PWMU.CO – Warga sepelekan protokol kesehatan RS bisa kuwalahan. Demikian intisari pesan Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Dr dr Achmad Chusnu Romdhoni Sp THT-KL (K) FICS.
Hal itu disampaikan dalam Covid-19 Talk on TV tentang Upaya Bersama Menghentikan Gugurnya Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Covid-19 yang diselenggarakan oleh TV Muhammadiyah (TVMU), Selasa (1/7/2020).
Menurut Anggota Divisi Penelitian dan Kesehatan Masyarakat MPKU PWM Jatim itu, kasus positif Covid-19 di Jatim sudah lebih dari 12 ribu. Dan ini lebih tinggi dari Jakarta. Tertinggi di Jatim masih Surabaya dengan angka kematian juga masih tinggi hampir sama dengan Jakarta.
“Situasi ini harus dicermati. Kita melihat beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi sampai datang ke Surabaya. Artinya memang ada sesuatu hal yang harus diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
IDI Bentuk Tim Mitigasi
IDI, lanjutnya, telah membentuk tim mitigasi terkait dengan upaya menghentikan gugurnya banyak tenaga kesehatan (nakes). Tim ini berfungsi untuk memberi perlindungan, menciptakan situasi keamanan yang lebih baik dan meminimalisir resiko bagi anggota.
“Pertama pendataan dan upaya komunikasi dan konsolidasi di antara anggota. Kedua melakukan pendampingan dan bantuan medis untuk membuka jalur aspek untuk pemeriksaan dan perawatan untuk anggota kami yang terkena,” ungkapnya.
IDI, sambungnya, juga mengusulkan untuk melakukan audit investigasi terkait kasus tersebut sebagai pelajaran agar tidak terulang lagi.
Penanganan Covid-19 di Jatim, lanjutnya, terbagi 3 gugus yang penting. Yakni gugus preventif dan promotif, gugus kuratif, dan gugus pressing. Sementara untuk logistik dikawal oleh Wagub.
“Yang banyak dibicarakan itu gugus kuratif. Berbicara tentang terapi terbaru, tentang rumah sakit, dan lainnya,” jelasnya.
Penyebaran Covid-19 Harus Direm
Sebenarnya kalau dibagi menjadi dua pembicaraan hulu dan hilir, penyakit ini ada di hulu. Penyakit ini penyebarannya sangat cepat. Hanya bersentuhan, jabat tangan, kemudian ada yang tidak pakai masker satunya batuk itu sudah menyebar.
“Kalau di hulu ini tidak direm dengan betul maka di hilir kita sediakan rumah sakit seberapa besar dan seberapa banyak bad-nya, serta ventilatornya tidak akan nutut (kuwalahan),” katanya.
Jadi, sambungnya, problem yang ada saat ini adalah bagaimana kepatuhan masyarakat atau orang-orang yang ada di lapangan. Karena penanganan Covid-19 tidak bisa hanya dengan medika mentosa atau dengan obat-obatan biasa.
“Tetapi harus dengan penanganan non-medika mentosa treatment atau biasa disebut kepatuhan kita kepada intruksi pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan,” terangnya.
“Itu banyak masyarakat yang menyepelekan. Kita lihat saja di Madiun sudah hijau tetapi sekarang kuning, berarti muncul lagi,” tambahnya.
Menurutnya daerah itu sangat relatif naik turun. Tetapi untuk Surabaya belum pernah kuning atau orange masih merah pekat. Ini PR kita bersama.
Disiplin dengan Aturan
“Terkait tenaga kesehatan ada satu hal yang perlu diperhatikan. Yakni gunakan APD secara benar sesuaikan dengan lokasi kerja. Jadi kalau di tempat yang memang bisa bertemu OTG atau tidak gunakan paling tidak level 2B atau level 3,” paparnya.
“Kita harus selalu disiplin dengan aturan yang ada. Saat kita memiliki aturan bahwa bagaimana cara menggunakan APD melepas APD maka lakukan. Ada beberapa kecenderungan penularan pada nakes terjadi pada saat droping atau melepas APD,” imbuhnya.
Terutama untuk anak didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) harus tetap diperhatikan. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan misalkan karena anak didik kita tidak patuh atau lainnya.
“Kita tidak boleh menyalahkan anak didik tapi kita harus berkaca bahwa yang salah gurunya. Gurunya harus terus mengingatkan jangan menyalahkan anak didik. Seperti kita punya anak kalau salah ya terus diingatkan dan tidak boleh bosan,” tuturnya.
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.