Harian DI’sWay dan Kisah HT ditulis oleh Ali Murtadlo, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Mengapa Dahlan Iskan memilih Hermanto Tanoko (HT) untuk menemani selebrasi opening Harian DI’sWay perdana tadi malam? Ini perkiraan saya. Pertama, HT salah satu Crazy Rich Indonesia dari Surabaya.
Kedua, dia dikenal tidak hanya sebagai pengusaha yang sangat sukses, tapi juga lurus. ”Beliau sangat baik. Meski sukses luar biasa tetap rendah hati,” kata Hadi Sutiono, bos Kacang Dua Kelinci kepada saya saat acara gathering Juragan Kacang Dua Kelinci Valentinan di Hotel Vasa, Februari lalu.
Vasa, hotel bintang lima di Jalan HR Muhammad Surabaya itu, dimiliki oleh HT bersama beberapa sahabatnya antara lain Hadi Sutiono. ”Share saya sangat minimalis, share persahabatan, he…he…,” kata Hadi menjawab pertanyaan saya.
Hermanto Tanoko, bos Tan Corp yang berkantor di gedung Avian Tower, di Raya Kertomenanggal Surabaya, kini sudah mempunyai delapan sub holding. Tiga di antaranya, kata Dahlan Iskan, sudah IPO.
Bisnis raksasa Tan Corp bermula dari cat Avian yang dibeli ayahnya, Soetikno Tanoko, pada 1978. Di bawah subholding Tanbiz selain membawahi brand Avian, juga ada Dr Shield, Avitex, NoDrop, Protec dan lainnya.
Subholding Tanobel membawahi Cleo, Kaki Tiga, Lekat, LuvJus, dan lainnya. Tanly Hospitality membawahi Hotel Vasa, Hotel Cleo, dan Solaris. Juga TanWorld, induk dari Depo Bangunan, Target, Water Depo, Moorlife, dan lainnya.
Tanlife Health & Beauty, induk dari Laurent, Sekawan Cosmetics, Avione, Holly dll. Yang mutakhir, ada Tanlink Distribution. Total ada 77 perusahaan, 300 brand, dan sekitar 15 ribu karyawan.
Stop Selling, Start Helping
HT dan Tan Corpnya memang tak bisa diam. Saat Covid sekali pun. Dan itulah, yang ditanyakan DI sebagai awal perbincangan. ”Begitu ada covid, kita langsung luncurkan program ini: stop selling, start helping. Tak perlu genjot penjualan. Fokus bantu costumer, apa yang bisa dibantu saat pandemi ini. Bantu bantu bantu. Itu yang saya tekankan.
”Ternyata berhasil, kami dianggap tidak meninggalkan konsumen pada situasi seperti ini. Malah dianggap care. Penjualan 2020 ini tumbuh, tidak kalah dengan penjualan 2019, padahal ada pandemi,” katanya.
DI langsung mengimbuhi,”Mungkin karena orang banyak di rumah, apa pun dicat, meski masih kelihatan baik, tetap dicat,” katanya disambut tawa HT.
Selain itu, Covid justru melambungkan bisnis Food and Beverage Tan Corp. ”Chef kami punya inisiatif yang luar biasa. Mereka membuat frozen food yang harganya terjangkau,” katanya. ”Restoran jaringan kami, malah tambah 20 cabang lima bulan terakhir ini,” kata HT yang juga memuji DI karena melahirkan Harian DI’sWay gara-gara Covid 19. ”Saya kagum sama Pak DI. Papa saya bangun Avian saat 48 tahun, Pak DI bikin Harian DI’sWay pada umur 69 tahun,” katanya.
Belajar Bisnis dari Kecil
Apa pelajarannya untuk kita? Prosesnya. Jangan dilihat Crazy Rich-nya sekarang, HT juga pernah mengalami Crazy Poor. ”Masa kecil saya tinggal di sebuah rumah kontrakan di Malang, ukurannya 1,5 meter kali 9 meter. Lantainya masih tanah,” katanya. ”Saya dilahirkan di situ,” kata HT yang lahir pada 17 September 1962 ini.
Begitu miskinnya, tiap hari makanan yang disajikan mamanya selalu nasi jagung berlauk teri. Diselang-seling dengan bubur. ”Pada suatu hari, saat mama berhasil menjual pakaian bekas dan ada sedikit uang, mama membeli ayam dan dibuat opor. Saya dan saudara saya senang sekali. Baunya sedap sekali sampai ada tetangga yang datang, minta mengincipi. Sama mama, dikasih satu potong. Tapi, kita sendiri belum ada yang berani menyentuhnya karena nunggu papa yang selalu pulang kerja pukul 9 malam,” katanya.
Apa yang terjadi setelah papanya datang? ”Lhok kok ada opor ayam? Kita belum waktunya makan ayam,” kata papa ditirukan HT. ”Oleh Mama yang sangat patuh kepada papa, semua opor itu dikasih ke tetangga.” Begitulah papa mengajari kami semua untuk hidup prihatin dan kerja keras supaya kelak bisa sukses.
Pelajaran bisnisnya? Ketika saya umur 5 tahun, saya dikasih angpao sama papa. Begitu juga saudara yang lain. Karena masih kecil, uangnya saya kasih Mama. Eh, oleh papa kami semua dipanggil dan dibilangi, bagaimana kalau uangnya dibelikan terigu, nanti kalau harga terigu naik, kalian dapat untung.
”Kami semua setuju. Setiap hari, saya tanya mama yang jaga toko. Ma, harganya sudah naik belum. Kalau sudah naik, saya catat untung saya. Terus, dikulakkan sembako lainnya. Dari situ, kami semua mengerti enaknya dagang. Saya ucapkan terimakasih banyak kepada papa dan mama yang mendidik kami bisa begini,” kata HT yang ilmunya lantas diteruskan untuk mendidik anak cucunya.
Semoga kita semua bisa ketularan pintar berbisnis seperti dia dan lantas menularkannya kepada anak cucu kita dengan riang gembira. Salam!
Penulis Ali Murtadlo Editor Sugeng Purwanto