Larangan Sibab Sesama Muslim ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan kali ini berangkat dari hadist riwayat Bukhari, sebagai berikut:
عن ابن مسعود رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ.رواه البخاري
Dari Ibnu Mas’ud RA bahwa Nabi SAW bersabda: ”Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran.”
Sibab dari akar kata sabba yasubbu bermakna syatama yakni menghina, mencaci maki atau ahaanun bikalaamin jaarihin yakni menghina dengan perkataan yang menyakitkan.
Sibab memiliki dua faktor dominan yaitu kebencian kepada seseorang dan ketidakarifan diri menghadapi keadaan yang kurang menyenangkan dari orang lain.
Sibab merupakan kefasikan. Menunjukkan tidak sempurnanya kualitas beragama seseorang. Sebab seorang Muslim seharusnya selalu berupaya membersihkan diri dari penyakit jasmani maupun ruhani.
Oleh karenanya seseorang Muslim dituntut kesungguhan: selalu berupaya untuk menghindarkan diri dari penyakit hati (amradlul quluub). Perbuatan menghina dan suka mencela adalah perbuatan yang harus dihindarinya, karena menunjukkan rendahnya moralitas dirinya sendiri.
Seorang Muslim jika masih melakukan perbuatan sibab, menunjukkan ajaran Islam belum berhasil mewarnai pribadinya. Sikap menganggap remeh orang lain, menganggap rendah orang lain, dan merasa diri lebih mulia menunjukkan ajaran agama hanya sebatas teori.
Mencela Antargolongan
Sibab atau mencela dapat terjadi pula antara golongan atau firqah. Satu kelompok merasa lebih bersih, lebih peduli, lebih islami dan lebih-lebih lainnya. Berikutnya tidak jarang antara kelompok satu dengan lainnya saling berbuat sibab. Jadilah umat di bawah saling berseteru, karena pemimpin di atas seenaknya saja melontarkan kata-kata. Tanpa berfikir dampak negatif pada masyarakat di bawahnya.
Masyarakat seharusnya lebih cerdas dan lebih dewasa. Tidak hanya karena beberapa rupiah saja rela membela sampai titik darah penghabisan. Rela mencaci sana-sini sesama Muslim setelah mendapatkan sekian rupiah. Apalagi hanya sekadar iming-iming tanpa jelas realisasi dan buktinya. Hal ini terutama ketika saat terjadinya pilpres, pilkada, dan sejenisnya.
Hasil akhir dari persoalan dukung-mendukung adalah jelasnya nasib pemimpin yang terpilih. Dan yang tetap tidak jelas adalah nasib rakyatn. Biaya-biaya tetap tinggi. Persoalan moralitas tidak dapat lagi ada solusi.
Lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, kursus-kursus, pesantren diniyah dan sejenisnya, atau yang informal yaitu pendidikan di dalam rumah sendiri, hampir tidak berdaya. Badai dekadensi moral terus melanda bukan hanya generasi muda, yang tuapun tidak mau ketinggalan.
Krisis akidah melanda semua generasi. Akibat krisis ini mengakibatkan krisis di semua bidang kehidupan umat manusia. Siapa bertanggung jawab? Bibutuhkan orang-orang yang siap menyatukan umat dalam panji tauhid, minkalimatittauhiid ilaa tauhidil ummah, dari kalimat tauhid menuju kesatuan umat.
Ikatan Sesama Muslim karena Allah
Sesama Muslim adalah bersaudara. Ada sebuah ikatan yang sangat kuat antara satu dengan lainnya. Bukan semata ikatan-ikatan formal seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), ikatan alumni ini-itu, dan seterusnya. Semua itu sah-sah saja dilakukan sebagai wadah dakwah demi kepentingan umat.
Akan tetapi ikatan itu yang seringkali ada adalah karena kepentingan individu dan bersifat keduniawiaan semata. Ikatan dalam Islam melampui semua itu. Karena ikatannya berlandas pada kepentingan yang sama yaitu izzul islam wal muslimin. Dan dilandasi dengan landasan yang sama yaitu akidah.
Muslim adalah sebuah pilihan yang tepat dan benar. Karena ia sebuah pilihan maka tentu memiliki landasan yang jelas pula. Di samping itu operasionalnya juga jelas, yaitu membawa misi bahwa hidup adalah berjuang menegakkan kebenarnar, al-haq. Karena hanya dengan al-haq kehidupannya ini akan mencapai kedamaian lahir batin dunia akhirat.
Marilah kita renungkan firman Allah SWT dalam al-Hujurat 10-11:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.