PWMU.CO-Muhajirin muslimin Mekkah yang datang bergelombang ke negeri Abesinia (Habasyah) ternyata memanaskan konstelasi politik negeri di Afrika itu. Pihak oposisi menjadikan alasan untuk menekan Raja Najasyi segera lengser karena melindungi orang pelarian.
Kaum muhajirin pun cemas munculnya suasana konflik politik. Raja Najasyi sudah bersikap baik kepada mereka namun lawan politik malah menjadikan amunisi untuk menjatuhkannya. Memang Najasyi lambat laun condong kepada agama Islam.
Buku Kisah Dramatik Hijrah yang mendasarkan pada Sirah Nabawi Ibnu Hisyam menulis, salah satu muhajirin, Ummu Salamah, menceritakan kecemasan kaum muslimin berada dalam ketegangan situasi politik negara menghadapi pemberontakan yang mencekam.
”Kami tetap berada dalam keadaan yang aman hingga muncul seorang dari Habasyah yang berusaha menjatuhkan Najasyi dari kursi kerajaan,” cerita Ummu Salamah.
”Demi Allah, kami belum pernah melihat diri kami sedih seperti kesedihan saat itu. Kami khawatir orang tersebut dapat menjatuhkan Najasyi akibatnya tampillah orang yang tidak mengetahui hak kami seperti Najasyi mengetahui hak kami,” sambung Ummu Salamah lagi.
Saat itu kelompok oposisi Najasyi sudah berdemonstrasi ke istana. Mereka berteriak dan mengecam rajanya. ”Engkau telah meninggalkan agama kami dan masuk kepada agama mereka,” seru para pemberontak.
Aksi itu berlangsung terus hingga oposisi mendapatkan kekuatan besar. Kemelut politik semakin meruncing sampai memicu tantangan perang dari pemberontak.
Sebelum perang meletus, Najasyi memanggil Ja’far bin Abu Thalib untuk menjelaskan situasi negaranya. Najasyi sudah menyiapkan kapal untuk muhajirin untuk jaga-jaga bila situasi negara benar-benar tidak aman lagi bagi muhajirin.
”Naiklah kalian ke kapal tersebut dan tetaplah berada seperti keadaan kalian. Jika aku kalah, pergilah kalian kemana saja kalian sukai. Jika aku menang, tetaplah kalian di sini,” kata Najasyi.
Najasyi Beri Kesaksian soal Nabi Isa
Kemudian Najasyi menulis surat yang isinya dia bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan rasulnya. Dia juga bersaksi bahwa Isa bin Maryam adalah hamba Allah, rasulnya, ruhnya, dan kalimatnya yang ditiupkan kepada Maryam.
Surat itu dimasukkan di baju luarnya di pundak kanan. Lantas dia menemui para penentangnya yang berdemonstrasi di depan istana sambil berkata, ”Hai orang-orang Abesinia, bukankah aku orang paling berhak daripada kalian?”
”Ya, betul,” jawab mereka.
”Bagaimana kalian melihat sejarah hidupku?” tanya Najasyi lagi.
”Sejarah hidupmu adalah sejarah hidup yang paling baik,” jawab mereka.
Lantas Najasyi bertanya lagi,”Kalau begitu apa yang sedang terjadi pada kalian sehingga menentangku?”
Mereka menjawab,”Engkau telah keluar dari agama kami dan meyakini bahwa Isa hamba Allah.”
”Apa pendapatmu tentang Isa?” kata Najasyi bertanya.
Mereka menjawab,”Isa anak Allah.”
Sambil meletakkan tangan di dadanya, Najasyi berkata,”Saya bersaksi bahwa Isa adalah anak Maryam dan tidak lebih dari itu.”
Setelah mendengar pernyataan Najasyi, orang-orang pun yakin bahwa kepercayaan raja memang sudah berubah. Raja tidak meyakini Isa sebagai anak Tuhan seperti diajarkan dalam doktrin Nasrani. Mereka bubar. Tapi segera menggalang kekuatan lebih besar dengan menyusun pasukan untuk menggulingkan Najasyi.
Ketika pasukan pemberontak merasa kuat, mereka berbaris menuju ibukota hendak mengepung istana. Namun pasukan Najasyi menghadangnya di sepanjang sungai Nil sebelum sampai ke istana.
Kedua pasukan itu berhadapan yang terpisah oleh sungai. Pada akhirnya peperangan tidak dapat lagi dicegah ketika pasukan pemberontak terus berusaha membuka barikade.
Zubair bin Awwan Saksikan Perang
Suasana negeri Abesinia makin mencekam. Rakyat takut dan tidak berani keluar rumah termasuk kalangan muhajirin yang sudah berada di kapal. Tapi di tengah suasana tak menentu itu seorang sahabat berkata,”Siapa yang berani keluar untuk melihat jalannya peperangan kemudian datang membawa berita yang baik?”
Zubair bin Awwam berkata lantang, ”Saya siap!”
Para sahabat terkejut heran,”Kamu?” Zubair bin Awwam waktu itu masih sangat muda di antara para sahabat Nabi. Tapi karena tekadnya para sahabat menyetujuinya. Dengan dibekali kantung air minum yang dikalungkan di lehernya, Zubair berangkat menuju sungai Nil, tempat kedua pasukan bertemu.
Suasana hening lagi. Para muhajirin berdoa kepada Allah agar memberikan kemenangan kepada pasukan Najasyi. Setelah menunggu lama, tiba-tiba Zubair muncul dengan berteriak,”Ketahuilah dan bergembiralah, Najasyi menang, Allah membinasakan musuhnya.”
Mendengar kabar itu kontan muhajirin bersorak girang. Mereka bersyukur kepada Allah atas situasi yang menyenangkan ini.
”Demi Allah, kami belum pernah melihat diri kami sebahagia itu,” tutur Ummu Salamah lagi. Ketegangan negeri Abesinia berangsur-angsur mereda. Situasi dapat dikendalikan oleh pemerintah. Rakyat dan muhajirin merasa aman lagi karena tidak ada pertikaian politik. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto