PWMU.CO –Tiga yang Terhina di Mata Nabi ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ. رواه البخاري، ومسلم
“Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “(1) Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang disebutkanku (namaku), lalu dia tidak bershalawat atasku.
(2) Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya (dosa-dosanya).
(3) Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitab Shahih al-Jami’).
Pengertian Raghima
Raghima dari kata raghima yarghamu yakni khaaba wa khasira wa dzalla wa ‘ajaza wa lashiqa anfuhu bitturaab. Gagal, rugi, hina, dan disumpal hidungnya dengan tanah. Merupakan kinayah atau sindiran bagi orang yang diberi kemampuan dan kekuatan akan tetapi tidak mau memanfaatkan dengan baik.
Dalam hadits di atas ada tiga hal yang membuat seseorang menjadi terhina dan akan menyesal di akhirat. Padahal tiga hal itu merupakan sesuatu yang bila dijalankan bukanlah sesuatu yang berat.
Bahkan dalam hal ini Rasulullah mendorong sebaliknya. Yaitu betapa mudahnya bagi seorang Mukmin untuk dapat masuk surga, dengan melaksanakan apa yang sebaliknya dari penjelasan hadits di atas. Hal ini merupakan fasilitas bagi umat Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan di dunia sampai di akhirat.
Shalawat pada Nabi
Tiga hal yang membuat seseorang merugi di akhirat yaitu, pertama: Orang yang disebut nama Rasulullah Muhammad SAW tetapi ia tidak membalas shalawat tersebut dengan bershalawat pula kepada beliau. Padahal hal itu merupakan sesuatu aktivitas yang sangat ringan dan mudah.
Shalawat merupakan wujud cinta umat kepada Rasulullah. Maka semakin sering bershalawat kepadanya menunjukkan kecintaan umat ini kepada Rasulullah semakin besar.
Oleh sebab itu bershalawat kepada Rasulullah dibutuhkan sebuah rasa dan asa untuk meluapkan cinta tersebut, dan tentunya dengan mencukupkan shalawat sebagaimana yang beliau ajarkan kepada kita merupakan kebaikan yang besar.
Di antara hikmah yang luar biasa ketika kita bersahalawat kepada beliau adalah shalawat itu akan disampaikan kepada Rasulullah. Hal ini yang memungkinkan sebagai umat akan mendapatkan syafaat beliau kelak di yaumul hisab.
Di samping itu bershalawat sekali kepada Rasulullah akan dibalas sepuluh kali lipat. Di samping hikmah yang lain sebagai rahasia yang kelak akan kita dapatkan.
Ramadhan Berlalu Begitu Saja
Kedua, bulan Ramadlan merupakan bulan terbukanya pintu ampunan selebar-lebarnya. dan banyak sekali keistimewaan bulan ini dibanding dengan bulan lainnya.
Maka sungguh suatu kerugian yang besar tatkala seorang hamba dapat berjumpa dengan bulan ini, akan tetapi tidak mendapatkan ampunan akan dosa-dosanya.
Hal ini menunjukkan bahwa kehidupannya tidak memiliki orientasi akhirat sama sekali. Yang ingin dicapai hanyalah kesenangan dunia, sehingga ia tidak bersungguh-sungguh menjalankan aktivitas ritual, khususnya di bulan Ramadlan ini.
Dengan tidak memanfaatkan bulan suci Ramadlan dengan baik, maka berarti ia menyia-nyiakan berbagai ‘fasilitas’ yang ada di bulan suci ini. Padahal waktu yang ia jalani begitu cepat berlalu dan belum tentu ia akan menjumpai Ramadhan tahun depan.
Pentingnya Birrul Walidain
Ketiga, birrul walidain atau berbuat baik kepada kedua orangtua merupakan kewajiban bagi seorang anak. Hal ini merupakan amanat Allah sebagai wujud rasa terima kasih atas jerih payah orangtua kepada anak-anaknya.
Orangtua telah merawat dan menyayangi anak-anaknya tanpa pamrih. Berbagai macam masalah yang mendera pada keduanya dijalaninya dengan penuh ketabahan.
Kedua orangtua berjuang demi kebahagiaan dan keselamatan anak-anaknya bahkan dengan mengerahkan seluruh waktu dan tanaganya. Khususnya bagi seorang ibu.
Maka sudah selayaknya anak membalas budi baik kepada kedua orangtuanya, walaupun dengan sebesar apapun masih belum dapat menyamai kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
Berapapun beban jumlah anak yang dianugrahkan oleh Allah kepada keduanya, merawat dan membesarkannya akan selalu dijalaninya dengan penuh ketabahan dan kesungguhan.
Tigal hal sebagaimana dalam hadits di atas jika dijalani dengan baik akan membuahkan hikmah yang besar, walaupun dalam hadits tersebut menjelaskan bahwa kerugian yang akan diderita terhadap orang-orang yang disinyalirnya.
Semoga Ramadlan 1441 Hijriyah ini mengantarkan kita untuk menjadi hamba Allah yang terampuni dosa-dosa kita dan selalu berbakti kepada kedua orangtua kita.
Dan jika di antara keduanya atau bahkan kedua-duanya sudah meninggal dunia maka kita selalu tidak lupa mengingatnya dengan berdoa memohonkan ampunan atas dosa-dosa keduanya, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini adalah versi online Buletin Umat Hanif edisi 40 Tahun ke-XXIV, 22 Mei 2020/29 Ramadhan 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan moblitas fisik.