PWMU. CO – Pembelajaran daring pun akhlak nomor satu. Pesan itu disampaikan Suhadi Fadjaray pada acara sosialisasi virtual wali murid kelas IV dan V SD Muhammadiyah 1 GKB Gresik, Sabtu (11/7/20).
“Kenapa kita perlu karakter first dan menjadi aspek fudamental?” tanya Suhadi kepada peserta wali murid SD Mugeb yang mengikuti sosialisasi secara online.
Motivator kelahiran kota Jombang itu menyampaikan pesan Imam Malik bahwa sebuah generasi tidak akan pernah menjadi baik kecuali dididik dengan urutan iman, adab, ilmu, dan amal.
Nomor satu adalah iman. “Nah, alhamdulillah kalau perkara iman, Muhammadiyah sangat konsen berbicara tentang keimanan ketauhidan,” tuturnya.
Dia menjelaskan nomor dua adalah adab. Secara bahasa adab dapat diartikan sebagai karakter atau akhlak. Adab ini lebih dulu urutannya dari pada ilmu. Mengapa demikian? Karena sesuatu yang kita bawa mati adalah adabnya anak-anak kita.
Agama Islam telah memberikan nasihat ada tiga amalan yang dapat dibawa manusia walaupun sudah meninggal dunia. Salah satunya anak shaleh yang mendoakan kedua orangtuanya.
“Apalah artinya anak-anak itu pintar kalau adabnya buruk kepada orangtua. Kepintaran masih tetap diperlukan, namun harus dipandu dengan akhlak atau karakter yang baik,” tutur Suhadi.
Kesuksesan Ditentukan oleh Karakter
Suhadi mengungkapkan banyak sekali alasan yang dijelaskan dalam al-Quran dan sunnah tentang pentingnya akhlak. Beberapa di antaranya adalah Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia.
Selain itu, sambungnya, tidak ada timbangan paling berat saat hari kiamat kecuali akhlak yang baik. Orang yang paling dicintai Rasulullah SAW adalah orang yang paling baik akhlaknya setelah ia beriman.
“Rasulullah pun ketika ditanya, apakah agama itu? Rasulullah menjawab agama itu adalah akhlak yang baik,” papar Suhadi.
Ia juga memaparkan hasil riset yang menyatakan bahwa 80 persen kesuksesan seseorang ditentukan oleh karakternya, sedangkan 20 persen lainnya ditentukan oleh otak atau pengetahuannya.
Betapa pentingnya akhlak atau karakter yang baik bagi kehidupan manusia. Bapak dua anak itu juga menekankan untuk tidak melupakan aspek karakter walaupun pembelajaran dilakukan secara daring.
Media Bercocok Tanam Karakter Anak
Suhadi memaparkan ada tiga media bercocok tanam karakter anak. Pertama adalah yang masuk ke dalam mulut anak-anak. Setiap orangtua harus memastikan apapun makanan yang masuk ke dalam mulut anak-anak adalah makan yang halal, thoyyib (baik), dan tidak berlebihan.
Kedua, sesuatu yang masuk ke dalam telinga anak. Ia menjelaskan apapun yang masuk ke telinga anak seperti nasihat, omongan, termasuk musik dan cerita dapat membentuk karakter anak.
“Kalau anak-anak itu senantiasa mendengar lagu cengeng, jangan kaget kalau nanti karakternya jadi cengeng, lebay,” jelas Suhadi.
Suhadi Fadjaray memberikan contoh pada suatu hari si anak yang biasanya setelah bermain ia berkewajiban merapikan mainannya. Namun, hari itu ia lupa untuk merapikan. Kemudian, sang ibu berkomentar, “Mesti gak gelem dirapino,” ujar Suhadi dengan logat Jawa.
Hal yang sederhana namun berbahaya. Kata ‘mesti’ memiliki arti terus-menerus. Contoh kalimat yang diucapkan oleh sang ibu tersebut akan tertanam di dalam pikiran sang anak. Membuat si anak yakin dirinya bukan termasuk orang yang disiplin dan rapi.
Ketiga yang masuk ke matanya. Kalau yang masuk ke mata anak-anak adalah data-data kebaikan, maka insyaallah karakternya akan menjadi baik.
“Sebaliknya, jika yang dilihat adalah sesuatu yang kurang bermanfaat seperti game online berlebihan bahkan pornografi maka karakter yang terbentuk juga tidak karu-karuan,” jelasnya.
Guru dan orangtua, pesannya, agar tidak lelah mengontrol semua yang masuk ke dalam mulut, mata, dan telinga anak. Tujuannya adalah agar anak-anak nantinya memiliki karakter yang baik, karakter generasi solusi bukan generasi polusi. (*)
Penulis Viki Safitri. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.