• Redaksi
  • Iklan
  • JarMed
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
Advertisement
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Muhammadiyah Gerakan Elitis?

Kamis 16 Juli 2020 | 10:41
in Kabar
0
396
SHARES
404
VIEWS
Muhammadiyah Gerakan Elitis? Kolom ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Guru Besar UINSA Surabaya.
Prof Syafiq A. Mughni penulis Muhammadiyah Gerakan Elitis? (Sketsa ulang foto oleh Atho’ Khoironi/PWMU.CO)

Muhammadiyah Gerakan Elitis? Kolom ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Guru Besar UINSA Surabaya.

PWMU.CO – Banyak orang menyatakan Muhammadiyah adalah gerakan amal. Bukan gerakan pemikiran. Tetapi amal yang bermanfaat harus didukung oleh pemikiran yang benar dan maju.

Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah pembagian tugas. Sebagian majelis menjadikan amal usaha sebagai core-nya, sedang sebagian yang lain menjadikan pemikiran sebagai core-nya.

Tetapi, tetap ada usaha untuk tidak memisahkannya, yakni amal itu berfungsi sebagai jasad dan pemikiran itu sebagai ruh. Muhammadiyah sebagai gerakan tidak akan berfungsi tanpa mempertahankan keterkaitan antara jasad dan ruh.

Tulisan ini akan terfokus pada pemikiran itu dengan sudut pandang efektivitas. Permasalahannya ialah apakah sebuah model pemikiran itu efektif atau tidak untuk mendukung sebuah gerakan. Karena itu, tulisan ini tidak akan mengarahkan pembahasannya pada persoalan apakah sebuah pemikiran itu salah atau benar.

Pemikiran Keagamaan Muhammadiyah

Dalam Muhammadiyah pemikiran keagamaan bisa dilihat dalam hasil keputusan lembaga-lembaga formal organisasi, seperti Majelis Tarjih dan Tajdid, dan juga dalam tulisan-tulisan warga Muhammadiyah.

Dalam kesempatan ini, tidak mungkin membahas satu persatu pemikiran itu karena jumlahnya yang sangat banyak dan variasinya juga sangat beragam.

Karena itu, tulisan ini akan diarahkan untuk melihat beberapa hal yang bisa dipandang sebagai pemikiran standar dari Muhammadiyah. Misalnya dorongan untuk berijtihad, kecaman terhadap taqlid, bidah, khurafat, serta seruan untuk kembali kepada al-Quran dan Sunnah.

Pemikiran-pemikiran itu memang elitis, jauh dari jangkauan pemahaman keagamaan masyarakat awam. Pemikiran Muhammadiyah tentang ijtihad, misalnya, hanya bisa terjangkau oleh kelompok terdidik yang jumlahnya sangat terbatas karena syarat-syarat ijtihad yang cukup ketat.

Dalam ushul al-fiqh konvensional, seseorang berhak melakukan ijtihad jika menguasai al-Quran dan hadis, bahasa Arab, ushul al-fiqh, ilm musthalah al-hadits dan tafsir. Dorongan untuk berijtihad berarti juga dorongan untuk menguasai ilmu-ilmu itu, dan dengan demikian seruan Muhammadiyah ini hanya tertangkap oleh ilmuwan agama secara terbatas.

Ijtihad Kolektif

Hal yang sama juga berlaku pada ijtihad jamai (kolektif), sebuah institusi yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid. Jelas sekali bahwa pemikiran Muhammadiyah tentang ijtihad adalah elitis.

Mereka yang tidak memenuhi syarat ijtihad, menurut Muhammadiyah diperkenankan ber-iittiba’, yakni mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui alasannya. Dalam berbagai kontroversi pemikiran agama, tentu tidak semua orang bisa memahami sebuah reasoning dengan mudah, apalagi jika di dalamnya terdapat istilah-istilah teknis.

Baca Juga:  KH Abdurrahim Nur dan Sufisme Muhammadiyah

Dengan demikian, kesan elitisme tidak bisa terhapus dengan ittiba’ yang dilegalisasi oleh Muhammadiyah sebagai alternatif terakhir.

Berbeda dari ijtihad dan ittiba’, taqlid adalah cara yang paling mudah diikuti oleh masyarakat pada umumnya. Taqlid berarti mengikuti pendapat orang tanpa reserve. Tidak ada keharusan menimbang-nimbang dan mengkritisi suatu pendapat di dalam ber-taqlid.

