Tiga Orang yang Doanya Tak Tertolak ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian tentang Tiga Orang yang Doanya Tak Tertolak ini kita mulai dari hadits riwayat Tirmudzi.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” ثَلاثَةٌ لا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا فَوْقَ الْغَمَامِ وَتُفَتَّحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتِي لأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ ” رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga keadaan di mana doa orangnya tidak akan ditolak oleh Allah SWT. Yaitu imam (pemimpin) yang adil; orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka; dan doa orang yang sedang terdhalimi atau teraniaya.
Doanya akan diangkat di atas awan dan dibukakan baginya pintu-pintu langit. Dan Allah SWT berfirman: ‘Demi kemuliaanKu niscaya Aku akan menolongmu beberapa sesaat lagi.'”
Definisi Laa Turaddu
Laa turaddu bermakna tidak ditolak. Yakni doa-doa yang dipanjatkan oleh seorang hamba dan doanya tersebut tidak akan tertolak.
Ada tiga keadaan terhadap doa yang tidak tertolak tersebut sebagaimana dalam hadits di atas. Sehingga Allah SWT memberikan jaminan untuk mengabulkan doa hamba tersebut selama dalam keadaan sebagaimana penjelasan hadits di atas.
Pemimpin Adil
Prioritas utama dalam hadits di atas adalah doa seorang imam yang adil. Imam atau pemimpin memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar atas nasib orang-orang yang dipimpinnya. Maka pemimpin haruslah menegakkan keadilan dengan seadil-adilnya.
Dan tiada lain sumber kedadilan adalah hukum yang bersumber dari hukum Allah SWT. Sehingga keadilan bukan menurut versi masing-masing pemimpin, tetapi harus memiliki pijakan hukum atau hujjah yang jelas sumbernya, yakni dari al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW.
Keadilan berarti objektif dalam memberlakukan hukum, tidak pandang bulu termasuk pada kerabat dekat. Semua harus diperlakukan secara adil. Sehingga hukum itu jika diibaratkan sebuah tombak, ia tidak hanya lancip ke bawah dan tumpul ke atas, tetapi harus lancip ke bawah dan ke atas.
Dengan keadilanlah tujuan dari sebuah kepemimpinan—apapun level dan bentuknya—akan dapat mengantarkan yang dipimpinnya mencapai kesejahteraan lahir dan batin.
Maka betapa luar biasanya jika seorang pemimpin dapat bertindak adil. Tentu hal ini dikarenakan sistem dalam memilih pemimpin yang tidak lagi merupakan wujud perwakilan dari satu kelompok tertentu. Pemimpin lahir karena memang mendapatkan dukungan penuh tanpa ada rasa ewuh-pakewuh dari kelompok yang mendorongnya.
Seorang pemimpin adalah seorang negarawan yang tidak terjebak pada kepentingan kelompok atau organisasinya. Subjektifitas pribadi dan golonganismenya dapat ditanggalkan ketika ia telah didaulat menjadi pemimpin bagi semuanya.
Dengan demikian, pemimpin tersebut benar-benar bekerja keras dan bekerja cerdas demi kepentingan seluruh masyarakat. Tentu yang dmaksud dalam hal ini adalah pemimpin level presiden. Tetapi sesungguhnya pemimpin non-formal pun tidak terlepas dari konteks hadits di atas. Maka sungguh pemimpin yang demikian doa-doa yang dipanjatkannya demi kepentingan masyarakatnya akan senantiasa dijawab oleh Allah SWT.
Pemimpin pasti memiliki persyaratan yang tidak mudah. Termasuk kapasitas yang harus dimilikinya dalam rangka menjalankan tugasnya tersebut. Kesiapan dalam menangung risiko dari kesalahan yang dilakukan oleh dirinya maupun anak buahnya, dan juga keberanian dalam mengambil keputusan yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang harus mendesak diselesaikan.
Di samping itu dia mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain, termasuk tekanan-tekanan yang akan terjadi terutama saat mengambil kebijakan demi kepentingan masyarakatnya secara keseluruhan.
