PWMU.CO – Corona Bawa Manusia Kembali ke Akar. Demikian pendapat Muhammad Faisal, Kepala Sekolah Kembali ke Akar dan pendiri Youthlab dalam seminar daring “The New Normal” di Indonesia sebagai Dampak Covid-19, Rabu (22/4/2020).
Faisal menyoroti narasi besar yang merebak sebelum munculnya Virus Corona. Yakni isu-isu industri 4.0, robotika, artificial intelligence, automation, dan lain-lain. Menurutnya, di masa Covid-19 ini isu-isu itu seolah-olah ditantang untuk menjadi solusi.
“Di saat teknologi canggih sedang digencarkan, Covid-19 justru menuntut kembali pada hubungan manusia dengan manusia,” tutur pemerhati psikologi perkembangan ini.
Menurutnya, gap generasi antara yang tua dan muda semakin terlihat. Anak muda berkiblat kepada eksternal, perilakunya lebih sering merujuk kepada dunia di luarnya. “Home quarantine Covid-19 memberikan banyak kesempatan anak muda untuk melihat dirinya dari suara hati,” terang Faisal. Itulah sebabnya, hikmah dari Covid-19, salah satunya, memudahkan kita untuk kembali ke akar.
Kembali pada Kebiasaan Lama
Director Head of Interface Indonesia Nava+ Group Kandi Windu mengatakan dengan wabah Covid-19 ini masyarakat bisa kembali pada kebiasaan lama yang dulu sangat normal.
Dia menjelaskan, akibat harus hidup di rumah dan sekitarnya, banyak keluarga yang memiliki pekarangan cukup luas bisa kembali melakukan kegiatan bercocok tanam bahkan membuat jamu sendiri.
“Banyak teman saya yang memposting aktivitasnya dalam farm house, meracik jamu dari empon-empon. Rupanya Corona telah membawa keluarga kembali ke dalam rumah dan melakukan aktivitas rumah bersama,” tuturnya.
Di sisi lain, Corona juga mengubah politik ekonomi dan kenegaraan secara signifikan. Seperti alokasi anggaran militer yang digeser untuk penanganan kesehatan, melemahnya kediktatoran, pemimpin yang congkak dibungkam.
Dalam dunia kampus, selain mengubah cara pembelajaran ke daring, Corona menjadikan kampus benar-benar unjuk gigi melakukan pelayanan kepada masyarakat luas.
Tak sedikit kampus dipaksa melakukan riset lebih serius untuk menemukan obat maupun vaksin. Selain itu inovasi-inovasi membuat alat disinfectant dan alat-alat kesehatan yang urgen dibutuhkan saat ini. “Kampus-kampus mulai berkolaborasi secara volunteer untuk menolong sesama,” kata Kandi.
LDR Jadi New Normal
Sementara itu akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Arum Martikasari, menilai hubungan jarak jauh atau alias long distance relationship (LDR) menjadi sesuatu yang normal saat ini. Sebelum wabah Virus Corona merabak, LDR adalah sesuatu yang berat dan meresahkan.
Menurut Arum, masa karantina Covid-19 ini menjadi tantangan berat bagi produsen untuk mempertahankan branding yang telah dimilikinya. Jangan sampai LDR juga memutus hubungan dengan brand yang sudah melekat di masyarakat.
Maka, lanjut Arum, brand harus mampu mengubah LDR menjadi new normal. Brand harus pandai-pandai merawat hubungan jarak jauh para custumer-nya secara lebih humanis.
“Brand adalah pejuang LDR yang berjuang untuk menjaga relationship costumer dengan orang-orang yang mereka pedulikan. Brand sedemikian rupa menjaga hubungan mereka yang saat ini dipaksa berubah,” kata dia.
Melemahnya Fungsi Sekolah
Webinar yang digelar secara daring oleh Prodi Komunikasi UMM melalui aplikasi Zoom diikuti 100 peserta. Selain dari Malang, ikut juga beberapa peserta dari Jakarta, Belanda, dan Malaysia.
Dalam forum tanya jawab muncul berbagai opini. Dosen Komunikasi UMM, Jamroji, mengkhawatirkan jika distance learning akan membawa dampak pada melemahnya fungsi sekolah dan kampus.
Berpegang pada pengalaman anaknya yang kuliah di ITB, merasa bahwa dengan kuliah dari rumah ternyata target materi pembelajaran tercapai. “Saya khawatir anak-anak merasa tidak perlu kembali ke kampus. Lebih efisien karena tidak perlu membayar kos,” ujarnya.
Muncul juga isu klenik yang semakin merebak di kalangan masyarakat perkotaan. Frida Kusumastuti, juga dosen Komunikasi UMM, berpendapat kepercayaan orang-orang dulu tentang sawan sekarang menemui relevansinya.
“Orangtua kita selalu menyuruh mencuci tangan dan kaki sebelum masuk rumah. Untuk itu disediakan kendi di depan rumah,” kata Frida.
Merespon pendapat itu, Muhammad Faisal menyatakan justru itulah sebenarnya kearifan masyarakat dahulu. Sudah berfikir akan kebersihan dan kesehatan.
Hanya karena narasi yang dikembangkan berbeda, sehingga pada awalnya lebih sering ditolak oleh generasi sekarang. Gap generasi memang tak bisa dihindari.
Ah, Corona bawa manusia kembali ke akar (*)
Penulis Nasrullah. Editor Mohammad Nurfatoni.