Sensor Kebaikan dan Keburukan ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan tentang Sensor Kebaikan dan Keburukan kali ini berangkat dari hadist sebagai berikut:
عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: “جِئْتَ تَسْأَلُ عَنْ الْبِرِّ؟ قُلْت: نَعَمْ. فقَالَ: استفت قلبك، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إلَيْهِ النَّفْسُ، وَاطْمَأَنَّ إلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاك النَّاسُ وَأَفْتَوْك” حَدِيثٌ حَسَنٌ، رَوَيْنَاهُ في مُسْنَدَي الْإِمَامَيْنِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، وَالدَّارِمِيّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Dan dari Wabishah bin Ma’bad RA, dia berkata: Aku datang kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?”
Aku berkata,” Ya.” Beliau bersabda, “Bertanyalah kepada hatimu. Kebajikan adalah apa yang menjadikan tenang jiwa dan hati. Sedangkan dosa adalah apa yang menggelisahkan jiwa dan menimbulkan keraguan dalam hati, meskipun orang-orang terus membenarkanmu.”
Hadits hasan yang diriwayatkan dari Musnad Imam Ahmad bin Hambal dan Musnad Imam Ad-Darimi dengan sanad hasan.
Kebaikan Versus Keburukan
Albirr dari kata barra yabirru birran. Bermakna shaluha, kaana dzaa khairin. Yakni kebaikan atau adalah yang memiliki kebaikan. Kebaikan lawanya adalah keburukan atau syarrun. Kebaikan itu menentramkan. Keburukan itu menggelisahkan.
Siapa yang memiliki kewenangan untuk memutuskan atau menyatakan ini baik dan ini tidak baik? Dari mana kita tahu bahwa hal itu baik atau buruk? Dan mengapa harus ada baik dan buruk?
Bagaimana konsekwensinya masing-masing? Sederet pertanyaan tentang kebaikan yang harus kita jawab. Sekaligus untu memberikan persepsi yang benar tentang kebaikan itu sendiri. Sebab persepsi kita terhadap sesuatu itu akan mempengaruhi perilaku kita tentang sesuatu tersebut.
Dalam aktivitas yang kita lakukan—baik yang kecil maupun yang besar—pasti bernuansa dua hal tersebut. Apapun itu bentuknya, apakah sekadar makan dan minum atau kebutuhan yang lebih besar.
Yang jelas setiap aktivitas tersebut kalau tidak bernuansa kebaikan pasti nuansanya adalah keburukan. Bahkan kadang dan mungkin sering kali kita melakukan kebaikan tetapi di dalamnya ada terselip keburukan. Lalu bagaimana kita tahu bahwa itu baik atau buruk? Padahal hal itu memiliki konsekwensi yang jelas dan berat jika salah.
Sensor dalam Diri
Sesungguhnya dalam diri ini telah dilengkapi sensor untuk membedakan mana baik dan mana buruk. Yaitu berupa ketenangan saat dan sesudah kita melaksanakan aktivitas tersebut. Begitu pula adanya kegelisahan atau ketidak-tenangan jika kita melakukan keburukan.
Dan bagi orang yang beriman hal ini akan selalu terasah dengan baik. Sehingga fungsi sensornya selalu berfungsi dengan tajam. Maka waspadalah jika ternyata alat sensor ini sudah tidak maksimal fungsinya, atau bahkan sudah tidak berfungsi sama sekali. Maka hal ini menjadi indikator iman kita juga melamah alias meredup bahkan nyaris hilang sama sekali.
Dengan demikian pada dasarnya diri ini sudah memiliki kecenderungan untuk melakukan kebaikan demi kebaikan dan meninggalkan keburukan. Tinggal bagaimana kita selalu mengasah potensi ini dengan sebaik-baiknya. Sehingga tetap berfungsi optimal sebagai alat kontrol. Seperti sebuah alarm yang ketika ada ketidakberesan akan berbunyi secara otomatis.
Agama Sumber Kebaikan
Di samping hal itu untuk menentukan kebaikan dibutuhkan konsepsi yang tidak lekang oleh waktu. Konsepsi yang dapat sesuai dengan berbagai tempat dan keadaan yakni bersifat universal.
Karena tidak mungkin kehidupan umat manusia yang begini luar biasa pernak-perniknya ini tanpa adanya konsepsi yang universal tersebut. Maka berarti yang berhak menentukan kebaikan adalah Sang Pencipta Kehidupan itu sendiri.
Sehingga baik dan buruk tentunya mengacu pada konsepsi tersebut. Maka dari itu pulalah sistem kehidupan ini seharusnya diselaraskan. Sebagaimana seluruh penghuni jagat raya ini telah tunduk pula pada Penciptnya.
أَفَغَيۡرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبۡغُونَ وَلَهُۥٓ أَسۡلَمَ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ طَوۡعٗا وَكَرۡهٗا وَإِلَيۡهِ يُرۡجَعُونَ ٨٣
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83).
Agama tiada lain adalah konsepsi langit. Maka tidak sepatutnya manusia dengan kesombongannya menolak kebenaran dari Penciptanya. Padahal seluruh makhluk lainnya telah tunduk dan patuh kepada-Nya. Dan sungguh konsekwensi penolakannya adalah jelas, hukuman disebabkan perbuatannya sendiri.
Variabel Kebaikan
Maka kebaikan itu bukanlah menurut nafsu diri kita, tetapi kebaikan itu ketundukan nafsu kita kepada aturan-aturan Allah SWT.
لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ١٧٧
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.
Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat.
Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah 177).
Dalam kehidupan kita sehari-hari. Tentu sangat mudah kita dapat mengetahui siapa yang berpihak pada kebaikan dan ketidak-baikan. Semangat untuk berbuat baik dilakukan tanpa adanya target tertentu kecuali keikhlasan kepada Allah, sehingga orang memuji kepada kebaikan kita atau tidak bukan masalah.
Bahkan orang mencemooh kepada kita pun tidak perlu ditanggapi dengan emosional. Biarlah anjing menggonggong kebaikan akan terus kita lakukan. Kita serahkan semuanya kepada Allah yang pasti akan membalasnya dengan seadil-adilnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.