Dambaan Masyarakat
Pemimpin yang adil merupakan dambaan agi seluruh warga yang dipimpinnya, di manapun ia berada. Da mampu memberikan pencerahan yang mencerdaskan umat atas berbagai persoalan yang sedang dialaminya.
Bijak dalam menghadapi perbedaan sehingga tetap mampu menjaga keutuhan dan kesatuan masyarakatanya. Mampu menjaga agar terjadi konflik yang berkepanjangan dan bahkan sampai pada keadaan turun-temurun.
Maka pemimpin demikianlah yang doanya tak akan dihijab. Oleh karenanya pemahaman seorang pemimpin terhadap agamanya juga menjadi persyaratan utama. Termasuk sandaran vertikalnya sehingga senantiasa menjaga ibadah-ibadah makhdhahnya dan senantiasa memanjatkan doa-doa demi kepentingan semuanya.
Orang yang Berpuasa
Yang tidak ditolak (laa turaddu) oleh Allah yang kedua adalah doa orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka. Hal ini merupakan keistimewaan bagi kita yang sedang berpuasa. Karena doa kita pasti akan dikabulkan sebagaimana janji Allah sebagaimana dalam hadits di atas, melalui lisan manusia mulia junjungan kita baginda Rasulullah SAW.
Ramadhan selalu datang tiap tahun di antara 11 bulan lainnya. Bagi kita yang merindukan kehidupan yang tenang dan tentram—karena dibarengi dengan adanya optimalisasi potensi ruhani—maka pasti akan menyambut bulan Ramadhan dan memasukinya penuh kegembiraan. Ini menandakan dalam hati kita masih terbersit keimanan kepada Allah seberapapun keadaannya.
Tetapi bagi yang sudah terlanjur didominasi nafsu duniawinya sehingga melupakan potensi ruhaninya, bisa jadi akan merasa keberatan terhadap datangnya bulan suci ini. Ini adalah ciri orang-orang munafik dalam menghadapi datangnya bulan suci Ramadhan. Ada perasaan keberatan dengan perintah Allah SWT untuk menjalankan ibadah puasa dengan benar.
Ada juga di antara manusia yang dengan datangnya bula suci ini biasa-biasa saja. Tidak gembira juga tidak keberatan. Yakni sikap tengah-tengah di antara keduanya. Ini juga menjadi ciri orang-orang yang ingkar kepada Allah, karena mereka cuek dengan apakah ini bulan Ramadhan atau tidak.
Dengan demikian mereka tidak akan melakukan perubahan dalam kehidupannya, termasuk turut menjalankan ibadah puasa dalam arti yang sesungguhnya.
Melihat Diri Sendiri
Kita dapat lebih dalam melihat diri kita sendiri dalam hal ini. Apakah kita termasuk orang yang benar-benar bergembira dengan datangnya bulan suci ini, sehingga berusaha menyambutnya dengan penuh kegembiraan, walaupun dalam prakteknya membutuhkan perjuangan tersendiri untuk siap mengekang hawa nafsu duniawi kita.
Mengendalikan sebagaimana seorang kusir mengendalikan kuda yang menjadi penggerak delmannya. Tidak lagi menyibukkan diri secara terus-menerus untuk urusan duniawinya sehingga melupakan menjaga kualitas ruhaninya. Maka pantaslah Allah mengistimewakan baginya dengan doa yang dipanjatkannya akan senantiasa dikabulkan.
Sedangkan bagi yang menyadari ada rasa agak keberatan, berarti iman kita sedang terkontaminasi dengan sifat nifak atau kemunafikan. Benih virus ini harus benar-benar segera dibasmi dan diusir dari dalam diri. Sehingga kitapun dapat mengubah diri menjadi beriman tanpa terkontaminasi dengan keraguan atau nifak.
Harus ada upaya untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh dan sekaligus mengubah diri menjadi hamba Allah yang sejati. Kesadaran ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada kita dengan didatangkannya bulan suci ini, sehingga haruslah selalu disyukurinya. Yakni bersungguh-sungguh memperbaiki diri tersebut.
