Lima Nasihat Nabi untuk Kita ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Lima Nasihat Nabi untuk Kita ini dimulai dari hadits riwayat Ibnu Majah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ. رواه ابن ماجه, كتاب الزهد
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang kanaah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur.
Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi Muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.”
Penjelasan Hadits
Hadits di atas merupakan nasihat Rasulullah SAW kepada Abu Hurairah RA. Sekalipun demikian nasihat tersebut juga menjadi berlaku bagi kita sebagai umat Rasulullah. Rasulullah selalu memberi nasihat dengan ringan tetapi memliki makna yang sangat dalam dan luas.
Nasihat ini bertujuan untuk mencapai kesempurnaan diri sebagai hamba Allah SWT. Sehingga terhindar dari penghambaan kepada lainnya.
Jadilah Wara’
Nasihat pertama, jadilah wara’. Wara’ didefinisikan dengan huwa ijtinabu asy-syubuhaat, khaufan minal wuquu’il muharramaat yakni ia menghindari dari yang subhat, takut terjatuh dalam yang diharamkan.
Dalam hal ini ada sikap ke hati-hatian dalam rangka mencari nafkah bagi kehidupannya. Sikap wara’ menjadikan ia termasuk sebaik-sebaik manusia yang selalu beribadah kepada Allah. Hal ini sekaligus menjadi identitas bagi seseorang yang beribadah dengan benar dan berkualitas, ia akan bersikap wara’ dalam kehidupannya.
Berkana’ahlah
Nasihat kedua, berkana’ahlah. Kanaah yaitu rela terhadap pembagian Allah kepadanya. Tentu kanaah ini berhimpit dengan makna wara’, karena dengan keduanya menjadikan seorang hamba menghindar dari apa yang diharamkan oleh Allah SWT.
Selalu merasa cukup dengan pemberian-Nya dan merasakan kasih sayang Allah kepadanya begitu luar biasa. Tidak merasa iri kepada orang lain yang diberi lebih darinya, karena ia menyadari bahwa semunaya itu mengandung amanah yang nantinya pasti harus dipertanggung jawabkan.
Seorang hamba yang bersikap kanaah, ia termasuk terkategori menjadi hamba yang pandai bersyukur (abdan syakur). Kehidupannya tidak dipenuhi dengan selalu mengeluh karena merasa kurang dan kurang.
Karena seberapa besar pun anugerah yang diberikan kepadanya ia tidak akan pernah puas, dan selalu berusaha dengan sekuat tenaga walaupun kadang mengorbankan kepentingan akhiratnya.
Orang yang bersikap qona’ah tidak pernah merasa khawatir akan bagian rizkinya. Sehingga suka berderma tanpa khawatir bagiannya berkurang. Jika seorang hamba dengan bersedekah – baik yang wajib maupun yang sunnah – merasa bagiannya berkurang, maka ia telah ber-suudhdhan (negative thingking) kepada Allah.
Dan sebaliknya orang yang ber-kanaah selalu ber-khusnudhdhan (positif thingking) kepada Allah, meyakini bahwa rezkenya tidak berkurang sekalipun didistribusikan kepada mereka yang memang berhak.
Cinta Sesama
Nasihat ketiga, ikut merasa senanglah terhadap anugerah yang didapat orang lain, sebagaimana engkau akan senang jika anugerah itu kau dapatkan.
Dalam hal ini menggambarkan betapa seorang Mukmin itu turut merasa bahagia ketika mengetahui atau mendengar hamba Allah yang lain mendapatkan anugrah.
Persaudaraan sesama Mukmin diikat oleh cinta ilahiyah, ketika ada saudaranya yang merasa sakit iapun seolah turut merasakannya, dan sebaliknya ketika ada saudaranya merasa bahagia iapun turut merasakannya.
Hal ini akan sulit terjadi jika tidak ada ikatan cinta suci ilahiyah tersebut. Justru yang sering terjadi adalah saling iri dan bahkan saling menghalangi agar anugrah itu tidak sampai kepada yang lain tetapi hanya sampai pada dirinya saja.
Bagi seorang Mukmin justru seharusnya saling mendorong, agar saudaranya itu semakin tumbuh dan berkembang sesuai potensi yang dianugrahkan kepadanya. Tidak malah khawatir kalau ia akan lebih berkembang darinya.
Hanya dengan cinta ilahiyah yang menjadikan seorang hamba mampu mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Dan itulah kesempurnaan dari keimana kepada Allah SWT.
Menjaga Hubungan dengan Tetangga
Nasihat keempat, berbuat baiklah kepada tetangga, niscaya hal itu menunjukkan kita termasuk seorang muslim yang baik. Sebagai makhluk social kita tidak dapat terlepas dari lingkungan dimana kita tinggal.
Maka berbuat baik kepada tetangga dengan menjaganya baik berupa ucapan, perbuatan, harta dan kehormatannya. Tetangga dalam hal ini mecakup semua yang berinteraksi dengan kita, termasuk teman yang seperusahaan atau seperjalanan dan lain sebagainya.
Sesama tetangga yang harus dikedepankan adalah sebagaimana peribahasa: “Berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.” Tidak ada yang harus merasa istimewa dari yang lainnya, karena hal ini dapat menyebabkan terjadinya perpecahan dan ketidak rukunan.
Tetanggalah yang akan pertama kali dapat memberikan bantuan atau pertolongan di saat kita membutuhkan. Sudah seyogyanya sebagaimana pesan nabi di atas kita memuliakan dan menghormati tetangga kita.
Jangan Banyak Tertawa
Nasihat kelima, jangan banyak tertawa, karena dapat menyebabkan matinya hati. Orang-orang yang suka tertawa mungkin beralasan sebagai penghibur hatinya. Akan tetapi jika over dosis tertawanya malah menjadikan matinya hati, dalam agama sesuatu yang serius bagi mereka yang suka tertawa diangap biasa-biasa saja, jadi suka meremehkannya.
Berhati-hatilah dalam memenej tertawa. Rasulullah dalam hadits yang lain memerintahkan kita untuk suka tersenyum pada saudara kita, dan bahkan dianggapnya sebagai sedekah, tentu itu merupakan sedekah yang paling ringan.
Semoga kita termasuk umat nabi yang dapat melaksanakan nasehat beliau dengan istikamah. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan Lima Nasihat Nabi untuk Kita ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif edisi 46 Tahun ke-XXIV, 17 Juli 2020/25 Dzulqa’dah 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.