Ikat atau Lepas Dulu, Baru Tawakal? Ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian kali ini dimulai dari hadits riwayat Abu Dawud.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik —beliau ucapkan sampai tiga kali—dan tidak seorang pun dari kita kecuali (akan mengalami rasa thiyarah ini), akan tetapi Allah akan menghilangkannya (dari kita) dengan bertawakal.”
Tawakal dari kata wakkala yang berarti kallafa syakhshan alqiyaamu bi ‘amalin. Yakni mempercayakan atau melimpahkan kepada seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Sedangkan yang dipercayai atau yang dilimpahi bernama wakil bentuk jamaknya wukalaa’ . Di antara al-Asmaul Husna, nama-nama yang baik untuk Allah ada al-Wakii yakni sebaik-baik tempat ber-tawakal. Tawakal ‘alallah berarti istaslama ilahi yakni menyerahkan (segala sesuatunya) kepadaNya.
Tawakal dapat menghindarkan diri dari sikap thiyarah, sebagaimana dalam hadits di atas. Dan thiyarah merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Karena dapat terjebak pada kesyirikan yang merupakan dosa yang tidak diampuni. Oleh karenanya kita harus selalu waspada terhadap thiyarah ini.
Modal Tawakal
Tawakal modalnya tiada lain adalah keimanan kepada Allah. Bagaikan dua sisi mata uang, iman akan menghasilkan sikap tawakal yang merupakan ciri dari orang yang beriman.
Keduanya, antara iman dan tawakal, saling melengkapi. Antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Setiap manusia pasti diberikan potensi oleh Sang Pencipta, juga alam semesta ini masing-masing instrumen di dalamnya memiliki kandungan potensinya sendiri-sendiri.
Tenaga, waktu, pikiran dan juga kesempatan selalu melingkupi kehidupan umat manusia dalam hidupnya. Semua potensi tersebut haruslah senantiasa dimaksimalkan dalam rangka menggapai karunia Allah. Proses dari awal sampai akhir itulah dibutuhkan sikap tawakal kepada Allah.
Yakni selalu menjalankan dengan landasan keimanan, sehingga selalu dalam kebenaran. Tidak didominasi oleh nafsu kita yang selalu berburu nafsu, atau atas landasan nafsu diri apalagi nafsu orang lain.
Tawakal merupakan bentuk sikap menjalankan aktifitas kehidupan ini dengan ketundukan kepadaNya. Sehingga setiap masalah yang menghadang pun tidak diselesaikan dengan nafsunya. Tetap menyandarkan kepada Sang Maha Pemberi dengan tidak mengharapkan balasan yaitu al-Wahhab, Allah SAW.
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath Thalaq: 3)
Bukan Pasif dan Pasrah
Maka tawakal bukanlah sikap pasif dan pasrah dengan keadaan yang ada. Tetapi sikap memproses sesuatu keadaan yang lebih baik dengan tetap mentaati ketentuan-Nya.
Proses ikhtiar atau usaha inilah yang disebut dengan tawakal. Sebagaimana perumpamaan Rasulullah dalam haditsnya: Dari Umar RA, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, pastilah Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada seekor burung. Pergi pagi hari dalam keadaan perut kosong, dan pulang sore hari dalam keadaan perut kenyang.‘.” (HR Tirmidzi).
Sikap tawakal memberikan inspirasi agar kita tidak berhenti apalagi berputus asa atau bersikap thiyarah, suka mencari kambing hitam terhadap persoalan yang ada.
Tawakal justru mengispirasi untuk selalu optimis dengan karunia Allah. Tidak menjadikan kita sombong ketika berhasil, juga tidak kenal menyerah dengan keadaan.
Begitulah kadar karunia yang diberikan kepada kita memang tidak sama. Ada yang dilebihkan di antara lainnya. Tawakal menjadi perisai diri untuk kita tidak keluar dari jalur kebenaran. Apapun keadaan dan kondisinya.
Di balik kondisi dan keadaan yang ada, bagi orang yang bertawakal, diyakini pastilah ada hikmah kasih sayang-Nya. Tidak kemudian rendah diri jika belum berhasil. Tidak juga menjadi merasa hebat dengan keberhasilannya. Dalam keadaan bagaimanapun merasa curahan kasih sayang-Nya tetap begitu besar kepadanya.
Ikat atau Lepas, Baru Tawakal?
Tawakal berarti proses ikhtiyar lahir (tenaga, pikiran, dan tidak menyianyiakan waktu) dan batin (doa). Sebagai bentuk implementasi dari keimanan, tawakal menjadi suatu yang mutlak bagi kita kaum Mukminin.
Tawakal untuk tidak disalahartikan dengan kepasrahan yang pasif. Tetapi justru kepasrahan yang aktif.
Dari Anas bin Malik RA. Ada seseorang berkata kepada Rasulullah SAW. ‘Wahai Rasulullah SAW, aku ikat kendaraanku lalu aku bertawakal. Atau aku lepas ia dan aku bertawakal?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ikatlah kendaraanmu lalu bertawakalah.’ (HR Tirmidzi). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.