Kata Nabi tentang Ridha Pembawa Nikmat ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ، مَنْ رَضِيَ بِالله رَبًّا، وَبِالإِسْلامَ دِيناً، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً».
Dari ‘Abbas bin ‘abdil Muththalib bahwasannya Rasulullah bersabda: “Kenikmatan iman yaitu siapa yang ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai dien, dan Muhammad sebagai utusan Allah.” (HR Muslim).
Ridha dari akar kata radhiya yardha yang berarti taqabbulu maa yaqdha bihillah ghaira taraddudin walaa mu’aaridlatin. Yakni menerima apa yang ditentukan Allah tanpa keberatan atau menentang. Ridha merupakan pintu untuk meraih kebahagiaan dalam setiap aktivitas di dunia ini bagi seorang hamba yang yakin.
Modal Ridha
Maka ridha itu bagi yang memiliki keyakinan yang kuat. Bagaimana kami tidak ridha sedangkan Allah itu ar-Rahman yakni Maha penyayang, lebih sayang dari seorang ibu kepada anaknya?
Bagaimana kami tidak ridha sedangkan Allah itu al-Alim yakni Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya dan yang membahayakan bagi hamba-Nya. Sedangkan seorang hamba tidak tahu-menahu kecuali apa yang telah terjadi padanya?
Bagaimana kami tidak ridha sedangkan Allah itu al-Lathif yakni Maha lembut, Allah menguji hamba-Nya dengan sedikit kesulitan dalam rangka menghapus dosanya.
Bagaimana kami tidak ridha sedangkan Allah itu al-Wadud yang Maha lemah lembut dengan selalu memberi nikmat-Nya yang tidak dapat dikalkulasi.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (an-Nahl 18).
Dengan demikian janganlah kita takut atau khawatir selama kita tetap berusaha konsisten di jalan-Nya.
Ridha Allah sebagai Tuhan
Ridha Allah sebagai Tuhan yaitu dengan taat terhadap perintah Allah karena di dalamnya pasti mengandung hikmah dan manfaat yang besar. Ridha Allah juga bermakna menjauhi terhadap apa yang dilarang karena di dalamnya pasti mengandung kemudharatan bagi setiap pelakunya.
Ridha terhadap semua keadaan yang dialami baik berupa kesenangan sebagai anugerah atau berupa kesusahan sebagai musibah. Bahwa semua itu adalah berdasar takdir Allah kepada kita. Dan meyakini dalam keadaan bagaimanapun hal itu mengandung kebaikan bagi kita.
Ridha Islam sebagai Dien
Ridha Islam sebagai dien merupakan pintu kebahagiaan kedua setelah ridha Allah sebagai Rabb kita. Islam mengandung dua unsur yaitu perintah dan larangan, keduanya merupakan wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Sama dengan kita menyayangi anak-anak kita sebagai orang tua, tentu ada perintah dan larangan. Dalam hal ini tidak ada keberatan dalam diri terhadap hukum atau syariat Islam, sekalipun hal itu bertentangan dengan hawa nafsu.
Selalu tunduk dan patuh walaupun tidak sesuai kehendak hawa nafsu diri. Bahkan walaupun kebanyakan orang tidak sependapat atau kemudian diasingkan, tetap ridha terhadap hukum Allah.
Ridha Muhammad sebagai utusan Allah
Ridha Nabi Muhammad sebagai utusan Allah merupakan satu kesatuan dari keridhaan dengan dua hal di atas yaitu ridha Allah sebagai Rabb dan ridha Islam sebagai dien.
Bahwa Rasulullah SAW memiliki otoritas untuk menentukan suatu hukum sesuai dengan yang telah diwahyukan kepada beliau.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (an-Najm: 3)
Ridha Sumber Kebahagiaan Sejati
Kita harus ridha dengan keadaan penciptaan kita di antaranya: bentuk tubuh, warna kulit, suku dan bangsa, dan lain sebagainya. Semua keadaan itu merupakan anugerah yang harus diterima dengan sebaik-baiknya sambil terus merasa bersyukur atas karunia-Nya yang begitu besar.
Sungguh orang-orang yang hidupnya dipenuhi keridhaan terhadap apa yang telah diputuskan oleh Allah terhadap dirinya, niscaya Allah akan memenuhi hatinya dengan kebagaiaan dan keridlaan dari-Nya.
Dan sebaliknya jika ia tidak rela dengan keputusan Allah pada dirinya, ia akan menjadi orang yang selalu merasa gelisah dan sengsara dalam kehidupannya.
إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ بِقَدَرٖ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (al-Qamar 49).
Dan masih banyak keterangan dalam al-Quran bahwa Allah yang telah menciptakan semuanya dan telah memberikan kadarnya masing-masing.
Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa iman itu memiliki aroma dan rasa yang nikmat, dan hanya dapat dicapai oleh orang yang beriman.
Aroma dan rasa lezatnya iman itu dapat dicapai dengan ridha atas yang ada dalam kehidupan ini bahwa kita adalah sebagai hamba Allah, islam sebagai way of life dan Rasulullah sebagai uswah dan qudwah (fans) bagi kehidupan kita.
Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai mukmin yang dapat merasakan nikmat dan lezatnya iman. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini adalah versi online Buletin Umat Hanif edisi 42 Tahun ke-XXIV, 5 Juni 2020/13 Syawal 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan moblitas fisik.