Saat Pak AR Dikawal Profesor Kelas Berat ditulis oleh Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Kota Lamongan.
PWMU.CO – KH Abdul Rozak Fakhruddin—biasa disebut Pak AR—adalah pemegang rekor terlama memimpin Muhammadiyah: tahun 1968-1990.
Pak AR tidak memiliki gelar akademis sebagaimana beliau tuturkan sendiri karena “gagal” kuliah. Keinginannya mendaftar sebagai mahasiswa malah didaulat menjadi dosen di perguruan tinggi tempatnya ingin kuliah.
Saat menggantikan KH Faqih Usman yang wafat sebelum habis masa amanatnya sebagai Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar ke-37 tahun1968 di Yogyakarta, persyarikatan bukan sedang krisis akademisi, profesor, doktor, atau sarjana.
Qadharullah mengantarkan Pak AR yang tanpa gelar akademis memimpin persyarikatan dengan didampingi guru besar-guru besar atau profesor kelas “berat”.
Profesor-profesor pendamping Pak AR antara lain Prof Hamka dan Prof HM Rasjidi. Prof Hamka alias Buya Hamka sudah mahfum, bisa disebut profesor kelas “berat” jika ditilik dari gelar doktor yang diperolehnya dari Universitas Al Azhar Kairo dan University Kebangsaan Malaysia.
Kedua universitas international tersebut terkagum-kagum dengan tulisan-tulisan Hamka, khususnya tafsir Al Azhar yang beliau selesaikan di dalam penjara rejim Orde Lama.
Profesor berikutnya yang termasuk kategori kelas “berat” adalah Prof HM Rasjidi, tokoh asli Yogyakarta yang melanjutkan studi ke Al Azhar Mesir dan Universitas Sorborne Paris setamat dari Perguruan Al Irsyad yang diasuh Ahmad Sorkati di Lawang Jawa Timur.
Pernah menjadi guru besar di McGill University Montreal Canada dan Wakil Direktur Islamic Centre Washington DC, adalah karir international Prof HM Rasjidi sebelum pulang kampung ke Muhammadiyah dan mengajar di Universitas Indonesia.
Juga Dikawal Kiai Kelas Berat
Selain dua profesor tersebut, ada juga sosok kiai kelas berat, yaitu KH Dr Ahmad Azhar Basyir MA yang kelak menggantikan Pak AR sebagai Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, telah mendampingi Pak AR sejak tahun 1968.
Keluwesan Pak AR sebagai pemimpin jujur, sederhana, merakyat—istilah yang sedang ngetrend sekarang—bukanlah pencitraan untuk mempertahankan jabatannya. Amanah yang diemban Pak AR selama 22 tahun tidak lebih dari kecintaan warga persyarikatan kepada Pak AR.
Pun demikian penguasa Orde Baru yang merasa “cocok” dengan kepemimpinan Pak AR menjadikan persyarikatan sebagai mitra sejajar pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedekatan dan keluwesan berhubungan langsung dengan Presiden Soeharto tidak digunakan Pak AR untuk kepentingan pribadi. Previlege-hubungan spesial beliau dengan Presiden Soeharto sebagai sesama pejuang dimanfaatkan untuk membesarkan persyarikatan dan mendamaikan ketegangan antara kelompok Muslim dengan pemerintah yang marak selama Orde Baru.
Kisah teladan juga jenaka Pak AR tidak akan pernah habis digali sepanjang kepemimpinannya mengasuh warga Muhammadiyah selama 22 tahun. Beda tipis dengan masa Rasulullah SAW mengasuh langsung umatnya selama 23 tahun. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.