PWMU.CO – KH M Anwar Zain Tokoh Muhammadiyah Milik Umat. Tokoh yang menjabat Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur tiga periode (1968-1989), dilahirkan di Kampung Dapuan (kawasan Ampel), Surabaya, pada 22 Juli 1916.
Ayahnya bernama Muhammad Zain—seorang petani tambak bandeng di daerah Morokrembangan, Surabaya. Dan ibunya bernama Nur Khodijah.
Anwar Zain menempuh pendidikan di madrasah al-Irsyad Surabaya, di bawah bimbingan Ustadz Umar Hubeisy, seorang ‘ulama al-Irsyad. Selain itu, ia juga belajar agama di bawah asuhan KH Mas Mansur, perintis Muhammadiyah di Surabaya.
Pendidikan awalnya ini sangat berpengaruh terhadap penguasaan pengetahuan agama, kepribadian, dan kepemimpinan Anwar Zain di kemudian hari.
Ketika masih belajar di al-Irsyad, pada 1937, ia menikah dengan Siti Solihah (lahir 1922), dan sampai akhir hayatnya dikaruniai 13 anak (Siti Zakiyah (alm), Ach. Farid, Ach. Fananie, Markum Al Muhammadi, Sri Qudsi Utami, Sri Laili Sulasi, Ach. Sauqi Alm. Siti Aisyah, Chusnal Aini, Siti Alifah, Nuri Rudyati, Elok Nurrochmi, dan Ahmad Fuadi).
Awal Bergabung Muhammadiyah
Setelah menikah dan menyelesaikan pendidikan di al-Irsyad, setahun kemudian, ia mulai bergabung dengan kegiatan Pemuda Muhammadiyah dan menjadi salah satu anggota pimpinannya. Pada akhir 1930-an, pimpinan Pemuda Muhammadiyah Surabaya adalah Maryadi.
Pada masa awal keterlibatannya di Muhammadiyah, ia sudah mulai merintis pendirian beberapa lembaga pendidikan, termasuk yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 2, di Jalan Genteng Muhammadiyah 28, Surabaya.
Hal itu dilakukan terutama pada saat ia menjabat sebagai pimpinan (ketua) Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah Surabaya, pada awal 1940-an.
Selama masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, ia melibatkan diri dalam kelaskaran Hizbullah. Sementara keluarganya tinggal berpindah-pindah, dari Kampung Dapuan ke Gili (Pabean), dan kemudian Genteng, di mana ia merintis sekolah Muhammadiyah.
Setelah kemerdekaan pada 1945 dan terjadinya peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya, ia dan sebagian anggota keluarganya pindah (mengungsi) dari satu kota ke kota yang lain, mulai Sepanjang, Pare (Kediri), Jombang (1 tahun), Kudus (3 bulan), Solo (3 bulan) dan Nganjuk (4 tahun), sebelum pada akhirnya kembali ke Surabaya pada 1950.
Selama masa “pengungsian” tersebut, ia tetap aktif di Muhammadiyah sambil berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Terjun ke Dunia Politik
Sejak awal 1950-an, ia terlibat aktif di partai politik, menjadi anggota dan pimpinan Masyumi di Surabaya bersama beberapa tokoh lain, seperti Abdul Wahid Suyoso, Misbach, Saleh Umar Bayasut, dan Mas’ud Atmodiwirjo.
Keaktivannya dalam Masyumi mengantarkannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya. Ia bahkan pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atau Konstituante, sebelum akhirnya majelis itu dibubarkan oleh Presiden Sukarno melalui Dekrit 19 Juli 1959.
Setelah Masyumi membubarkan diri pada 1960, Anwar Zain meninggalkan kegiatan politik praktis, dan kembali aktif di Muhammadiyah, sambil menjalankan usaha dagang dengan membuka toko roti dan menjadi agen rokok untuk menopang kehidupan keluarganya.
Karena pengalaman, ketokohan dan dedikasinya, ia dipercaya menjabat Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya (1964-1967), menggantikan dr M. Suwandhie.
