Cinta Pak Guru Prajak pada Ibunya tulisan Renungan Ramadhan oleh Ali Murtadlo mengisahkan kasih guru kepada ibunya yang menjadi teladan muridnya.
PWMU.CO-Prajak namanya. Guru SD di Thailand ini tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua. Cinta kasihnya kepada sang Bunda luar biasa. Ke mana saja, ibunya diajak serta. Termasuk ke dalam kelas, saat Prajak mengajar.
Itulah masalahnya. Banyak wali murid mengeluhkan mengapa sang guru membawa ibunya ke kelas. Juga ke kantin. Saat anak-anak makan, pak guru menyuapi ibunya, di ruangan yang sama. Orangtua tidak suka dan protes lewat kepala sekolah. Pak Guru Prajak dipanggil.
Kasek yang bijaksana tidak hanya menyampaikan protes para wali murid. Dia memberi solusi. ”Pak Prajak tidak usah khawatir, sekolah sudah mencarikan pengasuh terbaik untuk Ibu Pak Prajak. Jadi ibu di rumah saja,” katanya.
Prajak menghela nafas. Sebelum bicara dia menoleh ke belakang. Betapa kagetnya, ibunya tidak ada. Izin pamit mencarinya. Mula-mula teriak pelan sambil mengecek setiap ruang. Tidak ada.
Teriakannya mulai melengking, “Maaaaa…!”
Murid-muridnya yang sudah bersiap pulang di kendaraan jemputan, menengok ke gurunya yang kebingungan. Semua murid turun dari kendaraannya.
Para orang tuanya bertanya, “Mau kemana?”
Tak ada yang jawab.
Murid-murid bergegas lari sambil berteriak, “Nenek, nenek!” Mereka ikut mencari. Para orang tua terdiam, saling tatap. Terheran-heran.
Ibunya guru Prajak akhirnya ditemukan seorang murid bermobil.
“Berhenti, Ma,” kata anaknya.
Ibu yang termasuk pemrotes keras terheran. “Mau apa?” tanyanya.
“Nanti Mama tahu,” jawabnya.
Ia bergegas turun mendekati nenek.
“Nenek, mengapa di sini?” Ia menemaninya sampai Pak Guru Prajak datang.
Pelajaran bagi Orangtua
Sejak kejadian itu, semua wali murid tahu, betapa anak-anak mereka sangat menyayangi gurunya dan si nenek, ibu dari gurunya. Sama sekali tidak terganggu. Bahkan, anak dari si ibu pemrotes keras itu berkata begini kepada ibunya.
“Mama, nanti kalau mama sudah tua, saya janji menemani Mama kemana pun pergi.”
Sang Ibu merangkulnya. Air matanya meleleh. Dia tahu anaknya bicara begitu karena meneladani guru yang mereka protes.
Ketika Pak Kasek mengumpulkan para orang tua lagi, tak satu pun yang bersedia menandatangani surat protes. Mereka malah minta Pak Kasek untuk membatalkan surat protes mereka dan mempertahankan Pak Guru Prajak tetap mengajar di sekolah itu sampai kapan pun dia mau.
Mungkin ini hanya video inspiratif, mungkin sudah menerimanya beberapa kali. Tapi tetap saja kita mendapatkan pelajarannya: bagaimana seharusnya kita menyayangi bunda.
Teringat sabda Nabi saat ditanya sahabatnya siapa yang harus dihormati di dunia ini.
“Ibumu!” jawab Nabi. Lalu? “Ibumu!” Lalu?
“Ibumu!” Lalu? “Bapakmu!”
Hingga Ramadan ini, sudahkah kita begitu? Sudahkah kita selevel Pak Guru? Bukankah agama berkali-kali menekankan birrul walidain, sayangi kedua orang tuamu.
Salah satunya, “Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu-bapakmu. Hanya kepadaKulah kembalimu.” (Surat Luqman: 14)
Rabbighfirli wali walidayya warhamhuma kama rabbayani shoghira. Ya, Tuhanku, ampunilah aku, dan ibu-bapakku. Sayangilah mereka, sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. Amin. (*)
Editor Sugeng Purwanto