Ahdatsa yang Ditolak Nabi ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Ahdatsa yang Ditolak Nabi ini berangkat dari hadist riwayat Bukhari dan Muslim.
عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها، قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (رواه البخاري ومسلم) وفي رواية لمسلم: من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
Dari Ummul Mukminin ibunda Aisyah, berkata, Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa mengada-ada dalam urusan (addiin/agama) kami hal-hal baru yang tidak berasal darinya, maka ia akan tertolak.’ Dalam riwayat Imam Muslim: ‘Barang siapa beramal suatu amalan yang tidak ada atasnya perintah kami maka tertolak.’
Definisi Ahdatsa
Ahdatsa seakar dengan hadits, di antaranya bermakna bara-a, khalaqa, atau aujada yang artinya menciptakan atau mewujudkan. Contoh dalam kalimat ahdatsallahul khalqa yakni Allah telah menciptakan ciptaan’; ahdatsa thariqatan jadidatan fittadris membuat metode baru dalam pembelajaran. Jadi ahdatsa bermakna membuat yang baru di luar kebiasaan yang telah ada.
Dalam hadits di atas Rasulullah SAW menyampaikan tentang keharusan sikap waspada terhadap ahdasta ini. Ahdasta yang dimaksud dalam adalah kategori fii amrina hadza yakni dalam urusan kami ini. Karena begitulah agama ini telah diatur sedemikian rupa sehingga merupakan suatu yang sudah sempurna.
Dan hampir secara kebutuhan khususnya dalam memenuhi kebutuhan spiritual, Rasulullah telah memberikan petunjuknya secara rinci dan detail. Hal ini juga dalam rangka menghindari terjadinya ‘kreativitas-kreativitas’ yang bisa jadi tidak akan terbendung banyaknya.
Dalam hadits ini pula Rasulullah seolah memberitahukan kepada kita, kaum mukminin, bahwa otoritas masalah agama ini hanya ada pada beliau, sampai pada tatanan teknis operasionalnya telah beliau ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai bentuk pengejawantahan terhadap al-Quran sekaligus sebagai potret dan budaya atau peradaban Islam itu sendiri.
Peradaban Islam
Dapat kita saksikan dalam sejarah umat manusia. Rasulullah SAW dengan panduan kitab suci dapat membentuk peradaban yang luar biasa, yang merupakan bentuk finalisasi dari ajaran tauhid yang juga telah dibawa oleh para rasul terdahulu.
Sebuah bentuk peradaban manusia yang kembali menjadi manusia seutuhnya yang memiliki adab atau etika yang rabbaniy. Adanya keseimbangan sebagai manusia yang spiritualis dan idiologis. Dengan bekal keduanya itulah manusia dapat berperan sebagai khalifatullah fil ardl sebagaimana fitrah penciptaan kehidupan ini.
Di sinilah penghindaran terhadap hal-hal atau budaya atau adat yang tidak dicontohkan menjadi suatu perhatian bagi kita. Cukuplah kiranya dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat-sahabat beliau—yang notabene adalah murid-murid beliau.
Sebagaimana hal ini juga telah disampaikan oleh Rasulullah pada kesempatan yang lain (hadits lainnya). Hanya selalu kita tekankan bahwa setiap apa yang dilakukan itu haruslah memiliki ruh atau hikmah yang esensial sehingga berdampak pada setiap pelaksanaan khususnya dalam menjalankan ibadah mahdlah tersebut dapat dirasakannya.
Jiwa Tauhid
Maka tiada lain, landasan tersebut adalah jiwa dan semangat tauhid. Hanya dengan landasan inilah terjaminnya kebenaran atau kepastian kebenaran terhadap semua aktifitas kehidupan kita sehari-hari.
Maka sesuatu yang urgen dan utama adalah menjadikan kalimah tauhid laailaahaillallah menjadi start atau motifasi dan tendensi atau niat kita, sekaligus di atasnyalah aktivitas kita dasarkan dengan ketaatan mutlak mengikuti petunjuk yang diturunkanNya.
Demikian pula sampai akhir pun komitmen kita akan tetap tidak berubah. Huwal Awwalu wal Akhiru. Dialah Allah, Yanga Maha Awal dan Yang Maha Tiada Berakhir.
Dengan demikian pelajaran tentang tauhid haruslah menjadi prioritas utama. Pelajaran apapun boleh kita kesampingkan dulu, sebelum tauhid ini dipahami secara benar.
Karena hanya tauhid inilah yang mampu menggerakkan dengan landasan yang benar, pelaksanaanya juga benar sekaligus orientasi kehidupannya secara total juga benar.
Kalimat inilah yang seharusnya menjadi inspirator untuk kita beraktifitas dan berkreatifitas tanpa batas dalam fungsi khalifah di muka bumi ini.
Kalimat ini merupakan kalimat sakti sehingga menjadi satu-satunya senjata ampuh pada masa dulu yang sering disebut kalimasada yakni kalimah syahadah. Kesaktian apapun tidak akan ada yang dapat mengalahkannya. Yaitu sebuah keyakinan yang menancap dalam dada akan kekuasaan Sang Maha Tunggal Allah SWT.
Begitulah peradaban Rasulullahlah yang menjadi acuan kita. Untuk itu memahaminya secara utuh terhadap setiap episode sekaligus memahaminya secara filosofis merupakan hal yang penting untuk kita tidak terjebak pada kesalahan persepsi.
Dengan begitu bentuk peradaban Rasulullah itupun dapat kita wujudkan dalam kehidupan kekinian dan kedisinian. Inilah merupakan tanggung jawab bagi para pemimpin ormas islam yang beraneka ragam ini. Umat sebenarnya hanya mengikuti gerbong kemana pemimpin ini mengendalikannya.
Peringatan Allah untuk Pemimpin
Maka Allah SWT mengingatkan kepada para pemimpin umat ini. Sebuah keadaan di akhirat nanti bagaimana tuntutan umat pada pemimpinnya.
يَوۡمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمۡ فِي ٱلنَّارِ يَقُولُونَ يَٰلَيۡتَنَآ أَطَعۡنَا ٱللَّهَ وَأَطَعۡنَا ٱلرَّسُولَا۠ ٦٦ وَقَالُواْ رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا ٱلسَّبِيلَا۠ ٦٧ رَبَّنَآ ءَاتِهِمۡ ضِعۡفَيۡنِ مِنَ ٱلۡعَذَابِ وَٱلۡعَنۡهُمۡ لَعۡنٗا كَبِيرٗا
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.’ Dan mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.’ (al-Ahzab:66-68).
Memahami hadits-hadits Rasulullah merupakan hal yang penting dan terkait, sekaligus haruslah selektif dalam memilih hadits-hadits tersebut merupakan keharusan.
Tiada harapan kita agar kita tidak terjebak pada aktivitas yang raddun atau tertolak itu. Yang jelas dalam setiap sabda Rasulullah pasti ada suatu yang penting yang hal itu akan terjadi pada umat ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.