PWMU.CO-Cara Pak AR shalati jenazah Tionghoa terjadi ketika di rumahnya kedatangan tamu takmir Masjid Ngabean Yogyakarta untuk minta pendapat. Takmir masjid ini bingung menjawab permintaan seorang Tionghoa yang rumahnya bertetangga dengan masjid.
Permintaannya agar jenazah ayahnya yang meninggal dishalati di masjid padahal dia non-Muslim. Takmir masjid tak berani langsung menolak mentah-mentah. Juga tak mampu memberi penjelasan panjang lebar soal kedudukan shalat jenazah bagi non-Muslim. Sebab keluarga Tionghoa ini sangat baik hubungan dengan takmir dan suka membantu kebutuhan masjid.
Orang Tionghoa ini tampaknya terkesan melihat umat Islam menshalati jenazah di masjid. Karena itu dia meminta kepada takmir agar jenazah ayahnya dishalati seperti cara Islam.
Di luar dugaan Pak AR mengiyakan permintaan orang Tionghoa itu. ”Baik. Turuti permintaan orang Tionghoa itu. Nanti dishalati berbarengan dengan shalat Ashar,” kata Pak AR kepada takmir yang langsung datang ikut takziyah dan shalat di Masjid Ngabean.
Pak AR minta peti mati jenazah Tionghoa itu dimasukkan ke dalam masjid dan diletakkan di samping jamaah saat shalat Ashar. Usai shalat, anak Tionghoa complain kepada Pak AR.
”Pak AR, kenapa cara menshalati ayah saya berbeda dengan biasanya,” katanya. Rupanya dia sering memperhatikan tata cara orang Islam menshalati jenazah.
”Bukankah biasanya jenazah ditaruh di depan orang shalat, bukan di sampingnya?” tanyanya lagi penasaran.
Dengan lembut Pak AR menjawab, ”Ini jenazah istimewa, Nak. Jadi cara menshalatinya berbeda dengan menshalati jenazah orang Islam.”
Anak Tionghoa ini manggut-manggut tanda bisa menerima penjelasan Pak AR. Rupanya dia puas dengan alasan itu. Pengurus masjid pun lega bisa membalas kebaikan keluarga Tionghoa yang sering membantu masjid itu.
Penyelesaian atas Dilema Masalah
Begitulah model penyelesaian atas dilema takmir masjid cara Pak AR. Sama sekali tidak marah pada keinginan keluarga Tionghoa ini karena setidaknya ada harapan siapa tahu kelak Allah menunjukkan hidayah kepada orang Tionghoa itu setelah jenazah ayahnya ’dishalati’ di masjid.
Kisah Pak AR lainnya ketika kedatangan tamu seorang nelayan yang gundah karena shalatnya keteteran ketika sedang melaut. ”Pak AR, saya tidak bisa shalat lima waktu penuh. Karena saya nelayan yang sering pergi ke tengah laut berhari-hari. Saya sering meninggalkan shalat. Bagaimana shalatku, apakah diterima Allah?” tanyanya.
Pak AR menjawab, ”Shalat saja, Nak. Sebisanya kalau ada waktu. Kalau ketemunya di pagi hari, ya shalat saja di pagi hari seluruh waktu yang tertinggal dengan cara jamak qashar. Yang penting anak sudah punya niat. Allah pasti mengetahui kadar iman hamba-hambaNya.” (*)
Editor Sugeng Purwanto
Cara Pak AR shalati jenazah Tionghoa ini bisa juga dibaca di buku Pak AR Sang Penyejuk tulisan Syaefudin Simon.