Pak AR dan Kejawen artikel opini tulisan Muhammad Halwan, mantan kepala Biro Harian Sore Surabaya Post di Madiun.
PWMU.CO-Sebuah Grup WhatsApp (GWA), ada satu anggotanya dari pengikut Kejawen, Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan YME. Rajin memposting kegiatan dari jamaahnya.
Mulai dari kegiatan yang disebut sebagai sujud ini, sujud itu hingga upacara kremasi salah seorang anggota yang meninggal yang disebutnya telah disahkan sebagai tata cara atau perlakuan terhadap jenazah dari Kejawen yang sekarang lebih suka disebut Penghayat Kepercayaan.
Segenap anggota yang lain dari GWA ini yang sebagian besar muslim nyaris tidak ada yang memberi tanggapan pada setiap postingan itu. Namun, akhirnya ada juga anggota GWA menanggapi, dan pengikut penghayat ini mengungkapkan yang dilakukan itu seperti halnya dakwah.
Postingan selanjutnya bukan lagi berupa foto-foto kegiatan kelompok penghayat melainkan bait-bait kidung Macapat. Ada yang menarik. Pada salah satu posting bait-bait Macapat ini bersumber dari terjemahan surat al-Fatihah dan Juz Amma.
Disampaikan dalam sastra Jawa halus dan diarahkan sebagai kidungan Dandanggula dengan judul Ngemot Suraosipun Surat Al Fatihah. Isi kidung menjelaskan tentang isi dan kedudukan surat pembuka al-Quran itu.
1.Tékadíng tyas anganggít mríh manís ,
Kêkidungan angandhút wêwarah ,
Mríh tan sungkan pamacané ,
Nyinau Qur’an iku ,
Kuwajiban íngkang wigati ,
Dimèn datan kêsasar ,
Nalisír íng hukúm ,
Dèn nastiti pamacanyå ,
Golèkånå piwulang íngkang sêjati ,
Kacêthå jroníng Qur’an .-
2. Wêdharíng rèh surasaníng tulís ,
Paugéran mungguhíng manungså ,
Mríh widådå sêlawasé ,
Yèku Qur’an kang luhúr ,
Kitab suci pêparíng Gústi ,
Allah Kang Måhå Tunggal ,
Lan Kang Måhå Agúng ,
Aparíng wahyu pratélå ,
Mríng Muhammad pungkasané pårå Nabi ,
Panutaníng manungså .
Terjemah Surat al-Fatihah
3. Púrwakané yogyå dèn wiwiti ,
Anyuråså Surat Al-Fatihah ,
Ummul-Qur’an sêjatiné ,
Måcå ta’awúdz iku ,
Anyênyuwún rinêksèng Gústi ,
Tinêbihnå ing sétan ,
Kang tansah ngrêridu,
Ngajak marang karusakan ,
Mulå kudu nyuwún pangrêkså íng Gústi ,
Yèn arså måcå Qur’an .-
4. Kanthi nyêbút íng Asmaníng Gústi ,
Gusti Allah íngkang Måhå Mirah ,
Måhå Asíh sêjatiné ,
Pujå lan puji iku ,
Amúng Allah íngkang ndarbèni ,
Gústiníng jagad-råyå ,
Yå ‘alam sawêgúng ,
Måhå Wêlas Asíh cêthå ,
Kang ngratoni dinaníng Agåmå yêkti ,
Kukudíng alam donyå .-
5. Amúng dhumatêng Padukå Gústi ,
Hambå nyêmbah såhå kumawulå ,
Angrêrêpå dhépé-dhépé ,
Hambå nyuwún pitulúng ,
Tinêdahnå margi kang yêkti ,
Marginíng tiyang kathah ,
ĺngkang bêgjå tuhu ,
Padukå paringi níkmat ,
Sanès margi bêbêndhu lan sasar sami ,
Amin tutupíng donga
Diterbitkan oleh Muhammadiyah
Membaca kidung Macapat itu, ada anggota GWA menanggapi kenapa tidak belajar langsung dari sumber aslinya yaitu al-Quran daripada lewat syair Macapat. Bahkan ada yang menyebut di era Presiden Soeharto, kalangan penghayat mendapat tempat tapi diharuskan berinduk ke salah satu agama resmi yang diakui negara.
