PWMU.CO – Hidup Bukan Sekadar Hidup ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
عن بن عباس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لرجل وهو يعظه : ” اغتنم خمسا قبل خمس شبابك قبل هرمك وصحتك قبل سقمك وغناءك قبل فقرك وفراغك قبل شغلك وحياتك قبل موتك “أخرجه الحاكم في المستدرك وصححه الألباني
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki untuk menasehatinya: “Pergunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Masa sehatmu sebelum masa sakitmu; masa kayamu sebelum masa fakirmu; masa luangmu sebelum masa sibukmu; masa hidupmu sebelum masa matimua.” (HR al-Hakim)
Dalam tulisan ini akan dibahas satu dari lima hal yang disabdakan Nabi SAW di atas. Yakni wa hayatuka qabla mautika.
Hayah didefinisikan istimraaru baqaa il insaani bi ruuhihi yakni tetapnya manusia dengan ruhnya. Sedangkan maut didefinisikan faaraqathulhayaatu meninggal dunia, atau faaraqatirruuhu jasadahu yakni terlepasnya ruh dari jasadnya.
Maka hayah berarti hidup dan maut berarti mati. Dan yang kedua ini merupakan bahasa serapan bahasa Indonesia dari bahasa Arab.
Hidup Karunia Besar
Hidup merupakan karunia luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan diberikan kesempatan hidup berarti sekaligus kita diberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.
Ada peluang atau kesempatan yang harus kita capai dengan kesempatan kehidupan yang diberikan Allah kepada kita. Hidup bukanlah sekadar hidup. Tidak mungkin Allah menghidupkan diri kita tanpa ada sesuatu yang bermanfaat. Maka hidup harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Kita pasti telah diberi potensi yang luar biasa oleh Allah. Semua itu sebagai bekal dan sesuatu yang harus dicapai oleh setiap manusia. Tugas kita adalah bagaimana mengoptimalkan potensi diri yang mungkin masih tersimpan karena belum digali sedemikian rupa. Karena sebagai manusia kita adalah makhluk yang diciptakan paling istimewa dibanding makhluk lain.
Manusia adalah khalifatullah fil ardl yang berarti wakil Allah di muka bumi. Wakil berarti makhluk yang dipilih oleh Allah untuk mengemban misi dari tujuan kehidupan di muka bumi ini.
Maka manusia adalah makhluk luar biasa yang dipersiapkan oleh Allah SWT dengan segala potensinya yang juga luar biasa. Sehingga tatkala diberi kesempatan hidup maka berarti potensi luar biasa tersebut haruslah dioptimalkan.
Harta Hanya Alat Jalankan Misi
Kehidupan dunia hanyalah sarana untuk dapat berbuat yang terbaik demi misi kehidupan tersebut. Harta dan seluruh fasilitas dunia yang telah disediakan ini hanyalah alat untuk lebih mempermudah bagi manusia demi tercapainya misi tersebut.
Semua itu bukanlah tujuan dari kehidupan ini. Jika manusia terjebak untuk mengumpulkan atau berlomba-lomba memperbanyak harta, maka pasti ia telah terjebak kecintaan dunia. Pada gilirannya dia akan keluar dari misi yang sesungguhnya. Yang demikian dapat pula disebut sebagai orang yang tersesat dalam kehidupan.
Seluruh potensi dalam diri mestinya kita sinergikan dengan potensi yang ada di alam jagad raya ini. Potensi alam yang melimpah ruah ini tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai sarana penunjang untuk kita menjalankan misi kehidupan itu sendiri.
Allah Yang Maha Sempurna telah mendesain kehidupan ini begitu cantik dan indah luar biasa. Ketika potensi manusia dapat bersinergi dengan potensi yang terkandung dengan alam ini sungguh hasilnya akan luar biasa. Dan tentu semua itu tetap dalam landasan pacu misi kita sebagai wakil Allah SWT.
Keserakahan atau ketamakan terhadap harta menjadikan kita tanpa malu membanggakannya. Padahal amanah kehidupan ini sungguh amat berat pertanggungjawaban kelak. Sesuatu yang seharusnya menjadi sarana malah dijadikan tujuan, sehingga lupa akan misi sesungguhnya.
Maka menajamkan iman merupakan kegiatan prioritas utama. Sehingga semua hal tidak diukur dengan sekadar harta. Seharusnya tidak ada yang pelit atau kikir dengan kekayaan yang melimpah pada dirinya. Apalagi hal itu dimungkinkan akan terus berkembang dan berkembang.
Ikhlas Mengabdi
Kita harus ikhlas mengabdikan diri untuk misi besar kehidupan ini. Maka diperlukan sistem yang kondusif demi terlaksananya misi ini. Yang sesungguhnya tidak lain adalah melepaskan setiap diri dari belenggu keinginan atau hawa nafsu yang rendah menuju pengabdian hanya kepada Allah SWT. Semua berperan dengan memberikan apa saja yang diamanahkan kepadanya oleh Allah dengan optimal.
Bukan bermaksud supaya orang tahu siapa diri kita, gelar yang melekat pada nama, juga betapa mampu dan kayanya harta, sehingga semua harus memuliakan diri kita. Semua itu hanyalah nisbi bagaikan debu disapu angin, lenyap tiada bekas.
Tetapi perbuatan yang dilandasi keikhlasanlah yang merupakan kebahagiaan yang sejati, biar hanya Allah saja yang tahu dan pasti akan membalasnya, sebagaimana aktivitas kebaikan yang dilakukan oleh tangan kanan kita tetapi tangan kiri kita tidak tahu menahu.
Maka maknai hidup ini dengan benar sebelum kematian menjemput diri ini. Sehingga saat ajal pun kita dapat tersenyum karena hendak bertemu dengan Sang Kekasih yang tercinta, dan kita telah sukses menjalankan misi kehidupan ini sesuai dengan amanah yang telah di percayakan-Nya itu. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini adalah versi online Buletin Umat Hanif edisi 37 Tahun ke-XXIV, 30 April 2020/8 Ramadhan 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan moblitas fisik.