KH M Anwar Zain pernah menjadi ketua panitia Musyawarah Nasional (Munas) Tabligh Muhammadiyah pada 18-22 November 1964, di GNI Jala Bubutan 85, Surabaya. Munas berlangsung meriah, disertai pawai besar keluarga besar Muhamamdiyah dan organisasi Islam lain di Surabaya.
Jadi Ketua PWM Jatim
Pada 1968, ia terpilih sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, menggantikan Usman Muttaqien. Pada masa kepemimpinannya, ia mengembangkan kebijakan dan program yang mengarah kepada perbaikan manajemen organisasi, peningkatan amal usaha dan jaringan komunikasi dengan kalangan internal dan eksternal.
Kepemimpinannya diterima dengan baik oleh warga Muhammadiyah, dan hubungannya dengan organisasi Islam lain dan partai politik juga sangat baik.
Ia tidak lagi melibatkan diri dalam politik praktis, dan sepenuhnya menekuni kegiatan dakwah di Muhammadiyah. Ia selalu menerima undangan untuk berdakwah di tempat atau ranting Muhammadiyah yang terpencil sekalipun.
Dapat dikatakan, hampir seluruh cabang di Jawa Timur pernah dikunjungi. Ia juga pernah mendapatkan undangan untuk memberikan pengajian akbar di hadapan masyarakat Muslim di Ambon, Maluku, pada 1393 H/1974 M.
Sebagai Ketua PWM, Anwar Zain mengalami masa-masa sulit. Dekade 70-an bagi Muhammadiyah dapat dianggap sebagai masa yang berat, karena beberapa kebijakan politik pemerintahan Orde Baru membatasi ruang gerak organisasi, khususnya anggota Muhammadiyah yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan.
Namun dengan kepemimpinan dan kemampuan komunikasi yang dimiliki, ia dapat mengatasi masa-masa sulit tersebut. Pada masa kepemimpinannya, Muktamar Muhammadiyah ke-40 diselenggarakan di Surabaya pada 24-30 Juni 1978. Muktamar tersebut berjalan dengan meriah, lancar dan sukses, karena kerja sama yang baik dengan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah Jawa Timur.
Terpilih Kembali
Dalam Musyawarah Wilayah yang diadakan pada 28-29 Oktober 1979, KH M Anwar Zain terpilih kembali sebagai Ketua PWM Jawa Timur.
Dalam sambutan yang disampaikan pada acara pelantikan pimpinan wilayah Muhammadiyah, Aisyiyah, dan Nasyiatul Aisyiyah pada 24 Maret 1979, ia menegaskan pentingnya perbaikan manajemen organisasi, pengembangan amal usaha Muhammadiyah dan peningkatan ukhuwah Islamiyah.
Pada periode kedua sebagai Ketua PWM, penataan manajemen dan administrasi dan pengembangan amal usaha di bidang pendidikan dan kesehatan semakin digalakkan.
Lembaga pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi didirikan dan dikembangkan. Demikian juga balai kesehatan dan rumah sakit dibangun untuk meningkatkan pelayanan Muhammadiyah kepada masyarakat.
Ketokohan dan kepemimpinan Anwar Zain menjadi salah satu faktor yang menentukan perkembangan Muhammadiyah dan amal usahanya. Sebagai figur yang memiliki pengalaman dan kepemimpinan yang dapat diterima oleh masyarakat, ia menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berpengaruh, baik dalam masyarakat Jawa Timur maupun dalam hubungannya dengan pemerintah.
Pengaruh Muhammadiyah semakin meluas dengan pertambahan jumlah cabang, ranting, dan amal usaha.
Pada masa kepemimpinannya, ia memberikan perhatian kepada kaderisasi melalui pembentukan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) yang ditempatkan di Universitas Muhammadiyah Surabaya, yang dikelola di bawah seorang direktur, dr Moh. Suherman.
Perhatian terhadap kaderisasi dan pendirian Pusdiklat ini merupakan pelaksanaan dari amanat dan hasil Muktamar ke-40 tahun 1978.