Seandainya melegitimasi taqlid, dapat dipastikan masyarakat umum akan lebih mudah menerima Muhammadiyah. Mereka tidak akan lagi merasakan kritik dan kecaman, dan bahkan pelecehan, dari Muhammadiyah.

Elitisme Ijtihad Muhammadiyah

Seruan kembali kepada al-Quran dan Sunnah juga tampaknya elitis karena seruan itu berarti keharusan bagi umat untuk merujuk secara langsung kepada teks-tekas al-Quran dan Sunnah tanpa boleh berhenti pada pendapat para ulama.

Dalam realitasnya, seruan itu berimplikasi bahwa Muhammadiyah tidak menghargai mazhab-mazhab yang ada dan segala tradisi keagaman yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat.

Karena hanya kelompok terbatas yang mampu mencerna ayat-ayat al-Quran yang pada umumnya bersifat abstrak dan hadis-hadis yang jumlahnya sangat banyak.

Maka masyarakat awam mengalami kesulitan untuk memenuhi seruan itu, dan sebagai gantinya mereka lebih memilih mendengarkan ceramah atau pengajian populer dengan bahasa yang mudah dicerna. Perlu disadari bahwa masyarakat kita lebih menyukai tradisi lisan daripada tradisi tulisan.

Kesan Muhammadiyah gerakan elitis juga muncul dari wacana bahwa Muhammadiyah adalah gerakan tajdid. Dalam tradisi Islam, tajdid memiliki nuansa siklus, yakni sebuah filosofi bahwa tajdid itu akan muncul pada awal setiap abad, dan bahwa mujaddid itu mesti lahir dalam situasi yang korup dan dekaden.

Dikatakan juga bahwa pada awalnya Islam lahir sebagai sesuatu yang asing, dan akan kembali menjadi asing; berbahagialah orang-orang yang asing itu, yakni kelompok kecil dan dipandang aneh karena berbeda dengan keberagamaan umum.

Tampaknya, realitas menunjukan bahwa pembaharu itu selalu merupakan kelompok kecil elite yang dipandang aneh. Bukankah Muhammadiyah sesekali, atau mungkin sering, disebut sebagai agama baru yang mengusik ketenangan dan bahkan memecah-belah umat. Jadi, ada kesan elitis dalam tema tajdid Muhammadiyah.

Gaya Hidup Elitis

Dakwah yang bertemakan anti-bidah, anti-khurafat, dan anti-takhayul selama ini menyebabkan resistensi mayoritas yang awam terhadap gerakan Muhammadiyah.

Untuk memperkeras kecaman terhadap itu, dalam ceramah-ceramahnya, mubaligh Muhammadiyah seringkali memanfaatkan hadis ‘keras’, yakni “Setiap bidah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan akan masuk neraka.”

Konsekuensinya, sebagian besar masyarakat akan masuk neraka karena dalam pandangan Muhammadiyah mereka adalah pengamal bidah. Gaya mubaligh Muhammadiyah yang keras dan bersikap hitam-putih telah menjauhkannya dari masyarakat awam.

Baca Juga:  Rebutan Khalifah

Kesan elitis dalam pemikiran itu diperkuat oleh gaya hidup orang-orang Muhammadiyah. Pada awal perkembangannya Muhammadiyah dipandang sebagai gejala perkotaan. Muhammadiyah membangun sekolah modern dan bukan pesantren tradisional. Hanya kalangan terbatas yang mau masuk sekolah.

Muhammadiyah dipelopori oleh pedagang yang rata-rata memiliki tingkat ekonomi lebih mapan dan kebebasan sosial. Muhammadiyah memakai celana dan dasi, bukan sarung dan kopyah.

Muhammadiyah lebih terbiasa menggunakan idiom-idiom modern dari pada idiom-idiom tradisional. Elitisme itu tampak juga dalam pilihan kata-kata yang digunakan oleh rata-rata mubaligh Muhammadiyah dalam berdakwah. Beberapa sekolah Muhammadiyah yang mahal dan karena itu tidak terjangkau oleh masyarakat bawah juga memperkuat kesan elitisme. Dengan demikian, sempurnalah alasan mengapa Muhammadiyah mengalami stigma elitisme.

