Kembali Fitri Kembali Suci adalah Renungan Ramadhan oleh Ali Murtadlo mengulas pengertian Idul Fitri dan menjaga takwa yang telah diraih selama berpuasa.
PWMU.CO– Idul Fitri. Sesungguhnya tidak terlalu tepat diartikan kembali fitrah, kembali suci. Tapi merayakan untuk kembali berbuka (al-iftar). Kembali sudah bisa berbuka lagi.
Ucapan-ucapan kembali suci mungkin dihubungkan dengan upaya kita selama sebulan penuh untuk bertaubat dan mohon ampun di bulan penuh maghfirah sehingga usai Ramadhan kita merasa sudah bersih lagi. Kembali ke titik nol. Suci.
Tidak apa-apa. Perasaan sudah menjadi kembali menjadi kertas putih itu ada manfaatnya. Kita menjadi waspada. Sebisa-bisa menghindari noda. Jika kita punya niat yang kuat tetap menjaganya maka hidup kita akan sangat hati-hati.
Fully alert. Waspada penuh. Itulah takwa yang kita cari selama sebulan berpuasa seperti perbincangan antara sahabat Umar bin Khattab dengan Ubay bin Ka’ab yang dikenal ahli Quran itu.
Umar: Wahai Ubay, apakah takwa itu?
Ubay: Wahai Umar, apakah yang kau lakukan jika melewati jalan yang banyak durinya?
Umar: Tentu saja aku akan berjalan dengan hati-hati.
Ubay: Ya, itulah takwa.
Hati-Hati
Hati-hati. Waspada terhadap apa saja. Yang haram, makruh, mubah, sunnah dan wajib. Makan waspada apakah yang kita masukkan ke dalam mulut benar-benar halal dan thayyib.
Halal saja tidak cukup juga harus thayyib (baik) untuk tubuh. Jika kita menderita diabetes maka kolak yang terlalu manis kurang thayyib bagi kita. Jika makan di luar rumah, apakah kita juga yakin yang kita konsumsi itu benar-benar sudah benar-benar halal food.
Begitu juga minumannya. Peringatan Ubay bagaikan berjalan yang banyak duri, menjadikan kita tidak hanya memperhatikan makanan sekadar enak tidak enaknya, tapi juga halal haramnya.
Lalu cara mencari rezekinya. Apakah sudah benar-benar halal atau masih mengandung syubhat, meragukan, tak jelas halal haramnya. Jangan seperti perbincangan bernada gurauan di zaman permisif sekarang ini. Cari yang haram saja sulit, apalagi yang halal. Naudzubillah.
Lantas cara bertutur kata, sudahkah benar-benar lemah lembut dan membuat sekeliling kita tidak pergi (Al Imran: 159). Atau jika tidak bisa berbicara yang enak lebih baik diam (falyaqul khoiron au liyasmut).
Kemudian penggunaan mata, telinga dan hati kita. Mengapa Allah sampai mengatakan isi neraka nanti banyak dipenuhi oleh jin dan manusia yang gagal menggunakan tiga organ utama manusia itu (Al A’raf: 179).
Hati-hati. Itulah bekal kita mengarungi kehidupan sebelas bulan ke depan nanti. Jika kita benar-benar bisa melakukannya itulah anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada kita pada Ramadhan berwarna Covid kali ini.
Inilah berkah terbesar kita. Semoga kita benar-benar meraihnya. Hidup yang waspada. Bukan sembrono, lalai, nabrak sana-sini dan kengawuran lainnya. Untuk kembali fitri, kembali suci. Aamiin. Selamat Idul Fitri. (*)
Editor Sugeng Purwanto