat raja.
Namun Nabi Yusuf mengetahui kapasitas dirinya. Maka dia memilih salah satu profesi yang sesuai kompetensinya yaitu bendahara negara.
Quraish Shihab memaparkan dengan apik bahwa kata hafidh didahulukan dari kata alim, menunjukkan bahwa pemeliharaan amanah lebih utama dari sekadar ilmu atau kompetensi. Dalam profesionalitas mengandung dua hal tadi: amanah dan pengetahuan.
“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.’ Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.’ (Yusuf 54). Berkata Yusuf. ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’” (Yusuf 55)
Ibnu Katsir menerangkan Nabi Yusuf minta pekerjaan tersebut karena ia tahu kemampuan dirinya di samping bahwa pekerjaannya itu mendatangkan maslahat bagi orang banyak.
Bendaharawan negara yang menguasai gudang penyimpanan hasil bumi sebagai persediaan untuk menghadapi tahun-tahun paceklik yang sulit seperti yang diceritakannya.
Dengan itu ia dapat berbuat dengan cara yang lebih hati-hati, lebih baik, dan lebih tepat bagi mereka. Lumbung pangan adalah kunci kehidupan masa paceklik, oleh karena itu harus dikelola oleh orang yang amanah dan profesional. Jangan sampai hajat hidup orang banyak dirusak oleh para tikus berdasi yang tidak memiliki hati.
Indikator Krisis Masa Pandemi
Di masa wabah Covid-19 ini, masih banyak yang tidak memahami indikator-indikator krisis ekonomi. Mungkin karena mereka belum merasakan imbas langsung dari sebuah economic effects.
Padahal keluhan para pengusaha, kendala distribusi komoditas pokok, laju inflasi, dan lesunya sistem keuangan, adalah indikator-indikator yang mengkhawatirkan.
Beberapa indikator dan prediksi ini mestinya menjadi kesadaran bersama bahwa yang akan kita hadapi adalah masa-masa sulit seperti yang dialami warga Mesir zaman Nabi Yusuf.
Pendirian lumbung pangan oleh beberapa lembaga filantropi, termasuk MCCC, merupakan langkah antisipatif yang cerdas. Saya tidak tahu apakah Surat Yusuf menjadi landasan filosofis pendirian lumbung pangan Muhammadiyah.
Namun menilik semangat al-Maun dalam gerakan filantropi, gerakan mereka mencocoki semangat Surat Yusuf ini karena amal usaha adalah implementasi dari nilai-nilai luhur agama.
Bank Indonesia dalam www.bi.go.id per 14 April 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi indonesia pada 2020 hanya sebesar 2.3 persen. Bahkan ekonom senior Chatib Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,3 persen.
Belajar pada Nabi Yusuf
Spirit filantropis Nabi Yusuf dalam memprediksi dan menangani masa paceklik patut diteladani. Menjadi pribadi atau lembaga yang memiliki langkah-langkah strategis pada masa Covid-19 ini adalah harapan semua orang.
Kecakapan dalam memahami gejala-gejala sosial ekonomi dengan beberapa indikatornya, membuat beberapa prediksi, dan menentukan langkah-langkah strategis merupakan ciri lembaga filantopi yang profesional bereputasi.
Konsep yang bagus akan selamat di tangan orang yang amanah. Demikian pula sebaliknya. Sebagus apapun sebuah konsep namun jika berada ditangan para penjarah maka akan bubrah juga.
Langkah-langkah antisipatif ketahanan pangan kita hari ini akan sangat menentukan bagaimana nasib bangsa ini ke depan.
Sedikit mengencangkan ikat pinggang, melakukan efisiensi sambil terus berusaha secara sistematis, terukur, terstruktur, dan masif akan mengurangi kesulitan masa paceklik akibat Covid-19.
Semoga badai segera berlalu! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.