Tujuh Musibah Penghapus Dosa ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini kita mulai dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
عنْ أَبي سَعيدٍ وأَبي هُرَيْرة رضيَ اللَّه عَنْهُمَا عن النَّبيِّ ﷺ قَالَ: مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حَزَن وَلاَ أَذًى وَلاَ غمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُها إِلاَّ كفَّر اللَّه بهَا مِنْ خطَايَاه. متفقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Sa’id al Khudriy dan Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: “Tidaklah menimpa seorang Muslim berupa rasa sakit (yang terus-menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti, sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”
Sabar atas Musibah
Yushibu dari kata ashaaba yushiibu yang berarti menimpa. Kata ini memiliki akar yang sama dengan kata musibah yang sering kita dengar dalam kehidupan. Jadi kata musibah merupakan kata serapan dari bahasa Arab.
Apa yang menimpa pada seorang Muslim semuanya adalah kebaikan bagi dirinya. Maka sabar merupakan kata kunci untuk tetap bahagia dalam kehidupan dalam keadaan bagaimanapun. Alhamdulillahi ‘alaa kulli haal; segala puji bagi Allah atas setiap keadaan.
Sabar termasuk perbendaharaan dalam setiap insan, sehingga menjadi daya tahan baginya terhadap berbagai masalah yang menimpanya.
Di antara ulama membagi sabar itu antara lain, ashshabru ‘ala tha’atillah yakni sabar dengan tetap taat kepada Allah. Ada juga ashshabru ‘alal mashaa ib yakni sabar terhadap berbaga musibah yang menimpa.
Atau ashabru ‘anil makaarihi wa maharamihi yakni sabar dari apa yang dimakruhkan atau dibenci dan apa yang diharamkan-Nya, tentu dengan jalan menghindarinya.
Allah selalu menyertai orang-orang yang sabar.
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfal 46).
Tujuh Musibah Penghapus Dosa
Dalam hadits di atas dijelaskan Allah SWT menghapus dosa-dosa seorang Muslim saat mereka sabar ketika ditimpa musibah. Paling tidak ada tujuh musibah yang mendapatkan jaminan dihapusnya dosa-dosa.
Tujuh itu mewakili semua jenis musibah yang dialami oleh seorang hamba.
Tujuh itu mewakili semua jenis musibah yang dialami oleh seorang hamba. Begitulah kasih sayang Allah kepada hamba-Nya semua dinilai kebaikan dan tentu akan diberi balasan kebaikan pula.
Pertama nashab, yakni at-ta’ab yaitu kelelahan karena hambatan—apa saja yang menjadi hambatan dalam seluruh sendi kehidupan untuk lebih baik. Kedua washab, yaitu sakit yang terus-menerus.
Dua ujian ini seringkali menggelincirkan manusia untuk mencari solusi dengan yang justru dilarang dengan mendatangi dukun. Maka harus berhati-hati, jika diindikasikan ada perbuatan kesyirikan maka sebaiknya tidak dilakukan.
Ketiga haammun, yaitu keresahan atau kekhawatiran di masa depan. Keempat hazan, yaitu keresahan jiwa baik disebabkan oleh nashab dan washab sebagaimana pembahasan di atas.
Kelima adza, yaitu memenuhi keempat unsur di atas. Dan keenam ghammun, yaitu asyaddul hazan au alhamusysyadiidu jiddan yakni sangat menderita atau teramat sedih sekali.
Jadi semua perasaan-perasaan tersebut adalah sesuatu yang wajar. aAkan tetapi jangan sampai terlarut dan menjadikan kehilangan kesadaran, sehingga dapat kembali seperti sedia kala dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Terakhir, ketujuh, adalah tertusuk duri karena aktivitas yang dapat menyebabkannya itu. Semua kejadian itu jika diterima dengan penuh sabar dan tawakal akan menghapus dosa-dosa karena diampuni oleh Allah SWT.
Beda Bahagia dan Senang
Kebahagian itu hanya bisa dicapai dengan sabar dan tawakal. Berbeda dengan kesenangan, akan dicapai dengan memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu beda bahagia dan senang adalah terletak pada perasaannya.
Bahagia bersifat permanen dalam hati karena keridhaannya kepada apapun keputusan Allah atas darinya. Seolah terserah Allah apapun yang akan menimpa kepada dirinya, sembari terus berikhtiar dengan sungguh-sungguh, dan hasilnya itulah yang terbaik bagi dirinya.
Jika mendapatkan anugerah akan selalu bersyukur dengan terus meningkatkan intensitas ibadahnya. Juga semakin mempertajam empatinya kepada sesama, dengan harapan menjadi kebaikan di kehiupan berikutnya.
Dan jika tidak mendapatkan sesuai harapan maka tetap bersabar dengan berusaha istikamah dalam rangka terus-menerus beribadah dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian insyaallah akan merasakan kebahagiaan selalu dalam kehidupannya. Tidak sedikitpun merasa khawatir akan harta bendanya sendikit pun.
Musibah Jalan Maktifat
Rezeki tidak akan salah alamat. Dan kerena itu harus dianggap sebagai amanah yang justru tidak perlu dibanggakan, bangga seolah menjadi orang yang sukses dan bahagia.
Padahal sebenarnya yang terjadi hanyalah kesenangan semata yang sifatnya sementara dan akan timbul tenggelam. Hanya dengan menghilangkan kekhawatiran dalam diri menyebabkan diri menjadi bahagia dan bukan terjebak pada sekedar senang.
Seorang hamba jika ditimpa musibah dan dijalaninya dengan sabar berarti ia telah bermakrifat kepada Allah, bahwa dirinya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah SWT.
Mereka ini yang akan selalu mendapatkan shalawat dan rahmah Allah, dan mereka itu berarti termasuk orang-orang mendapatkan petunjuk.
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah 155-157).
Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif edisi 45 Tahun ke-XXIV, 3 Juli 2020/11 Dzulqa’dah 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.