At-Tanwir: masjid pencerah ramah lingkungan yang dibangun Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menjadi icon baru di Jakarta.
PWMU.CO – Jakarta bakal punya icon baru. Sebuah bangunan unik berlantai enam. Meski ‘hanya’ berlantai enam—di antara beton-beton menjulang yang menjadi kaki-kaki langit Jakarta—tapi ‘gedung’ itu bakal menjadi pertanda salah satu kemajuan (spiritual) kota megapolitan Jakarta.
Namanya at-Tanwir. Tepanya, Masjid at-Tanwir. “Sebagaimana namanya, masjid itu diharapkan menjadi pusat pencerah,” kata Dr Abdul Mu’ti MEd, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dalam perbincangan daring dengan PWMU.CO, Ahad (12/7/2020) petang.
Masjid yang dibangun oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu lokasinya persis di belakang Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Nomor 54, Jakarta Pusat.
Menurut Abdul Mu’ti, selain untuk tempat ibadah, Masjid at-Tanwir menyediakan perpustakaan sebagai sumber pencerahan, seperti nama at-tanwir yang diembannya itu. “Terdapat meeting room dan perpustakaan di lantai lima dan enam,” ungkapnya.
Masjid Ramah Lingkungan
Bukan hanya itu. Yang unik—dan ini sebagai pertanda berkemajuan yang menjadi slogan Muhammadiyah—masjid ini dirancang ramah lingkugan.
Setidaknya, hal itu ditandai oleh tiga hal. Pertama ada sistem penampungan air bekas wudhu. “Air ditampung di water tank agar tidak terbuang percuma,” ujarnya. Air tersebut akan didaur ulang. Hasilnya akan bisa dimanfaatkan, misalnya, untuk membersihkan halaman atau menyiram tanaman.
Kedua, penggunaan tenaga surya untuk sumber energi. “Di atap masjid terdapat solar panel yang berfungsi sebagai alat pembangkit listrik tenaga surya,” ujar dia yang sudah menjajal naik ke puncak masjid pada Kamis (9/7/2020).
Dengan memanfaatkan energi sinar matahari ini Masjid at-Tanwir bisa menghemat listrik dan tidak tergantung sepenuhnya pada pasokan listrik PLN.
Ketiga, ruang-ruang di setiap lantai dirancang sedemikian rupa agar bisa mendapatkan banyak sinar matahari sehingga mengurangi penggunaan listrik.
“Walaupun berukuran kecil, Masjid at-Tanwir dirancang sebagai model masjid yang mencerminkan pengamalan al-Quran yaitu hemat, ramah lingkungan, dan melestarikan alam,” ujarnya. Dia menambahkan pembangunan Masjid at-Tanwir akan rampung awal September 2020.
Atasi Krisisi Energi dan Air
Muhammad Siam Priyono Nugroho ST MT principal architect alias arsitek perencana Masjid at-Tanwir menjelaskan isu global saat ini adalah krisis energi dan air. “Jadi masjid ini diupayakan hemat energi dan bijak dalam penggunaan air,” ungkapnya saat dihubungi PWMU.CO, Senin (13/7/2020) siang.
Menurut Yoyon—panggilan akrabnya—penggunaan energi yang besar pada bangunan seperti Masjid at-Tanwir ini, utamanya adalah AC, pencahayaan buatan, dan lift. Karena itu Masjid at-Tanwir didesain hemat energi sesuai dengan tagline-nya: Masjid Ramah Lingkungan dan Berkemajuan.
“AC kita pakai yang hemat energi dengan sistem kontrol suhu terpusat. Agar beban AC rendah, secara pasif kita upayakan transfer panas matahari melewati kaca jendela juga rendah,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, “Kita juga pakai kaca yang mampu menyerap panas matahari sehingga sinar untuk pencahayaan alami tetap masuk tapi panasnya ditangkal. Itulah maka nilai OTTV (overall thermal transfer value)-nya rendah.”
Menurut dia, hal itu sesuai dengan Pergub DKI Jakarta Nomor 38/2011 tentang Jakarta Green Building. “Walau sebenarnya masjid tidak dipersyaratkan mengikuti aturan tersebut,” ujarnya.
Selain soal AC, agar konsumsi listrik rendah, Masjid at-Tanwir memakai lift tipe baru dengan regenerative drive, sehingga energi saat lift bergerak turun dapat disimpan untuk membantu saat lift naik.
Jadi Model Masjid Indonesia
Selain itu, sambung Koordinator Tim Pengawas Pembangunan Masjid at-Tanwir itu, di atap masjid yang berbiaya sekitar Rp 29,5 mliar itu dipasang photovoltaics panel (panel surya) untuk suplai seluruh kebutuhan lampu LED.
Dia menambahkan, yang tak kalah penting adalah soal daur ulang limbah air. “Air bekas wudhu kita daur ulang, karena relatif masih bersih dan digunakan untuk air flushing toilet (di closed), untuk menyiram tanaman, cuci mobil, dan kolam ikan,” terang Yoyon.
Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo itu menambahkan, yang tak kalah penting Masjid at-Tanwir berupaya menyelesaikan problematika masjid di kawasan urban yang padat.
“Maka masjid kami bangun secara vertikal dengan enam lantai berkapasitas ruang shalat 4.5 kali lebih besar dari masjid lama,” terang pemilik Studio Desain Rekatjipta Arsitektura yang dalam proyek ini ditunjuk sebagai konsultan inhouse PP Muhammadiyah. Video desain masjid at-Tanwir klik di sini!
“Jadi bisa diartikan ramah lingkungan secara berkemajuan dengan teknologi. Semoga menjadi percontohan arsitektur masjid di Indonesia,” ujarnya. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.