PWMU.CO – Peran jurnalisme sains di saat pandemi dibutuhkan masyarakat agar tidak terjadi kebingungan saat menerima informasi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan pengamat media dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Fajar Junaedi SSos MSi, Rabu (3/6/20).
Menurut Mas Jun, sapaannya, persoalan di Indonesia selalu berkutat pada komunikasi. “Persoalan kita sejak awal adalah tata kelola komunikasi kepada masyarakat. Bagaimana cara mengkomunikasikan informasi tentang Covid-19 pada masyarakat,” ungkapnya.
Informasi tentang Covid-19, kata Mas Jun, akan menjadi bias saat melalui buzzer media sosial. “Melalui buzzer, informasi yang diterima bukan lagi pembatasan sosial berskala besar, tetapi pelonggaran sosial berskala besar. Informasi tersebut menjadi bias,” ujarnya. Saat wacana ini didengungkan, lanjutnya, maka menimbulkan ketidakpastian terhadap masyarakat.
Lebih lanjut, Mas Jun menyampaikan, tugas penting media untuk mengurangi ketidakpastian informasi yang ada di masyarakat. Informasi yang bukan lagi menguras mata namun lebih mengarah kepada informasi positif.
“Letak ketimpangan informasi di masyarakat ini dapat diatasi dengan menyajikan data yang dibahasakan secara sederhana oleh media. Mengembangkan jurnalisme data atau sains melalui bahasa populer dan mudah dipahami oleh masyarakat dari berbagai kalangan umum,” paparnya.
Tantangannya ke depan pers di Indonesia harus mulai berkembang, tidak hanya menyampaikan berita hard news tapi menyampaikan berita dalam konteks feature. “Yaitu berita-berita yang mengandung sains yang dapat dipahami masyarakat. Sehingga lubang yang terjadi pada masyarakat bisa teratasi melalui jurnalisme sains,” tuturnya.
Seperti diketahui, jumlah penyebaran infeksi Covid-19 di Indonesia semakin hari semakin naik dan belum ada tanda-tanda menurun secara signifikan. Kini negara sedang menanggung kebingungan yang tidak berkesudahan.
Wacana new normal yang tidak benar-benar dipahami oleh masyarakat, protokol yang tidak begitu jelas, hingga pemerintah yang lebih mengindahkan pertahanan ekonomi negara dibandingkan dengan keselamatan rakyatnya.
Peran Jurnalisme Sains
Informasi yang bertebaran menyuguhkan ketidakpastian bagi pembacanya. Maka dalam hal ini, jurnalisme data atau sains layak disuguhkan kepada masyarakat untuk mengisi ketimpangan informasi yang tengah berada di Indonesia terkait Covid-19.
Tim Kesehatan Masyarakat Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) mengkonfirmasikan bahwa DKI Jakarta masih menjadi wilayah tertinggi pasien positif Covid-19, sementara Aceh menjadi wilayah terendah pasien positif Covid-19.
Beberapa kajian dilakukan untuk memahami penyebaran wabah Covid-19 yang terus naik dan mengukur apakah negara sudah layak menerapkan new normal atau belum. Ahli Epidemiologi Dr dr Titi menjelaskan, upaya polymeras chain reaction (PCR) yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat menutupi kasus yang ada di Indonesia.
“Ketimpangan antara jumlah PCR dengan jumlah penduduk Indonesia sangat jauh berbeda. Sehingga upaya untuk melihat kondisi sebenarnya dari pasien terduga positif di Indonesia ini masih sangat sulit,” ujarnya.
Pemerintah kini pun mengutamakan kondisi ekonomi negara, dimana ekonomi juga masih menjadi persoalan yang genting. Jika ekonomi negara menurun maka upaya penyelamatan rakyatnya untuk hadapi pandemi ini juga akan berpengaruh.
Alangkah baik jika masyarakat benar-benar memahami situasi yang seperti ini agar tidak terjadi sikap berlebihan dalam kebijakan pelonggaran PSBB. Maka ini adalah sebuah tugas penting bagi media untuk mengatasi persoalan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. (*)
Penulis Budi Santoso. Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.