Tujuan dari datangnya bulan Ramadhan ini adalah memberikan peluang sebesar-besarnya kepada umat manusia khusunya orang-orang yang beriman untuk menjadi hamba Allah yang terbaik, yakni mencapai derajat takwa.
Perjuangan mencapai derajat takwa tidaklah semudah membalikkan tangan. Harus siap bersusah-susah dan terus berdaya upaya dengan mengerahkan seluruh kemampuan fisik yang berupa tenaga untuk beribadah, serta menahan haus dan lapar, serta mengurangi aktivitas-aktivitas yang sia-sia diganti dengan yang bermanfaat.
Derajat ini merupakan puncak prestasi seorang hamba yang akan diberikan jaminan yang sangat luar biasa oleh Allah SWT. Termasuk di antaranya yang terpenting adalah doanya pasti akan dikabulkan.
Ini berarti ia telah siap menjalankan tugas kehidupannya menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini. Memerankan diri dengan jiwa dan semangat tauhid untuk membuat setiap orang dapat tersenyum bahagia, menyebarkan sebagaimana misi besar dinul Islam adalah rahmatan lil alamin.
Selain puasa Ramadhan, Islam juga mengajarkan puasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud—sehari puasa sehari berbuka—atau puasa ayyamul bidh setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Qamaryah.
Doa Orang Terzalimi
Doa orang yang terzalimi (da’watul madhlum) merupakan doa di antara yang tidak akan ditolak oleh Allah SWT sebagaimana dalam hadits di atas. Hal ini merupakan fasilitas yang Allah berikan dan sekaligus untuk memberikan peringatan kepada umat manusia untuk tidak saling menzalimi satu sama lainnya.
Termasuk bagi penguasa yang mendapatkan amanah kekuasaan dengan rakyat yang menggantungkan nasib atas kekuasaan tersebut.
Tiada seorang pun yang dengan rela hati diperlakukan tidak adil. Kezaliman merupakan bentuk ketidakadilan kepada orang lain. Maka setiap diri haruslah bertindak secara adil dalam kehidupan ini, dan adil inilah merupakan sikap menuju ketaqwaan kepada Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (al-Maidah 8).
Di balik ancaman Allah terhadap diterimanya doa orang yang terzalimi itu adalah hendaknya setiap pemimpin menegakkan kebenaran dan keadilan bagi siapa saja tanpa kecuali.
Setiap kita yang memegang amanah bagi kemaslahatan orang banyak, hendaknya menegakkan kebenaran dan keadilan tersebut. Dan justru berat tanggung jawabnya jika tidak bertindak adil karena bahkan sampai di akhirat.
Tetapi bagi yang dizalimi, ia diberikan fasilitas yaitu doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT. Maka doa orang yang teraniaya demikian yang harus diwaspadai oleh setiap mukmin khususnya bagi para pemimpin.
Berbuat adil berarti pasti tidak zalim. Keadilan hanya mengacu peda ketentuan-Nya. Jika tidak mengacu pada ketentuan Allah maka pasti keadilan selamanya tidak akan bisa tegak di tengah masyarakat.
Hal ini telah dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah SWT. “Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya.
Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. (al-An’am 114-115).
Fasilitas bagi yang Terzalimi
Doa yang tidak terhijab dari orang yang teraniaya merupakan fasilitas istimewa baginya. Dalam hal ini Allah mengisyaratkan agar jangan sampai ada atau terjadi ketidakadilan atau kezaliman pada umat manusia.
Maka sudah pasti Allah SWT menurunkan hukum-hukum-Nya berlandaskan pada keadilan bagi semua makhluk-Nya. Merupakan suatu kedhaliman yang sangat bodoh jika manusia tidak berkenan menerima hukum-hukum-Nya secara totalitas.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya. “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (al-Ahzab 72).
Dengan ketidaktaatan pada hukum-hukum-Nya, maka Allah memiliki alasan untuk menyiksa kepada yang tidak mentaatinya tersebut di dunia sampai di akhirat. Sebagaimana lanjutan dari ayat tersebut:
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzab 73). (*)
Tiga Orang yang Doanya Tak Tertolak, Editor Mohammad Nurfatoni.