Manusia yang Makan Bangkai Saudaranya ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan kali ini berangkat dari hadist riwayat Muslim dan at-Tirmidzi sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْغِيبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ. رواه مسلم و الترميذى
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Suatu ketika ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah. Apakah ghibah itu?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai.’
Beliau kembali ditanya, ‘Apa pendapatmu jika apa yang aku katakan itu ada pada saudaraku?’ Beliau menjawab, ‘Jika apa yang kamu katakan ada padanya, maka sesungguhnya kamu telah mengghibahnya (mengumpatnya). Dan jika tidak ada padanya, maka sungguh kamu telah memfitnahnya.”
Ghibah didefinisikan oleh Rasulullah SAW dengan dzikruka akhaaka bimaa yakrahu yaitu menyebutkan (kejelekan) saudaramu (sesama Muslim) dengan sesuatu yang tidak disukainya atau yang dibencinya. Maka ghibah merupakan pembicaraan tentang kejelekan saudara sesama Muslim. Dalam bahasa jawa sering disebut ngrasani atau rasan-rasan. Dalam istilah sekarang bisa disebut ngrumpi atau ngegosip.
Ghibah Timbulkan Perpecahan
Ghibah menjadi penyebab timbulnya perpecahan di kalangan kaum Muslimin. Karena dengan ghibah menimbulkan kebencian seseorang atau kelompok dengan lainnya.
Apapun kejelekan yang ada pada seorang Muslim sesungguhnya juga merupakan aib bagi kaum muslimin lainnya. Oleh karenanya jangan sampai kejelekan tersebut di sebarkan sedemikian rupa, sehingga timbullah kebencian dan kecurigaan.
Jika sudah demikian tingkat kondusivitas kehidupan umat menjadi kurang harmonis. Tidak lagi terjalin ukhuwwah islamiyyah dengan baik. Padahal perpecahan jelas diharamkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu persaudaraan di antara kaum Muslimin haruslah menimbulkan kasih sayang. Banyak sekali digambarkan dalam firman Allah SWT maupun sunnah Rasulullah SAW, tentang wajibnya membina persaudaraan ini.
Bahkan bukti keimanan seseorang kepada Allah juga antara lain dengan sejauh mana ia menjaga tali persaudaraan antara sesama Muslim. Artinya jika seorang Muslim tidak lagi memiliki kasih sayang kepada sesamanya itu dapat menjadi bukti ia tidak beriman secara baik dan sempurna atau bahkan ia tidak lagi beriman.
Dengan demikian ghibah merupakan bentuk kejahatan yang harus dihindari. Ia merupakan kejahatan lisan yang tidak bisa menjaganya dengan baik. Padahal lisan ini harus benar-benar dijaga dari kata-kata yang menyinggung dan menyakitkan.
Apalagi membuka aib seseorang dengan memberitakannya secara luas. Dampak yang ditimbulkannya sangat berbahaya, khususnya mengancam kesatuan umat.
Kecurigaan, kebencian, permusuhan timbul di mana-mana bisa jadi karena ghibah ini. Bahkan antara saudara satu dengan lainnya bisa menjadi musuh abadi. Kejahatan memang harus diminimalisasi dan bahkan diberantas, tetapi ghibah bukan solusinya.
Di samping itu secara kepribadian, seseorang yang suka meng-ghibah cukup memberi bukti ia termasuk orang yang tidak baik alias jahat. Orang yang suka menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Dan cenderung tidak suka jika terjadi persatuan dan kesatuan. Seolah dengan meng-ghibah ia menjadi yang terbaik, padahal sebaliknya ia menunjukkan kelemahan dirinya sendiri.
Jangan Ekspos Kelemahan Orang
Ghibah merupakan tindakan yang dilarang keras, walaupun pembicaraannya itu sesuai dengan realitasnya. Apalagi jika pembicaraan itu hanya mengada-ada atau sekadar gosip. Maka berarti timbul fitnah, dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Betapa jahatnya hati orang yang suka memfitnah dan juga meng-ghibah. Semua itu karena sifat hasad atau kedengkian dalam hatinya.
Setiap kita pasti memiliki kelemahan dalam dirinya. Di sinilah dibutuhkan sinergi antara satu dengan lainnya. Dengan bersinergi diharapkan dapat saling melengkapi dan menunjang.
Oleh karenanya kelemahan harus selalu diminimalisasi pada setiap pribadi Muslim. Dengan demikian kelemahan bukan merupakan sesuatu yang diekspos sedemikian rupa. Tetapi ada cara yang lebih baik guna mencari solusi atas kelemahan-kelemahan tersebut.
Namun demikian, di antara para ulama ada yang membolehkan ghibah dengan syarat. Yaitu jika ghibah tersebut bermanfaat demi kemaslahatan umat yang lebih luas, yakni supaya tetap tegaknya hukum Allah SWT.
Sebaliknya jika tidak disampaikan justru malah menyesatkan umat dari hukum yang sebenarnya. Juga ghibah dalam rangka melaporkan kejahatan seseorang kepada yang dianggap mampu meluruskan kejahatan tersebut.
Makan Daging Bangkai Saudara
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (al-Hujurat 12).
Ghibah atau menggunjing disamakan dengan memakan daging saudara yang sudah mati. Kerana sesorang yang sedang digunjing dia tidak bisa apa-apa. Dia tak bisa mengamatai si penggunjing. Ibaratnya seperti mendapat serangan sepihak.
Dia sama sekali tak berdaya. Tak bisa membantah, membela, atau memberikan klarifikasi. Dan sang penggunjing seperti berpesta, tapi pesta makan bangkai. Ghibab seperti, manusia yang makan bangkai saudaranya.
Maka diam itu emas, tetapi kejahatan tidak boleh didiamkan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.