Periode kedua kepemimpinan Anwar Zain berlangsung agak panjang, karena pelaksanaan Musywil harus menunggu diadakannya Muktamar ke-41 di Surakarta yang ditunda.
Penyebabnya menunggu selesainya pembahasan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengharuskan seluruh organisasi kemasyarakatan untuk mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi.
Problem Solver
Dalam Musywil pada 8 Februari 1986, Anwar Zain kembali terpilih untuk kali ketiga sebagai Ketua PWM Jawa Timur (periode 1985-1990). Terpilihnya kembali Anwar Zain menunjukkan bahwa ketokohan dan kepemimpinannya diterima dan diakui oleh Muhammadiyah di Jawa Timur.
Periode ketiga ini tidak bisa ia selesaikan sampai akhir. Pada saat dilaksanakan Sidang Tanwir di Malang pada pertengahan Juni 1989, KH M Anwar Zain jatuh sakit, sampai meninggal pada bulan Agustus 1989.
Semasa hidupnya, selain menjabat pimpinan Muhammadiyah, Anwar Zain yang telah menunaikan ibadah haji sebanyak 3 kali, juga aktif dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, sebagai salah satu ketua (1980-1989).
Ketua Umum MUI Jawa Timur waktu itu adalah KH Misbach, temannya semasa di Masyumi pada 1950-an. Dalam kapasitas sebagai pengurus MUI, ia pernah melakukan kunjungan ke Malaysia (1987).
Di mata kawan seperjuangan dan keluarganya, Anwar Zain adalah seorang figur pemimpin yang patut diteladani. “Ia adalah tokoh yang memiliki kepribadian sederhana, kalem dan tangguh, sehingga layak sebagai pimpinan Muhammadiyah,” kenang Nurhasan Zain yang pernah menjabat Sekretaris PWM pada masa Anwar Zain.
Kepemimpinannya dicirikan oleh tanggungjawab yang tinggi, dedikasi dan kemampuan mengatasi persoalan yang dihadapi oleh Muhammadiyah di Jawa Timur secara tuntas. Ini adalah ciri kepemimpinan modern yang menekankan pada pemecahan masalah (problem solving).
Untuk Muhammadiyah
Sebagian besar masa hidup dan waktunya banyak digunakan untuk mengabdi di Muhammadiyah, sampai timbul perasaan di kalangan anggota keluarganya bahwa ia menomorduakan keluarga. Tidak jarang pimpinan wilayah, daerah, cabang dan ranting datang berkonsultasi di rumahnya bahkan pada jam-jam yang semestinya digunakan untuk istirahat dan keluarga.
Namun, keluarga menyadari dan memahami bahwa tenaga dan pikirannya dibutuhkan oleh masyarakat, dan “Bapak sudah menjadi milik Muhammadiyah dan umat Islam,” kata Ahmad Fuadi, salah satu putra Anwar Zain.
Perhatian Anwar Zain kepada pendidikan agama dan akhlak sangat tinggi, dan menekankan kepada keluarganya mengenai pentingnya kerukunan di antara sesama saudara. Ajaran, pesan dan nasehat inilah yang sering disampaikannya.
Tidak hanya dalam dakwah atau khutbah, tetapi juga di berbagai kesempatan lain, seperti di radio, televisi, maupun masjid-masjid dan forum pengajian lainnya. Hal itu juga disampaikan kepada keluarga dan anak-anaknya.
Sungguh, ketokohan, jiwa kepemimpinan, kepribadian, dedikasi dan tanggung jawab Anwar Zain patut menjadi teladan bagi generasi Muhammadiyah hari ini dan masa mendatang. (*)
KH M Anwar Zain Tokoh Muhammadiyah Milik Umat, Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini berjudul asli M. Anwar Zain (1916-1989) Milik Muhammadiyah dan Umat Islam. Dimuat ulang PWMU.CO atas izin Penerbit: Hikmah Press dari buku Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur, Editor Nadjib Hamid et all.