Saat Nabi Ingatkan Jebakan Juhrun ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan kali ini berangkat dari hadist riwayat Muttafaq alaihi, sebagai berikut:
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: لا يُلْدَغُ المؤمنُ من جُحْرٍ واحد مرتين. متفق عليه
Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, “Seorang mukmin tidak boleh tergigit (jatuh) dari satu lubang dua kali.”
Juhrun jamaknya ajhaar wa juhuur. Berarti hufratun tahfiruhaa ba’dlalhayawanaati likay tastariiha au takhtabii a fiha wata’mana syarra a’daa iha. Suatu lubang yang dibuat sebagian jenis binatang sebagai tempat istirahat dan menjaga diri dari kejahatan musuh-musuhnya.
Juhrun adalah simbol kesalahan yang mengakibatkan terjadinya kegagalan pada diri seseorang.
Setiap apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT memiliki manfaat dan potensinya masing-masing. Tiadasesuatu pun elemen dalam ruang lingkup ciptaan-Nya yang sia-sia tidak berguna. Antara satu dengan lainnya saling melengkapi dan mendukung. Semua itu dalam rangka kesinambungan kelangsungan kehidupan itu sendiri.
Termasuk makhluk yang memegang amanah kekhalifahan ini yaitu manusia yang merupakan makhluk istimewa. Karena hampir semua yang telah diciptakan-Nya adalah dalam rangka menunjang fungsi kekhalifahan tersebut.
Atau dengan kata lain Allah SWT menciptakan semua makhluk-Nya di alam semesta ini adalah dalam rangka kepentingan manusia sebagai makhluk istimewa tersebut. Maka bersyukurlah kita sebagai manusia. Bersyukur dengan menjalankan titah-Nya dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian pasti dalam diri kita masing-masing ada suatu potensi yang di anugrahkan oleh Allah SWT, sebagaimana potensi pada ciptaan Allah yang lainnya tersebut.
Tarbiyah Jangan Terjebak Angka
Dibutuhkan suatu perjuangan dan pengorbanan tersendiri untuk menemukan potensi diri tersebut secara benar. Di sinilah fungsi tarbiyah (pendidikan) dalam Islam merupakan kebutuhan vital, sehingga di-fardlu ‘in-kan oleh Rasulullah SAW.
Tentunya pendidikan yang bukan hanya berorientasi pada kesuksesan di dunia. Tetapi juga memiliki aspek basik kekuatan pendukung sebagai kekuatan moralitas dan rasa tanggung jawab yaitu keimanan.
Pendidikan bukan sekadar berorientasi angka-angka dan ijazah—yang seringkali tidak dapat mengantarkan anak didik untuk menemukan potensi dirinya sejak dini apalagi mengembangkannya.
Terlalu mubadzir atau pemborosan kalau pendidikan hanya terkungkung oleh hal seperti itu. Mestinya sejak dini anak-anak sudah bisa mengasah pengembangan dirinya dengan talentanya masing-masing.
Fungsi kekhalifahan dapat dijalankan dengan optimal jika memiliki dua bekal tersebut, yaitu iman sebagai landasan moral dan potensi kemampuan atau skill yang mumpuni.
Dengan iman menimbulkan sikap amanah dalam menjalankan fungsinya. Dengan skill yang tinggi menimbulkan sikap profesionalitas dalam bidangnya masing-masing.
Dengan demikian seorang mukmin harus selalu mendayagunakan semua potensi dirinya untuk menjalankan kehidupannya. Tiada yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan ini kecuali dirinya sendiri.
Tiada kambaing hitam dalam hal ini. karenapun jika kita mencari kambing hitam kita tidak dapat keluar dari keterpurukan. Harus terus maju dan maju, semangat dan semangat dalam menuntut ilmu sebagai bekal memantapkan langkah.
Jebakan Juhrun
Juhrun dalam kehidupan pasti ada bahkan banyak sekali. Jebakan-jebakan yang menjerumuskan selalu ada dalam setiap jalan yang hendak kita lalui.
Dalam isyarat hadits di atas, jangan sampai kita terjerembab dalam juhrun yang sama dua kali. Kehati-hatian dan kewaspadaan merupakan suatu yang mutlak. Oleh karenannya dalam menjalaninya bekal shabar dan tawakkal yaitu pantang menyerah dan pantang putus asa merupakan modal utama.
Bagaimanapun keadaan dan kondisinya kita haru survive. Kita harus bangga dengan—seolah dapat menunjukkan kepada Allah SWT—prestasi demi prestasi yang dapat kita jalankan sesuai dengan amanah-Nya.
Tiada yang dapat menjamin kesuksesan diri kita kecuali diri kita sendiri. Kesuksesan bukan hanya di dunia, tetapi harus berdampak pada kesuksesan di akhirat nantinya.
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (ar- Ra’d 11). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.