PWMU.CO – Rahmat Allah Kalahkan Murka-Nya Ngaji Ramadhan ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لَمَّا قضى الله الخلق كتب في كتابِه، فهو عنده فوق العرش: إن رحمتي غلبت غضبي). رواه البخاري – كتاب بَدْء الخلق – باب ما جاء في قول الله تعالى: ﴿ وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ﴾ الروم: 27
Dari Shahabat Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: “Ketika Allah menciptakan makhluq, ditetapkan di sisiNya di atas ‘Arsy: “Sungguh rahmat-Ku mengalahkan kemurkaanKu”. (HR Bukhari, Kitab Bad’ul Wahyi Bab Maa Jaa’a fii Qaulillahi Ta’ala)
وَهُوَ ٱلَّذِي يَبۡدَؤُاْ ٱلۡخَلۡقَ ثُمَّ يُعِيدُهُۥ وَهُوَ أَهۡوَنُ عَلَيۡهِۚ وَلَهُ ٱلۡمَثَلُ ٱلۡأَعۡلَىٰ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٢٧
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)-nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (ar- Rum 27).
Manusia Makhluk Sempurna
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk-makhluk lainnya di seluruh jagad raya ini. Karena manusialah pemegang amanah kekhalifahan di muka bumi.
Dari satu generasi kegenerasi berikutnya, amanah ini terus diwariskan, sepanjang kehidupan di bumi masih berlangsung. Fungsi manusia adalah wakil Allah untuk menjaga kesinambungan sunnatullah yang berlaku di alam agar tetap lestari, sejuk, damai, indah, dan kondusif bagi tegaknya konsepsi dan sistem-Nya.
Terutama bekal apa yang Allah berikan kepada umat manusia dalam mengemban fungsinya? Sebesar apa rahmat Allah SWT yang diturunkan pada manusia? Seberapa besar kasih sayang Allah yang dicurahkan kepada ummat manusia? Sering kita tidak menyadari akan hal ini.
Jangan Terlena
Sering kita seperti kacang lupa kulitnya. Terlalu sering kita tidak lagi mengingat-ingat kasih sayang Allah kepada kita. Hal ini disebabkan kita sudah terlanjur terlena dan terbuai dengan kehidupan dunia. Sehingga tidak mempedulikan lagi kepada Allah, Yang Maha Pemberi semua fasilitas kehidupan ini.
Padahal dalam setiap shalat di setiap rakaat, kita selalu membaca ar-Rahman ar-Rahiim, Allah Maha Kasih Sayang, tetapi seolah-olah semunya adalah atas hasil kemampuan dan kehebatan kita sendiri. Tidak ada hubungannya dengan Allah. Na’udzubillah min syarri dzalik!
Hadits di atas juga merupakan uraian sebagaimana firman Allah:
قُل لِّمَن مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ قُل لِّلَّهِۚ كَتَبَ عَلَىٰ نَفۡسِهِ ٱلرَّحۡمَةَۚ لَيَجۡمَعَنَّكُمۡ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ لَا رَيۡبَ فِيهِۚ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ١٢
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah.” Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman. (al-An’am 12).
Jelas sekali Allah membentangkan penjelasanya, bahwa milik-Nya semua tanpa kecuali. Diri kita dari ujung kaki sampai ujung rambutpun milik-Nya. Dan seluruh apa yang ada di alam, semuanya dalam ilmu Allah SWT.
Masihkah kita belum sadar akan hal ini? Masihkah kita berusaha mencari konsepsi yang lain? Masihkah kita mensibukkan diri untuk duniawi semata? Sementara ibadah mahdlah kita jalankan sekenanya atau asal gugur kewajiban.
Masihkah kita berprinsip asal dapat, asal puas, asal dihormati, asal tidak dihina, asal tidak tersaingi, dan asal-asal lainnya?
Masihkah kita mengisi waktu-waktu kita tanpa jelas manfaatnya? Masihkah kita mamanej keluarga kita dengan managemen hiburan TV, sinetron, sepakbola sampai larut malam, telenovela, musik-musik yang hingar bingar yang memekakkan telinga? Sementara lupa shalat berjamaah, tadarus al-Quran, diskusi keluarga dan sebagainya.
Nikmat Terbesar
Sungguh rahmat terbesar dan nikmat terbesar dari sisi-Nya adalah syariah Islam. Al-islam ya’lu wala yu’la alaih. Islam tinggi dan tiada yang menandinginya.
Nikmat-nikmat yang lainnya masih di bawah nikmat konsepsi dan sistem-Nya ini, karena semua itu sebenarnya hanya sebagai penunjang saja demi tegaknya dinullah ini.
Terlalu naif jika kita melupakan nikmat yang terbesar ini, sementara nikmat pendukung yang justru dikedepankan. Nasib islam dan kaum Muslimin ini sangat ditentukan oleh komitmennya untuk menegakkan dinullah ini. Mulai dari dirinya, keluarga, lingkungan dan masyarakatnya. Tiada kemuliaan selain kemuliaan sejati dalam naungan ridha-Nya.
Dalam hadist yang kita bicarakan ini, kasih sayang atau rahmat Allah melampui murka-Nya. Belaian kasih sayang Allah begitu besarnya sehingga tak terukur.
Kasih sayang orangtua kepada anaknya saja tidak sanggup bahkan tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang-Nya. Setiap makhluk yang diciptakan-Nya, dibarengi dengan rasa sayang yang luar biasa. Setiap titah dan firman-Nya adalah kasih sayang. Tiada tendensi dan kepentingan kecuali semua dalam rangka kasih sayang tersebut sebesar-besarnya kepada umat manusia.
Persoalan yang harus mendapat perhatian adalah dengan kasih sayang Allah yang beruapa syariat ini. Maukah manusia itu memilihnya dengan sepenuh hati? Atau malah sebaliknya, mengingkarinya? Maka tentu pantas Allah murka jika demikian.
Dalam setiap rakaat shalat kita diwajibkan untuk berdoa, memohon kepada Allah: Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (al-Fatihah: 6-7).
Nah, sekarang tergantung kita, bersedia komitmen dengan doa dalam shalat kita itu, atau hanya sekadar bacaan tanpa paham apa yang dibaca?
Jika kita berkomitmen di dalamnya, maka pasti kita akan bersungguh-sungguh dalam mengabdi dalam kehidupan ini hanya kepada-Nya. Menjemput kasih sayang Allah dengan mentaati syariat-Nya, sehingga kita menjadi hamba Allah yang selalu berbahagia baik di dunia sampai di akhirat.
Kita berharap menjadi wali-wali Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٦٢ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ ٦٣
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (Yunus 62-63).
Editor Mohammad Nurfatoni.