Hati-Hati dengan Hati ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan Hati-Hati dengan Hati kali ini berangkat dari hadist riwayat Muslim, sebagai berikut:
وَعَنْ أبي هُريْرة عَبْدِ الرَّحْمن بْنِ صخْرٍ قَالَ: قالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم, وَلا إِلى صُوَرِكُمْ, وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ ” رواه مسلم
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr RA berkata, Rasulullah SWT bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk fisik kalian dan tidak pula wajah kalian, akan tetapi yang Allah lihat adalah hati kalian.”
Definisi Qalb atau Hati
Qalb merupakan bentuk tunggal dari kata Quluub yang sering dimaknai dengan hati, dari akar kata qalaba yaqlibu yakni ja’ala a’lasysya i asfalahu, afsadattartiibu wal intidhaamu: menjadikan atasnya sesuatu (menjadi posisi) di bawah, selalu tidak tertib dan tidak terkoordinir.
Maka qalb selalu berubah dan bolak-balik. Hal inilah yang selalu menjadi fokus perhatian Allah SWT, sebagaimana dalam hadits di atas. Karena qalb inilah yang menjadi sumber aktivitas. Semua yang dilakukan oleh manusia sumber inspirasinya adalah qalb.
Manusia seringkali tidak memahami potensi qalb yang ada pada dirinya ini. Sehingga kebanyakan tidak sadar terhadap apa yang dilakukannya sendiri. Inilah yang sangat ditekankan oleh Allah di awal surat al-Baqarah, yaitu tentang manusia yang tidak beriman dan selalu membuat kerusakan. Tetapi mereka mengatakan beriman.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ٨ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ ٩ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ ١٠ وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ١١ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ ١٢
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian.” Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi!” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”.
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (al-Baqarah8-12)
Hidup tanpa Kesadaran
Ayat tersebut menyebutkan maa yash’uruun dan walaakinlah yasy’uruun yang maknaya tidak sadar. Oleh karena itu kesadaran akan keadaan diri yang sebenarnya, perlu mendapatkan perhatian serius.
Lebih memprihatinkan sesunggunhya jika sejatinya tidak beriman tetapi masih tetap merasa beriman. Tidak benar tapi merasa benar sendiri. Tidak yakin tapi merasa memiliki keyakinan. Padahal sumber kebanaran dan keyakinan adalah konsepsi-Nya.
Dengan demikian qalb ini membutuhkan sebuah sandaran yang harus selalu terkait. Ia tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada yang disandarainya. Menyandar ke mana atau kepada apa qalb kita ini, itulah warna yang akan terjadi pada kehidupan kita. Tanpa sebuah sandaran, qalb ini akan terus bergejolak, sampai ia mendapatkannya.
Dzikir Nutrisi Hati
Maka aktivitas dzikir merupakan menu utama dari nutrisi qalb. Karena dengan dzikirlah manusia menjadi sadar. Dan puncak kesadaran adalah mengetahui posisi yang sebenarnya di hadapan Sang Maha Pencipta.
Sehingga dzikir yang sebenarnya adalah kita membutuhkan sistem kehidupan lalu kita sadar bahwa sistem yang menjadi pilihan kita adalah sistem Allah dan kita selalu mendzikirinya yakni dzikir secara aplikatif.
Para ulama membagi dengan dzikir qauliy (ucapan), dzikir sirriy atau khafiy dan dzikir haqiqi (perbuatan). Ketiganya merupakan satu kesatuan aktivitas.
Maka dzikir tidak semata berhenti pada posisi dalam qauliy atau khafiy, akan tetapi terhadap setiap aktivitas yang dilakukannya mestilah dalam aspek dzikir kepada Allah Allah, yaitu ingat akan syariat, tata tertib, dan peraturan-peraturan-Nya.
Dalam hadits di atas Allah tidak melihat bentuk tubuh, warna kulit, asal-muasal daerah, suku dan bangsa, serta wajah kita. Akan tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah qalb.
Yakni orientasi, tendensi, dan motifasi hidup kita. Juga prinsip dan komitmen hidup kita, yang semua itu bermuara pada qalb kita. Ketika qalb ini telah memiliki sandaran yang tepat. Maka ia akan menjadi tenang dan damai.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨
(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (ar Ra’d 28)
Akibat Hati Resah
Dan sebaliknya ketika qalb salah sasaran dalam sandarannya, maka ia akan mengalami keresahan yang akhirnya membutuhkan kompensasi dengan indikasi melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya.
Di antaranya adalah dunia hiburan menjadi alternatif utama. Setiap menghadapi masalah atau berhadapan dengan kejenuhan aktivitas rutin di kantor dan lain sebagainya, maka hiburan seolah menjadi alat penenang.
Jika hal tersebut tidak terpenuhi, mengkonsumsi narkoba, mabuk-mabukan sampai pada freesex menjadi alternatif. Di samping itu solusi bunuh diri juga kadang menjadi alternatif.
Dan sungguh yang lebih parah lagi adalah hidup tanpa kesadaran. Tidak sadar dengan apa yang sedang dan akan dilakukannya, terkait masalah pertanggungjawaban atas semua aktivitasnta.
Benar dan salah tidak menjadi perhatian, yang penting tujuan tercapai. Keinginan terpuaskan, bahkan ada yang salah dalam memahaminya yaitu menenangkan diri dengan melakukan meditasi yang tidak syar’I. Yang demikian ini malah melanggar ketentuan Allah.
Ikuti Petunjuk Allah dan Rasul
Tiada pilihan kecuali kita mengikuti petunjuk-Nya dengan mengacu tauladan Rasulullah SAW, sebagaimana keputusan Allah:
قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٣٨
Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (al-Baqarah 38]
Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada kita:
عن أَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ: يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ, فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, آمَنَّا بِكَ, وَبِمَا جِئْتَ بِهِ, فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: نَعَمْ, إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ, يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ. الترمذي، كتاب القدر، باب ما جاء أن القلوب بين أصبعي الرحمن، برقم 2140، وأحمد، 19/ 160، برقم 12107، ومصنف بن أبي شيبة، 11/ 36، برقم 31044، وشعب الإيمان للبيهقي، 2/ 209، ومسند أبي يعلى، 6/ 359، والمختارة للضياء المقدسي، 2/ 458، وصححه الألباني في صحيح الترمذي، برقم 2140
Dari Anas RA berkata, adalah Rasulullah SAW memperbanyak mengucapkan, “Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik. Wahai Dzat yang membolak-balikkan qalb, teguhkanlah qalbku atas dien-Mu.
Anas berkata: Wahai Rasullulh kami beriman kepadamu dan kepada apa yang datang padamu, apa yang kau khawatirkan? Beliau bersabda: Ya, sungguh qalb itu ada di antara dua jari dari jari-jari Allah, Allah membolak-balikkan kepada yang dikehendaki-Nya. (HR Tirmidzi).
Maka, hati-hati dengan hati kita! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.