Tugas Pak Hamzah Itu Membuat Saya Gemetaran adalah tulisan kenangan oleh Dimas Hasbi Assiddiqi yang pernah menjadi mahasiswa IAIN Surabaya.
PWMU.CO-Meninggalnya Dr H. Hamzah Tualeka ZN mengingatkan kenangan saya saat mengikuti mata kuliah Ilmu Dakwah yang diajarnya. Saya kuliah di Fakultas Ushuludin Jurusan Perbandingan Agama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya yang sekarang jadi Universitas Islam Negeri.
Saya ikut mata kuliah Ilmu Dakwah tahun 2004 yang jadwalnya tiap Kamis. Semua mahasiswa mendapat tugas ceramah di masjid, mushala, atau majelis di masyarakat.
Tugas itu terasa berat untuk saya karena bukan dari basis pondok ataupun madrasah sebagaimana teman- teman. Saya lulusan SMA Muhammadiyah 1 Gresik jurusan IPA. Menjadi penceramah itu membuat beban berat untuk melaksanakannya.
Di SMA memang pernah diajarkan muhadharah, akan tetapi saya kurang mendalami karena saat itu saya fokus pada jurusan IPA. Tugas ceramah itu membuat saya putus asa. Hampir saja frustrasi setiap mau memasuki mata kuliah Ilmu Dakwah terasa berat.
Suatu hari selesai mata kuliah Pak Hamzah, saya menemuinya meminta izin agar diberi tugas yang lain. Dia menolak. Tapi meyakinkan pada saya untuk mencoba. Segala alasan saya sampaikan supaya mendapatkan tugas yang lain tak diterimanya.
”Cobalah laksanakan tugas ini, karena ini adalah wadah latihan sebelum engkau masuk di dunia masyarakat yang sebenarnya,” kata Pak Hamzah dengan logat Maluku-nya.
”Kamu Dimas, besok kalau sudah lulus dari IAIN ini kamu akan dipandang orang tentu lulusan IAIN bisa jadi penceramah,” kalimatnya itu seperti menampar pikiran saya.
Tak Ingin Jadi Mubaligh
Waktu memilih kuliah di IAIN memang tak tebersit ingin menjadi penceramah, mubaligh, maupun tokoh agama. Tapi ingin mendalami ajaran Islam. Karena itu saya pilih Ushuluddin. Ternyata benar kata Pak Hamzah, jurusan apa pun di IAIN mahasiswanya harus bisa berdakwah. Bukan hanya monopoli anak Fakultas Dakwah.
Pak Hamzah juga memberi pendampingan membuat naskah ceramah. Dia koreksi dan perbaiki sisi mana yang masih kurang atau salah. Pada akhirnya saya mendapatkan kesempatan ceramah di pengajian Mushala Fastabiqul Choirot (Fasco) kampung Wonocolo Gang Lebar di sekitar kampus.
Kebetulan di mushala itu dekat tempat kos M. Faishal Muarrof, pengurus Korkom IMM IAIN, yang merekomendasikan banyak teman mengisi ceramah tarwih saat Ramadhan. Saya ceramah mengambil topik ubudiyah.
Dengan suara bergetar karena ndredhek akhirnya tersampaikan juga materi ceramah saya yang singkat dan padat. Karena belum bisa ceramah panjang dan masih gemetaran saat bicara. Bersyukur respon jamaah sangat antusias mendengarkan ceramah dari mahasiswa.
Ketika menyerahkan laporan dakwah, Pak Hamzah berpesan semoga ilmu yang sederhana ini mampu menjadi bekal mahasiswa di masyarakat dan terus istiqomah di jalan dakwah.
Benar juga pesannya, ketika saya lulus IAIN sudah mendapatkan amanah menjadi khotib Jumat di Masjid at Taqwa Giri Gresik. Inilah pengalaman mengesankan tugas dari Pak Hamzah.
Hari ini saya mendengar berita duka meninggalnya Pak Hamzah Tualeka, dosen yang mengispirasi itu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima semua amal jariyahnya. Selamat jalan Pak Hamzah. Semangatmu yang telah tersampaikan di relung sanubari ini insyaallah akan terus kami jalankan. (*)
Editor Sugeng Purwanto