Dakwah Kultural

Dakwal kultural yang dicanangkan sesungguhnya merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kesan itu. Sesungguhnya, jika dakwah ini berhasil, maka Muhammadiyah akan mampu menerobos “garis perbatasan”, yakni masyarakat santri tradisional dan masyarakat abangan.

Tetapi, konsep yang semula dirancang untuk memperluas daya jangkau gerakan dakwah Muhammadiyah itu tampaknya tidak berhasil karena hasil final pemikiran itu kemudian lebih merupakan kompromi antara sayap “puritan” dan sayap “kultural,” atau bahkan kemenangan sayap “puritan” atas sayap “kultural.”

Sesungguhnya, secara ideologis Muhammadiyah bukanlah elitis dalam pengertian berjuang untuk kepentingan kelompok yang berada dalam strata teratas masyarakat kita. Karena Muhammadiyah bertujuan untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan umat berdasarkan ajaran Islam.

Gerakan Muhammadiyah elitis dan tidak populis hanya dalam pengertian bahwa pemikiran dan perilaku Muhammadiyah tidak mudah dicerna oleh—dan secara kultural tidak dekat dengan—-masyarakat grassroot (mayoritas dan awam) dalam bentuk masyarakat kita yang piramidal (kecil di atas, besar di bawah). Yang menjadi persoalan sekarang ialah perlukah Muhammadiyah mengubah orientasi dari elitisme ke populisme.

Sesungguhnya stigma elitisme itu merupakan akibat dari pilihan yang diambil secara sadar. Muhammadiyah lebih memilih menjadi gerakan reform daripada gerakan populer. Reform selalu dilakukan oleh kelompok kecil, dan karena itu elitis.

Mungkin dalam jangka waktu tertentu pemikiran-pemikirannya diterima oleh masyarakat luas, kesan elitis itu tidak dengan sendirinya hilang, dan pada saat yang sama pemikiran itu sendiri telah kehilangan watak reformisnya ketika terlembagakan.

Berbeda dengan itu, gerakan populer selalu menarik partisipasi atau persetujuan masyarakat banyak. Gerakan reform bertujuan melawan kemapanan tradisi, dan gerakan populer bertujuan melawan kelompok elite yang menyimpang dari tradisi. Dilihat dari sudut ini, tampaknya Muhammadiyah masih akan mempertahankan watak reform-nya.

Baca Juga:  Syafaat, Pandangan Intelektual Muhammadiyah

Seandainya Muhammadiyah ingin menghilangkan elitisme dan menjadi gerakan populis, maka ia harus berkompromi dengan realitas predominan. Muhammadiyah harus ikut tahlilan, sedekah bumi, istighatsah, tarekat, rukyah, dan apa pun yang menjadi kecenderungan masyarakat banyak.

Adalah tergantung pada Muhammadiyah untuk memilih satu dari dua pilihan itu. Pilihan antara populisme dan elitisme itu juga berkaitan dengan pilihan antara kualitas dan kuantitas. Muhammadiyah seringkali harus memilih ketika berada pada situasi yang tidak memungkinkan mengambil kedua-duanya, kualitas dan kuantitas, sebagai prioritas.

Gerakan Reformasi atau Populis?

Jika ingin populer, Muhammadiyah harus mengambil kuantitas sebagai prioritas. Tetapi jika tetap ingin menjadi gerakan reform, Muhammadiyah harus memilih kualitas, tentu saja dengan kesadaran bahwa kuantitas tidak harus diabaikan.

Dalam menghadapi pilihan itu, tampaknya Muhammadiyah masih memilih kualitas sebagai prioritas. Seandainya Muhammadiyah adalah partai politik, tentu kuantitas menjadi prioritas utama. Pengalaman dua kali pemilihan umum, yang menghasilkan kecilnya surara partai berkualitas, dan besarnya suara partai tidak berkualitas, menunjukkan kebenaran logika “today the quantity comes first, later the quality should follow. “

Memilih kualitas sebagai prioritas bukan sekali-kali berarti bahwa Muhammadiyah tidak perlu mereduksi stigma elitisme. Persoalannya kemudian adalah pembangunan citra (image building). Muhammadiyah perlu mempertahankan substansi reform, dan pada saat yang sama membangun citra populer dan populis.

