PWMU.CO– Isu negara Islam dan jilbab ramai dibicarakan sejak tahun 1980-an di kalangan mahasiswa Yogyakarta. Pak AR Fachruddin pun tak luput dari pertanyaan itu.
Soal jilbab Pak AR menjawab,”Berjilbab itu baik sekali jika timbul dari kesadaran. Seorang wanita tidak bisa dikatakan kafir setelah berikrar dua syahadat, meski tidak berjilbab.”
Jawaban Pak AR yang normatif itu tidak memuaskan para mahasiswa karena kurang radikal. Jawabannya standar kurang ghirah sperti yang diharapkan aktivis mahasiswa muslim.
Isu negara Islam dan penerapan syariat juga ditanyakan. Jawaban Pak AR cukup panjang. ”Indonesia adalah negara yang secara esensial sudah Islam,” katanya. ”Para founding fathers yang merumuskan negara dan UUD 45 adalah ulama-ulama besar yang memahami betul tentang konsep negara Islam.”
Ada KH Agus Salim, KH Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, tiga tokoh Islam yang luas ilmunya. Negara Islam itu, sambungnya, tidak harus semua penduduknya beragama Islam dan mengikuti hukum Islam. Pemerintah Islam di Madinah zaman Rasulullah penduduknya ada yang beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
”Mereka dibiarkan memakai hukum agamanya selama tidak merongrong negara Islam Madinah. Karena itu saya menganggap Indonesia ini sudah negara Islam,” tandas Pak AR.
Menurutnya, tak ada gunanya menjelek-jelekkan pemerintah dan mengatakan Indonesia negara kafir. Kalau kemusliman para pemimpin belum sempurna mari disempurnakan. ”Jangan maki-maki. Nanti yang untung pihak ketiga. Bila dimaki-maki, pemerintah merasa tidak mendapat dukungan umat Islam. Akibatnya pemerintah tidak simpati. Dengan demikian yang rugi umat Islam,” ujarnya.
Lobi Pangdam Kalbar
Pak AR cerita pengalamannya. Suatu ketika mendapat laporan dari Muhammadiyah Pontianak saat mengadakan Musyawarah daerah dihentikan oleh Laksusda setempat. Pak AR yang saat itu berada di Kalimantan Barat berkunjung ke Pangdam. Kebetulan Pangdamnya orang Jawa Timur, Mayjen Seno, tentara RPKAD.
Pak AR berbicara dalam bahasa Jawa kromo inggil dan meminta maaf karena mengganggu kesibukan Pangdam. Pak Seno menerima salam dan maaf Pak AR dengan ramah. Setelah suasana kondusif, Pak AR menanyakan apa betul Musyawarah Daerah Muhammadiyah Pontianak disetop Laksusda.
Pangdam menyatakan, tidak ada apa-apa. Musyda disilakan jalan terus. Ternyata masalahnya terjadi miskomunikasi antara pihak keamanan dengan pengurus. Masalah selesai. Pangdam mengizinkan Pak AR ceramah di masjid-masjid di seluruh wilayah Kalbar tanpa izin pihak keamanan. Pangdam langsung mengirim teleks ke Kodim dan Koramil memberitahu Pak AR akan memberikan pengajian.
Kata Pak AR, menghadapi persoalan khususnya hubungan umat dan negara, kita tidak usah berpidato marah-marah, berdemo keras-keras, apalagi aksi anarkis. ”Mari kita rangkul, jangan jadikan musuh. Jadikan Islam bermanfaat kepada rakyat,” tuturnya. (*)
Kisah Pak AR dan isu negara Islam ini bisa dibaca di buku Pak AR Sang Penyejuk tulisan Syaefuddin Simon.
Editor Sugeng Purwanto