Setelah tercium, dia diundang pulang untuk disidang oleh keluarga besar. Dia memahami betapa kecewa mereka. Karena keluarganya rata-rata “takmir” gereja, yang biasa melakukan pelayanan, mendatangi orang sakit dan mendoakan. Membantu mereka yang kurang biaya, dan sebagainya. “Maka bisa dibayangkan kekecewaan mereka,” tutur aktivis Komunitas FILMUDA itu penuh empati.
Dalam persidangan itu, ia ditanya tentang apa yang menjadikan dirinya tertarik pada Islam. “Kalau kamu masuk Islam, akan dipoligami,” ancam mereka. Tapi Maria menghadapinya dengan tersenyum, seraya menjawab: “Monggo al-Quran meniko dibuka,” jawab Maria dengan santun.
Mereka semua lantas terdiam. Dalam suasana campur aduk itu, sang ayah akhirnya terpaksa mengijinkan. “Kalau masuk Islam menjadikan kamu lebih baik, tidak apa-apa. Tapi jangan main-main,” titah ayahnya.
(Baca juga: Masuk Islam, Anggota Klub Moge yang Merasa Damai saat Melihat Orang Shalat)
Kendati sudah diijinkan, tidak berarti tanpa hukuman. “Saya didiamkan oleh keluarga besar, sampai anak pertama saya lahir,” kenangnya.
Diperlakukan seperti itu, toh dia tidak marah, apalagi dendam. Malah ingin membuktikan bahwa dengan menjadi muslimah, akhlaknya lebih baik. “Saya perlakukan kedua orang tua dengan penuh kasih sayang, saya pijati kakinya. Saya tunjukkan, setelah menjadi muslimah saya lebih santun dan sopan pada beliau, daripada yang dulu,” akunya.
Cibiran dan ejekan yang diterima bertubi-tubi dari sebagian keluarga tidak menjadikan dirinya menyesal masuk Islam. Kepada keluarga, dia bilang: Dunia ini, telah ditukar dengan Islam. Karena ia yakin, Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik.
(Baca juga: Tangis Haru-Bahagia Iringi Masuk Islamnya Ibu Misti dan sang Putra)
“Karena saya menyembah Allah, bukan menyembah orang tua. Kalau kita menyembah Allah, semua itu mudah bagi Allah. Semua milik Allah, mau diambil kapan saja terserah. Janji Allah pasti akan mengganti,” ia meyakinkan dirinya.
Dengan prinsip hidup: dijalani dan syukuri, maka ia merasa banyak kemudahan diperoleh setelah masuk Islam. Selain ketentraman, kuliahnya lancar (lulus tepat waktu dan menjadi lulusan terbaik). Juga mendapatkan saudara baru yang lebih baik dalam Islam.
Ia mengaku beruntung, dapat semua yang diinginkan wanita. Lima anaknya: Ummi Azahra, Ghina Ramadhani, Omar Mochtar, Haidar Ali, dan Hisbullah Hasan Albana, yang merupakan penyejuk hatinya, kini mulai beranjak dewasa. Bahkan yang ketiga dan keempat, telah hafidz al-Quran.
Baca juga: Mantan Misionaris S. Ainun Kholifah Ceritakan Cara-Cara Pemurtadan Orang Islam
Guru Bimbingan Konseling (BK) yang dikenal dekat dengan siswa itu tak henti-henti bersyukur, telah “tersesat” di jalan yang benar, berkat limpahan kasih sayang Allah Swt. Cita-citanya yang terus dikejar adalah menjadi trainer dan penulis. “Hidupku adalah kanvasku,” tulis dia dalam buku hariannya. (nadjib hamid)