Akhirnya, pembangunan citra ini menyangkut metode dakwah dan bukan pesan dakwah. Metodenya harus populis dan populer. Dakwah Muhammadiyah melalui media amal usaha, pengajian, bakti sosial dan lain-lain harus menggunakan metode populis dan populer.

Akhirnya perlu juga diingat bahwa kesan elitis itu sesungguhnya telah melahirkan dampak positif juga. Banyak orang dari strata atas masyarakat kita cenderung kepada Muhammadiyah, dan orang merasa mengalami mobilitas sosial ketika menjadi Muhammadiyah.

Ujung atas dari piramida warga Muhammadiyah menjadi tidak terlalu kecil dan ujung bawahnya tidak terlalu besar. Citra Muhammadiyah sebagai organisasi modern telah mendukung konsolidasi internal dan selanjutnya menjadi daya tarik yang signifikan.

Muhammadiyah, insyaallah, tidak menjadi buih yang terombang-ambing (ghutsa’ ka ghutsa’ al-sayl) di tengah-tengah gelombang kepentingan jangka pendek. (*)

Atas izin penerbit Hikmah Press Surabaya, tulisan berjudul Pemikiran Muhammadiyah dalam buku Manifestasi Islam Mengurai Makna Agama dalam Kehidupan Masyarakat (2017) ini dimuat ulang oleh PWMU.CO dengan judul Muhammadiyah Gerakan Elitis?

Editor Mohammad Nurfatoni.

Tags: Muhammadiyah antara Populis dan ElitisProf Syafiq A MughniSyafiq A. Mughni
Share158SendTweet99

Related Posts

Atasi Pandemi dengan llmu, Ulama Pernah Tulis 20 Buku soal Itu
Kabar

Atasi Pandemi dengan llmu, Ulama Pernah Tulis 20 Buku soal Itu

Minggu 17 Januari 2021 | 06:02
1.4k
Mitos bangsa Yahudi
Kabar

Mitos Bangsa Yahudi yang Disebut Unggul, Faktanya Begini

Rabu 23 Desember 2020 | 07:01
6.1k
Syafaat, Pandangan Intelektual Muhammadiyah
Kajian

Syafaat, Pandangan Intelektual Muhammadiyah

Selasa 6 Oktober 2020 | 19:39
518
Muhammadiyah Wahabi? Kolom ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Guru Besar UINSA Surabaya.
Kolom

Muhammadiyah Wahabi?

Minggu 9 Agustus 2020 | 16:39
2.2k
Rebutan Khalifah
Kolom

Rebutan Khalifah

Sabtu 8 Agustus 2020 | 13:40
928
Politik Amoral Musuh Muhammadiyah
Kolom

Politik Amoral Musuh Muhammadiyah

Rabu 5 Agustus 2020 | 09:57
393
Next Post
Masjid Al Ahmar Diubah Jadi Bar oleh Israel, Dunia Barat Membisu

Masjid Al Ahmar Diubah Jadi Bar oleh Israel, Dunia Barat Membisu

Milenial Harus Berani Gagal dan Coba Lagi

Milenial Harus Berani Gagal dan Coba Lagi

Aisyiyah Sumorame Buka Warung Sedekah

Aisyiyah Sumorame Buka Warung Sedekah

Masjid Kordoba di Spanyol berubah jadi gereja. Dunia Barat diam saja.

Dunia Barat Ubah Masjid Jadi Gereja, Ini Faktanya

Saat Pengawas Ikut Zoom Siswa SD Almadany

Saat Pengawas Ikut Zoom Siswa SD Almadany

Discussion about this post

Ngaji Hadist

Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu
Ngaji Hadits

Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu

Jumat 15 Januari 2021 | 11:14
679

Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu. Syekh Ali Jaber salah satu ulama Indonesia yang telah wafat (Foto detik.com) Wafatnya Ulama,...

Read more
Semua Penyakit Ada Obatnya
Ngaji Hadits

Semua Penyakit Ada Obatnya

Jumat 8 Januari 2021 | 09:43
199

Semua Penyakit Ada Obatnya (ilustras freepik.com) Semua Penyakit Ada Obatnya ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami...

Read more
Larangan Mencela Waktu
Ngaji Hadits

Larangan Mencela Waktu

Jumat 1 Januari 2021 | 09:43
377

Larangan Mencela Waktu (ilustrasi ilounge.com) Larangan Mencela Waktu ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid...