Teman penghayat ini menjawab, tidak mengerti nol puthul alif bengkok tulisan Arab. Dia merasa lewat tembang Macapat ini sudah bisa memahami ayat-ayat al-Quran yang dibaca orang Islam.
Kidung Macapat terjamah al-Quran ini menarik. Dihubungi melalui japri, teman penghayat ini langsung menanggapi mengirimkan semua kidung miliknya. Ternyata kidung Macapat terjemah al-Quran ini diambil dari buku Sekar Sari Kidung Rahayu, Sekar Macapat Terjemahanipun Juz Amma, yangdisusun oleh Achmad Djuwahir Anomwidjaja.
Buku Kidung Rahayu ini diterbitkan kalangan Muhammadiyah. Yaitu Masyarakat Poetika Indonesia Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Cetakan pertama Desember 1992 dan cetakan kedua Maret 2003.
Pendapat Pak AR
Lebih menarik lagi buku ini mendapat catatan Pengantar dari allahuyarham KH Abdur Razaq Fachruddin, Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah terlama mulai 1969-1990.
Pada awal catatan pengantar itu, Pak AR, sapaan karib KH AR Fachruddin, mengawali dengan kutipan surat an-Nahl ayat 125. ”Menyerulah kamu ke jalan Tuhanmu dengan ilmu (kebijaksanaan) dan nasihat yang baik.”
Kemudian dikutip pula sebuah hadts, khaatibunnaasa ala qadri uqulihim. Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan taraf akal mereka.
Tembang Macapat, menurut Pak AR, sebagai salah satu seni budaya Indonesia, khususnya Jawa, sampai saat ini masih digemari masyarakat. Karenanya, hadirnya karya tembang Macapat masih mendapat sambutan baik dari masyarakat.
”Muhammadiyah sendiri dalam menyampaikan dakwah di segenap pelosok desa, utamanya di Jawa, para mubalighnya masih menggunakan tembang Macapat. Dimaksudkan, agar yang disampaikan, menjadi mudah diterima oleh masyarakat,” kata Pak AR.
Lantas dia menegaskan, ”Berdakwah dengan menggunakan tembang tidak bertentangan dengan maksud ajaran agama kita.”
Pak AR menyambut baik atas terbitnya buku Sekar Sari Kidung Rahayu berisi tembang Macapat terjemahan Alquran surat-surat Juz Amma. Dimulai surat al-Fatihah, lalu surat an-Nabaa hingga an-Naas.
Pak AR dan Kejawen sebenarnya tak asing. Karena dia kelahiran Yogya. Sangat mengenal budaya sastra masyarakatnya. “Hadirnya buku ini dapat menambah khazanah budaya kita, yang tidak terlepas dari jiwa agama,” kata Pak AR.
Hanya saja Pak AR kemudian sangat menyayangkan terjemahan Juz Amma yang menjadi tembang Macapat ini tidak dilengkapi dengan teks Arab aslinya maupun transliterasi pengucapannya. Yang ada hanya terjemahan. Itupun sudah ditulis dalam bentuk syair tembang.
”Senadainya dilengkapi dengan teks Arab dan teks latin dari bunyi surat-surat Juz Amma ini tentu lebih bagus. Sebab akan memberikan kemudahan bagi saudara-saudara kita yang ingin belajar mengaji dan memperdalam makna,” pungkas Pak AR dengan berharap agar pada penerbitan berikutnya sudah dilengkapi dengan teks Arab, teks Latin dan terjemahannya sebelum dijadikan syair tembang Macapat. (*)
Editor Sugeng Purwanto