Taubatan Nasuha Kecanduan HP artikel opini renungan Ramadhan ditulis oleh Ali Murtadlo, wartawan senior di Surabaya.
PWMU.CO– Ayo bikin survei kecil-kecilan. Mulai bangun sahur tadi sampai membaca tulisan ini, lebih banyak mana antara menengok HP dengan mengkaji Quran?
Ada daya magnit yang luar biasa dari HP. Betapa tidak. Niatnya, sepulang dari masjid langsung baca Quran, tapi begitu melihat HP tergeletak di meja, kita menengoknya. Niatnya sebentar. Tapi benarkah sebentar? Tidak. Tanpa survei pun kita tahu, berkali-kali kita kecantol HP. Tenggelam berjam-jam.
Begitu membaca isu baru di WA Group dan dapat tanggapan heboh dari seluruh grup, kita pun akan segera melayang-layang. Apalagi jika kita masih belum bisa move on dari pilihan satu dan dua lainnya. Begitu kita diserempet kampreters atau cebongers, api langsung tersulut. Niat ngaji langsung ambyar.
Padahal kita sering sekali tertipu. Apa tidak konyol jika yang ternyata kita bahas sampai mendidih itu ternyata hoaks. Atau yang kita belani mati-matian itu, ternyata ujung-ujungnya… Anda sudah tahu sendiri.
Cukup. Cukup sekali saja kita teperdaya. Sebab kalau kedua kali, maafkan saya, sudah tergolong keledai.
Survei lainnya: jika dompet dan HP ketinggalan, mana yang terpaksa harus diambil? Sudah tahu jawabnya kan. Isi dompet bisa pinjam, isi HP?
Ramadhan ini, ayo kita taubatan nasuha menempatkan HP sebagai HP. Alat komunikasi, bukan berhala. Siapa berani memulai: memasukkannya ke dalam laci, dikunci. Baru dua jam lagi kita ambil dan kita tengok seperlunya saja. Kita latih terus menerus. Hasilnya: HP akan mengabdi kita, bukan kita abdinya HP.
Terlalu sayang jika Ramadhan di tengah badai Covid 19 ini, kita tidak menghikmahi bahwa kita dipaksa oleh Allah, didudukkan oleh Allah, dirumahkan oleh Allah, untuk mengaji dan mengkaji al-Quran sebagai panduan menjalani hidup ini. Insyaallah kami patuh ya Allah. Aamiin. (*)
Editor Sugeng Purwanto