Read more
Keutamaan Amalan Nabi Daud
Ngaji Hadits

Keutamaan Amalan Nabi Daud

Jumat 25 Desember 2020 | 06:26
458

Keutamaan Amalan Nabi Daud (Ilustrasi freepik.com) Keutamaan Amalan Nabi Daud ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami...

Read more

Berita Terkini

Jalan Mamuju longsor

Jalan Mamuju Longsor, Kiriman Bantuan Terhambat

Selasa 19 Januari 2021 | 16:05
Lulusan Smamsatu Gresik Berijazah D-1 Prodistik ITS

Lulusan Smamsatu Gresik Berijazah D-1 Prodistik ITS

Selasa 19 Januari 2021 | 13:10
Bencana Indonesia, Salah Siapa: Hujan, Global Warming?

Bencana Indonesia, Salah Siapa: Hujan, Global Warming?

Selasa 19 Januari 2021 | 10:26
Lompatan Jokowi

Gaya Lompatan Jokowi Atasi Krisis

Selasa 19 Januari 2021 | 09:55
Dua Catatan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah atas Laporan Komnas HAM

Dua Catatan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah atas Laporan Komnas HAM

Senin 18 Januari 2021 | 21:47
Guru besar UMY

Guru Besar UMY Jadi Ketua KY, Ini Pesan Haedar Nashir

Senin 18 Januari 2021 | 20:15
Ramanda Tauhid Wafat, HW Jatim Kembali Kehilangan Tokohnya

Ramanda Tauhid Wafat, HW Jatim Kembali Kehilangan Tokohnya

Senin 18 Januari 2021 | 19:57
Kritik Pemerintah, Busyro Muqqodas: Muhammadiyah Jangan Dianggap Musuh

Kritik Pemerintah, Busyro Muqqodas: Muhammadiyah Jangan Dianggap Musuh

Senin 18 Januari 2021 | 16:51
Dua Arus Pemikiran di Muhammadiyah

Dua Arus Pemikiran di Muhammadiyah

Senin 18 Januari 2021 | 15:40
Lomba Resensi E-book Smamsatu, Ini Pemenangnya

Lomba Resensi E-book Smamsatu, Ini Pemenangnya

Senin 18 Januari 2021 | 14:34

Berita Populer Hari Ini

  • Haedar Nashir Ajak Belajar Ijtihad Politik Kasman Singodimedjo

    Haedar Nashir Ajak Belajar Ijtihad Politik Kasman Singodimedjo

    464332 shares
    Share 185733 Tweet 116083
  • Tiga Peristiwa Ini Tunjukkan Siapa Sebenarnya Syekh Ali Jaber

    22354 shares
    Share 8942 Tweet 5589
  • Kritik Pemerintah, Busyro Muqqodas: Muhammadiyah Jangan Dianggap Musuh

    3948 shares
    Share 1579 Tweet 987
  • Bantuan Gempa Mamuju Berdatangan

    3562 shares
    Share 1425 Tweet 891
  • Tanggapan Muhammadiyah atas Hasil Investigasi Komnas HAM tentang Tewasnya Anggota FPI

    3158 shares
    Share 1263 Tweet 790
  • Dr Adriani Kadir, Pimpinan Aisyiyah Itu Wafat saat Gempa Mamuju Mengguncang

    3134 shares
    Share 1254 Tweet 784
  • Guru Besar UMY Jadi Ketua KY, Ini Pesan Haedar Nashir

    1827 shares
    Share 731 Tweet 457
  • Risma Lagi, Gaduh Lagi

    1824 shares
    Share 730 Tweet 456
  • Bencana Bertubi-tubi dan Lima Kesadaran Spiritual

    1814 shares
    Share 726 Tweet 454
  • Dua Arus Pemikiran di Muhammadiyah

    1565 shares
    Share 626 Tweet 391
Pwmu.co | Portal Berkemajuan

pwmu.co Portal Berita dakwah berkemajuan di bawah naungan PT. Surya Kreatindo Mediatama.

Hubungi Kami

WA : 081233867797
Email :pwmujatim@gmail.com

Follow Us

  • Dewan Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Info Iklan

© Pwmu.co - PT. Surya Kreatindo Mediatama

No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim

© Pwmu.co - PT. Surya Kreatindo Mediatama