Celurit PKI Dikalungkan di Leher Bapak Saya ditulis oleh Aji Damanuri, dosen IAIN Ponorogo dan Sekretaris Majelis Tabligh dan Tarjih PDM Tulungagung.
PWMU.CO-Isu PKI yang ramai lagi di tengah pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila di DPR mengingatkan cerita bapak saya, H Romali. Bapak saya ini pembawa dan pendiri Pimpinan Ranting Muhammadiyah Ngunggahan Bandung Tulungangung.
Peristiwanya dalam tahun 1960-an saat jayanya Partai Komunis Indonesia (PKI). Bapak bersama beberapa temannya berangkat ke pesantren Jalen Banyuwangi berguru pada Kiai Ibrahim dan Kiai Dimyati. Ini pondok tertua cikal bakal pondok-pondok lainnya.
Setelah beberapa tahun mengaji di pondok ini, H Romali pulang kampung di Ngunggahan untuk mengamalkan ilmunya. Mengajar ngaji di masjid dan madrasah diniyyah. Teman-temannya juga menjadi ustadz di masjid dan mushala di wilayah Bandung.
Hiruk pikuk politik PKI juga terasa sampai ke desa Bandung. Ketegangan antara kaum santri dan abangan. Misalnya ketika Romali mengajar ngaji atau sedang khutbah Jumat, kaum abangan mengganggu dengan membunyikan tabuhan langgam Jawa, tledek, menurut istilah Tulungagung. Teguran halus disampaikan, tetapi mereka memang sengaja karena menggelar tledek tiap Jumatan.
Orang-orang PKI juga suka mabuk, judi, menghidupkan danyangan sehingga ketegangan terus terjadi. Beberapa kali menghina orang shalat itu perilaku bodoh.
Risiko Khutbah Keras
Suatu hari Romali menyampaikan khutbah agak keras menyindir kaum abangan. ”Biyen jaman Yahudi ono wong-wong Bani Israel kang ora gelem Sabtuan, ibadah Sabath. Saben ono Sabtuan wong-wong Yahudi podo kerjo golek iwak ning kali utowo nglakoni gawean liyane, intine ora gelem ibadah, mulane kalih gusti Alloh wong-wong mau disedake dadi kethek, mulane wong-wong sing ora gelem Jumatan kae podo karo kethek.”
Artinya, di zaman Yahudi dulu orang-orang Bani Israel tidak ibadah Sabath. Mereka memilih mencari ikan atau mengerjakan pekerjaan lainnya. Kemudian dikutuk oleh Allah menjadi monyet. Jadi orang-orang yang tidak mau Jumatan itu sama dengan monyet.
Khutbah itu sampai juga ke telinga orang-orang PKI setelah diceritakan dari mulut ke mulut. Tak pelak mereka marah dan tersinggung. Lantas menggalang massa untuk menangkap Romali. Sambil berteriak dan ucapkan yel-yel partai mereka mengarak ke kantor kecamatan dengan celurit PKI mengalung di leher Romali.
Sesampai di kecamatan mereka menuntut agar Romali dihukum penjara dan dilarang berkhutbah. Bersyukur saat itu datang pasukan hitam Masyumi membela dan menyelamatkannya. H Mujeri dari pasukan baret hitam Masyumi bernegosiasi dan meyakinkan pihak abangan bahwa tidak akan ada lagi khutbah yang seperti itu. Massa lalu membubarkan diri.
Mujeri pada masa berikutnya mengajar di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Bandung dan menjadi guru banyak aktivis Muhammadiyah.
Mengamalkan Ajaran Muhammadiyah
Sejak saat itu ada komunikasi yang baik antara H Mujeri dan Romali. H Mujeri adalah aktivis Masyumi dan Pengurus Muhammadiyah Cabang Bandung. Romali mulai tertarik dengan pemikiran Muhammadiyah karena beberapa ibadah ternyata juga pernah diajarkan oleh Kiai Ibrahim di pondoknya. Seperti tarawih delapan rakaat, boleh tidak qunut Subuh, pujian harus dengan doa, niat boleh tidak dilafalkan.
Sejak itu berdirilah Ranting Muhammadiyah Ngunggahan. Sejak itu Romali melakukan perubahan dalam beribadah. Shalat dengan tuma’minah. Lebih lama. Tarawih dan witir 11 rakaat, shalat Subuh tanpa qunut. Hanya pujian bakda adzan tetap ada. Saya masih ingat ketika kecil masih pakai pujian menunggu shalat. Waktu kelas 3 SD pujian sudah tidak ada lagi.
Salah satu tindakan keras Romali yang masih dikenang hingga kini adalah mengobrak-abrik danyangan. Yaitu pohon beringin besar yang diberi sesaji. Ketika para penyembah pohon ini habis menaruh sesaji, malam harinya sajen itu dilempar-lempar ke atas sehingga menyangkut di ranting-ranting.
Esok hari gemparlah warga. Warga langsung menuduh ini pasti ulah Romali walaupun tidak menyaksikan. Romali dengan enteng menirukan gaya Nabi Ibrahim menjawab tuduhan itu. ”Takono marang danyangan kae lo, paling masakanmu ora enak terus demite ngamuk.”
Artinya, tanyakan kepada danyangan sana, mungkin masakanmu tidak enak sehingga hantunya mengamuk. Ketika mendengar jawaban seperti itu, mereka cuma marah sambil menggerutu.
Ketika meletus pemberontakan PKI tahun 1965, Romali bergabung dengan pasukan baret hitam Masyumi membantu tentara menangkap anggota PKI. Banyak yang sudah ditangkap oleh tentara dan dikirim ke lain daerah. Sementara yang dieksekusi di wilayah Tulungagung adalah orang PKI dari daerah lain.
Romali ingin mencari orang-orang PKI yang pernah mengaraknya ke kecamatan dengan mengalungkan celurit PKI di lehernya. Ternyata mereka semua sudah hilang entah kemana.
Setelah PKI tumbang, Romali mulai mendakwahkan Muhammadiyah dengan terang-terangan untuk memurnikan akidah, memotong pohon beringin dan dibakar agar tak dijadikan sesembahan. Meskipun dakwah ini belum menyeluruh ke semua lapisan masyarakat tapi kesadaran tauhid banyak tumbuh. Kesadaran ber-Muhammadiyah juga makin tinggi. (*)
Editor Sugeng Purwanto