Arahkan Teropong Bisnis ke Teknologi Ini. Kolom ditulis Phonny Aditiawan Mulyana, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surabaya.
PWMU.CO – Bisnis apa yang sangat strategis di saat dan pascapandemi Covid-19? Pertanyaan itu perlu kita jawab untuk memberi pandangan bagi pelaku bisnis agar tetap survive.
Pandemi Covid-19 mengharuskan pelaku bisnis mengganti kaca matanya dengan ‘teropong’ yang mampu menunjukkan dengan jelas visi transformasi bisnis jauh ke depan.
Perubahan tiba-tiba dan terpaksa di medan bisnis baik dari sisi operasi, supply chain (rantai pasokan), preferensi konsumen, dan permintaan konsumen adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari.
Dalam teropong post-pandemic setidaknya ada beberapa teknologi vital yang tidak boleh luput menjadi perhatian dunia bisnis jangka panjang. Di mana embrio tren pergerakannya didukung penuh oleh pandemi sebagai endorser-nya—yang sebenarnya sudah bisa kita saksikan sejak saat ini.
Berikut kita bahas sedikit beberapa faktor yang menurut penulis harus diantisipasi dunia bisnis secara umum di era pandemi dan pascapandemi Covid-19.
Printer 3D
Teknologi ‘baru’ yang memungkinkan konsumen individual memproduksi secara customized berbagai macam ragam benda: kecil hingga besar, dengan material yang sangat bervariasi—mulai dari skala kebutuhan individu sampai dengan skala massal.
Teknologi ini mampu menggeser konsep customized product yang selama ini diimani merupakan satu-satunya jalan ‘mahal’ bagi konsumen. Yaitu mereka yang menginginkan produk dengan kekhasan preferensi individual menjadi tidak lagi valid.
Printer 3D sendiri sejatinya adalah teknologi lama yang sejak 2016 sudah tersedia di tiga persen rumah tangga warga Australia—tidak termasuk yang tersedia di sekolah, univeritas, perpustakaan, dan komunitas lainnya.
Di Negeri Kangguru teknologi ini sedang dan akan menciptakan powerfull consumer di seluruh penjuru dunia. Dengan memindahkan kemampuan produksi dari pihak manufaktur langsung ke tangan konsumen individual yang bisa dilakukan dengan mudah di rumah masing-masing.
Sebagai inovasi teknologi, sebenarnya sudah lama penulis membaca artikel dan melihat video-video bagaimana printer 3D sudah jamak digunakan secara mandiri oleh kreator independen. Baik individu maupun komunitas atau kelompok, sejak empat tahun terakhir.
Namun penetrasi penggunaan printer 3D pascapandemi akan semakin masif. Hal itu seiring dengan peningkatan penggunaan printer 3D sebagai cara masyarakat global dan manufaktur membuat jutaan APD (alat peindung diri) dan alat-alat kesehatan sebagai respon pandemi Covid-19, seperti respirator dan face shield dalam skala besar.
Hal ini tentunya akan mendorong lebih banyak awareness konsumen untuk memakai dan mengoptimalkan potensi teknologi ini dalam memenuhi kebutuhan lain individual konsumen di masa depan dengan cost efficiency yang semakin meningkat.
Bayangkan jika 2-3 tahun ke depan penetrasi teknologi printer 3D sudah seperti penetrasi kepemilikan mobile phone di tangan konsumen saat ini. Jika itu terjadi maka konsumen akan sekaligus berperan menjadi produsen di saat yang sama. Dan efek dominonya akan mengubah pola dan strategi supply chain konvensional menjadi berbeda sepenuhnya.
Otomasi: Humanoid dan Drone
Pandemi semakin meneguhkan fakta bahwa posisi manusia sebagai bagian dari faktor produksi secara de facto memiliki beberapa kelemahan. Batasan fisik dan psikologis adalah salah dua dari defect (kelemahan) manusia yang semakin kentara di era pandemi.
Ketakutan tenaga kesehatan dan korban yang berjatuhan dari tenaga kesehatan akibat kelelahan fisik dan terpapar Covid 19 adalah sebagian embrio yang kita bisa lihat di era pandemi.
Dampaknya, penggunaan otomasi melalui kolaborasi artificial Inteligence (deep learning) dan teknologi robotic berhasil menciptakan ‘manusia’ listrik. Robot dengan format tercanggih yang disebut sebagai humanoid—yang batasan fisik dan psikologisnya mampu mengalahkan manusia sendiri dalam melawan pandemi.
Secara global, laporan beberapa rumah sakit (RS) sudah mengaplikasikan robot canggih untuk menggantikan tugas dari perawat atau dokter jaga. Tugas itu untuk pekerjaan-pekerjaan rutin yang berisiko tinggi. Seperti melakukan disinfektasi ruang RS atau mengantar dan mengambil sample medis.
Hal yang sama juga dilakukan dunia bisnis global dalam bidang pelayanan. amazon.com dan walmart.com raksasa online ritel dunia adalah yang sebelum pandemi sudah menggunakan robot terlebih dahulu dalam efisensi operasinya dan semakin besar penggunaannya saat ini. Begitu pula alibaba.com dan jd.com yang mulai menggunakan teknologi drone untuk melakukan delivery pesanan di masa pandemi.
Robot Artits
Paling advance, robot ‘artist’ yang selama ini sudah menjadi sosial media darling seperti atlas dan spot yang sejatinya adalah robot pintar untuk keperluan militer setelah dijual kepemilikan perusahaan produsennya yaitu Boston Dynamics oleh Google x kepada Softbank Groups pada 2017.
Robot ‘artist’ ini mulai dijual secara komersil sejak pertengahan September 2019 dan mendapat respon positif. Kemudian ditingkatkan fungsi dan kegunaannya selama masa pandemi.
Selain digunakan pada fasilitas kesehatan dalam tugas telemedicine dan tugas penting lainya seperti ditulis bostondynamics.com/COVID-19, teknologi juga digunakan oleh pemerintah Singapura sebagai petugas patroli era lockdown di taman-taman kota.
Pendek kata, menggantikan tugas manusia untuk meminimalisasi kontak (physical distancing) dan penyebaran virus melalui penggunaan teknologi robotik pintar di banyak format bisnis—mulai dari manufaktur hingga jasa—adalah pilihan investasi yang dinilai terbaik saat ini agar bisa tetap survive.
Jika menurut laporan riset tahun 2017 dari McKinsey Global Institute’s diprediksikan akan ada 400-800 juta orang yang tergantikan karena otomasi pada 2030, maka pascapandemi prediksi ini banyak diyakini akan semakin cepat terjadi. Be aware and be ready!
Dua hal tersebut adalah variabel teknologi yang harus masuk menjadi list prioritas dunia bisnis dalam membangun strategi jangka panjang postpandemic, selain peningkatan penggunaan e-money dan internet yang secara umum sudah dirasakan dan disadari para pelaku bisnis.
Jadi sebagai pelaku bisnis pastikan teropong Anda mengarah pada sasaran yang benar untuk menyambut new normal jangka panjang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.