PWMU.CO-Musik patrol yang menghiasi malam Ramadhan waktu sahur masih terdengar di kampung-kampung. Sekelompok anak-anak membunyikan berbagai tabuhan membangunkan orang berpuasa untuk makan sahur.
Tabuhan itu biasanya semula berupa kentongan bambu. Saat dipukul muncul irama bunyi thek-thok thek-thok. Karena itu musik pembangun orang sahur in disebut kothekan. Dibunyikan tanpa nyanyian. Cuma berteriak sahuuurr…sahur.
Karena bambu makin langka lantas anak-anak kampung mengambil panci, wajan, kaleng dipukuli berkeliling kampung hingga suara musiknya makin ramai. Anak remaja kothekannya lain lagi. Membawa gitar dengan bernyanyi lagu hits atau tembang kenangan.
Kadang kala kehadiran anak-anak kothekan ini tak disukai orang. Mereka dihalau agar tak melintas depan rumahnya. Penyebabnya bisa karena tak suka bising, ada bayi atau orang sakit.
Anak-anak ini berkeliling main musik Ramadhan ini mulai pukul 02.00 dan berhenti pukul 03.30. Pulang untuk makan sahur. Kothekan disebut musik patrol karena berkeliling kampung.
Musik pembangun orang sahur ternyata juga ada di banyak negara muslim lain. Di Mesir disebut mesaharati. Artinya penabuh genderang. Tapi alat musiknya bisa juga berupa drum, rebana, kendang, atau tambur.
Mereka berkeliling sambil bernyanyi berteriak membangun orang untuk makan sahur. Kadang-kadang ada orang yang berbaik hati menawari pemusik sahur ini makanan dan minuman. Di Mesir saat Ramadhan rumah-rumah berhias lampu lampion yang cantik disebut fanus.
Bilal bin Rabah
Ada yang mengatakan pembangun sahur pertama kali adalah Bilal bin Rabah. Menabuh drum Bilal keliling kota Madinah membangun warga untuk sahur. Tapi di hadits diriwayatkan Bilal membangunkan dengan adzan bukan musik. Itulah yang disebut adzan Subuh pertama. Ya di waktu sahur.
Seperti riwayat hadits dari Muslim, sesungguhnya Bilal beradzan di malam hari (sebelum Subuh). Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan.
Di Mekkah abad pertengahan juga ada mesaharati. Muadzin naik ke menara sambil memegang lampu. Kemudian berteriak menyerukan warga untuk bangun makan sahur. Rumah yang jauh dari menara masjid dan tak mendengar suaranya bisa melihat cahaya lampu sebagai tanda waktu sahur.
Munculnya tradisi mesaharati disebutkan muncul zaman Dinasti Fatimiyah di Mesir tahun 909 M. Pemusik sahur ini berjalan keliling kota Kairo membawa tebla dan memukulnya dengan kayu. Mengenakan jalebiyah dan kopiah. Dia ditemani anak-anak yang memegang lampu untuk menerangi jalan.
Mesaharati membangunkan orang dengan menyebutkan nama-namanya. Kadang juga mengetuk pintu rumah yang masih tertutup. Kemudian berkembang dengan melantunkan lagu-lagu religius. Syair yang dinyanyikan seperti Sabbahakallah bil ridha wa alnaim. Ya nayim wahid aldayim. Semoga Allah membangunkan Anda dengan kepuasan dan kebahagiaan. Wahai, tidur, puji Allah.
Mesaharati biasanya laki-laki. Tetapi di Kairo ada juga yang wanita. Dia Dalal Abdel Kadir yang mengikuti dua saudara laki-laki. Dia juga membawa alat musim drum dengan menyanyikan lagu.
Di Turki juga ada penabuh drum berkeliling menyanyikan lagu daerah dan puji-pujian. Mereka memakai kostum tradisional Turki.
Penabuh drum Seydi Urut dan Carli menjelaskan, menjadi penabuh drum di Turki harus mengajukan lamaran kepada pemerintah kota sebelum Ramadhan. Setelah mendapatkan lisensi, para penabuh drum mendapatkan pelatihan, daerah operasi, dan seragam khusus.
Profesi ini Juga bisa turun-temurun. Di luar bulan Ramadhan, para penabuh drum mendapatkan penghasilan dengan tampil di pernikahan atau pesta. Tapi bertugas di bulan Ramadhan rezekinya bertambah banyak karena warga memberinya tip. ”Ini salah satu tradisi terpenting,” katanya. ”Ramadhan tanpa bunyi drum rasanya kurang meriah.”
Keduanya senang saat berkeliling, orang-orang menyapa dengan hangat saat mereka rumahnya. Masih ada orang-orang yang mengharapkan kedatangannya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto