PWMU.CO – Jika sekolah dibuka lagi, ini komentar para guru, wali siswa, dan siswa SMP Musasi saat mengutarakan unek-uneknya, Jumat (5/6/20).
Seperti yang disampaikan salah seorang Guru SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo (SMP Musasi) Eko Subekti. Dia mengaku kurang setuju jika sekolah dibuka lagi. “Saya merasa tidak setuju jika siswa masuk sekolah. Mengingat jumlah pasien Covid-19 yang masih terus bertambah, maka akan sangat berbahaya jika para siswa kembali sekolah,” ungkapnya.
Khawatir OTG
Wali kelas VII-J sekaligus guru mata pelajaran Bahasa Jawa itu mengaku khawatir saat sekolah dibuka kembali. Menurutnya, banyak orang tanpa gejala (OTG) dengan kondisi sehat-sehat saja. “Belum tentu mereka (yang kelihatan sehat) terbebas dari paparan Covid-19. Apalagi jika harus berinteraksi dengan orang-orang yang mempunyai riwayat penyakit akut/kronis,” terang Eko.
Menurutnya, ketika sekolah dibuka, suasana sekolah mungkin dirasa berbeda dibanding sebelumnya. Para siswa dan guru akan merasa lebih khawatir saat berinteraksi satu sama lain,” tuturnya.
Hal senada disampaikan Siti Zumaroh, guru mata pelajaran Al-Islam SMP Musasi. Dia mengingatkan, saat sekolah diperbolehkan beroperasi kembali harus memenuhi protokol kesehatan Covid-19. “Tentunya akan ada banyak protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Seperti jaga jarak dan membatasi kerumunan,” ujarnya.
Menurut perempuan yang biasa disapa Bu Zum itu, kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan jika dilakukan secara langsung. “Adanya interaksi secara langsung, sehingga mengetahui secara nyata seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru,” ungkapnya.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat para guru, siswa-siswi SMP Musasi mengungkapkan hal yang sama. Ghaida Kamila, siswi asal kelas VII-J mengatakan tidak setuju jika siswa kembali masuk sekolah. “Saya khawatir para siswa yang terpapar Covid-19 menjadi lebih banyak jika sekolah diperbolehkan masuk,” tutur Kamila, sapaannya.
Kamila juga memperkirakan, suasana belajar di sekolah akan berubah saat diperbolehkan masuk nanti. “Banyak kegiatan pembelajaran terbatasi dengan kebijakan protokol kesehatan Covid-19 di sekolah,” lanjut dia.
Hal senada disampaikan Diva Aisyah Ayu, siswi kelas VII-J itu tidak sepakat sekolah dibuka kembali, mengingat kasus persebaran Covid-19 di Jawa Timur yang masih terus meningkat. “Saya tentu lebih suka belajar secara tatap muka, karena bisa berinteraksi langsung dengan guru dan teman-teman. Namun kita harus menahan diri agar tidak jatuh korban lebih banyak,” katanya.
Patuh dan Disiplin Protokol Kesehatan
Salah seorang wali siswa SMP Musasi Fahmi Sudirman mengatakan, saat sekolah dibuka kembali, pihak sekolah harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan patuh dan disiplin. “Mungkin beberapa cara di antaranya adalah membagi kelas menjadi dua, kegiatan belajar mengajar dikurangi/hanya setengah hari, serta meniadakan jam istirahat agar dapat mengurangi kerumunan,” paparnya.
Selain itu, lanjut dia, siswa dan guru pun harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi. Mereka diimbau membatasi interaksi serta menjaga jarak. Bila ada yang sakit, tidak perlu masuk sekolah agar tidak menulari yang lain. “Mekanisme pembelajaran yang berubah ini tentu akan membuat suasana sekolah terasa berbeda dibanding sebelumnya,” ujarnya.
Ayah dari Fian Nur Afiano Sudirman itu mengaku khawatir, jika sekolah diperbolehkan masuk lagi. “Sejujurnya masih khawatir dengan rencana diperbolehkannya sekolah kembali beroperasi. Jika nanti ada kebijakan tersebut, tentu harus mematuhi protokol kesehatan yang ada,” jelasnya.
Lain halnya dengan Luluk Sulistyorini, wali siswa dari Yusuf Lazuardi Putra Satriyo. Menurutnya, jika normal baru diterapkan di sekolah maka ada kewaspadaan tinggi terhadap Covid-19. “Minimal kita bisa menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan secara disiplin,” kata dia.
Selama masa belajar di rumah, Luluk Sulistyorini banyak-banyak mengingatkan anak-anaknya agar tertib beribadah. “Selalu mengingatkan agar mereka tidak melupakan shalat dan senantiasa membaca al-Quran. Termasuk menganjurkan agar mereka tidak sering memegang ponsel dan menggantinya dengan aktivitas lain seperti membaca buku, menulis, atau menggambar,” tambahnya
Penulis Sekarayu Faradi Susilo. Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.