Manusia Amal Ahmad Dahlan ditulis oleh M. Anwar Djaelani, aktivis dakwah yang produktif menulis.
PWMU.CO – Ahmad Dahlan aktivis dakwah yang teruji. Keuletannya dalam membenahi praktik keagamaan masyarakat yang menyimpang, dapat kita teladani.
Kesabarannya dalam membina kaum wanita agar bisa seiring-selangkah dalam berdakwah, bisa kita contoh. Keberhasilannya dalam membimbing pemuda, sangat menginpirasi kita.
Sebagaimana manusia lainnya, Ahmad Dahlan memiliki kekurangan dan kelebihan. Ahmad Dahlan ‘hanya’ belajar dari berbagai pengajian atau pesantren dengan sistim lama. Lalu, bahasa asing yang dikuasainya hanya bahasa Arab. Hanya, di sisi-sisi itu, segera tertutupi oleh kebesaran jiwa dan ketinggian pekertinya.
Jika kita cermati keadaan sekitar, maka kita akan mendapati fakta bahwa kebesaran seseorang tidak semata-mata terletak pada luasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki. Sering, kebesaran seseorang justru terletak pada keluasan jiwa dan kematangan kepribadiannya.
Kunci Perjuangan Ahmad Dahlan
Perhatikanlah, keluasan jiwa dan kematangan kepribadian Ahmad Dahlan. Seksamailah, keikhlasan niat Ahmad Dahlan dalam berjuang dan berkorban. Hal itu semua menjadi penyebab segala amal usaha dan perjuangannya berhasil.
Ahmad Dahlan dikenal sebagai pribadi yang sederhana, baik dalam hal tingkah laku maupun perkataan. Sederhana, dalam perihidup dan performanya.
Di sisi lain, dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, Ahmad Dahlan memasang cita-cita yang tinggi. Ahmad Dahlan tekun mengamalkan ilmunya sembari mengajak umat dengan semangat fastabiqul khayra, berlomba-lomba dalam kebaikan.
Ilmu yang dimiliki Ahmad Dahlan, langsung diamalkannya dengan sepenuh keikhlasan. Lewat realisasi atas cita-citanya yang mulia, bisa berbuah banyak yaitu adanya berbagai amal usaha yang kemanfaatannya dapat kita rasakan sampai sekarang.
Kita lihat, sekarang ini, jumlah amal usaha -yang pokok-pokoknya dulu dirintis Ahmad Dahlan. Boleh dikatakan sudah tak terbilang lagi.
Manusia Amal
Ahmad Dahlan adalah manusia amal. Disebut demikian karena dalam hidupnya beliau lebih mengutamakan beramal dari pada sekadar berteori. Ahmad Dahlan adalah pribadi idealis sekaligus pejuang yang tekun dan tidak kenal menyerah.
Dari senyumnya, tampak keramahan sikap di keseharian Ahmad Dahlan. Lewat sorot matanya, terasakan Ahmad Dahlan mempunyai pandangan dan pikiran jauh ke depan yang bahkan mendahului zamannya.
Melalui raut wajahnya, terpantul keikhlasan yang mendasari setiap gerak perjungan Ahmad Dahlan. Lewat gerak langkahnya, terlihat kesigapan Ahmad Dahlan dalam beramal dan berkorban.
Mari, kita buka ulang sedikit catatan. Dulu, Ahmad Dahlan menemui kenyataan, kehidupan beragama umat Islam tidak sesuai dengan ajaran aslinya. Praktik keagamaan masyarakat banyak bercampur dengan perbuatan bid’ah dan bahkan syirik.
Di masyarakat, aktivitas beragamanya bukan karena dilandasi atas keyakinan yang kukuh tetapi lebih karena kepercayaan yang diwarisi dari nenek-moyangnya. Warisan itu, telah bercampur dengan berbagai isme atau paham yang justru berlawanan dari sisi akidah.
Hal inilah, problem utama yang benar-benar menyita perhatian Ahmad Dahlan untuk dicarikan jalan keluarnya.
Atas situasi itu, Ahmad Dahlan berfikir keras dalam bingkai keprihatinan yang sangat, bagaimana dengan hari depan (umat) Islam?
Keprihatinan beliau sangat beralasan, sebab, pertama, sejak belia Ahmad Dahlan sudah dididik dalam nuansa keagamaan yang kental. Kedua, bertambah dewasa bertambah pula ilmu Ahmad Dahlan. Begitu juga dengan interaksi sosial Ahmad Dahlan, yang makin meluas.
Kemurnian Islam
Setelah merasa sedih melihat keadaan masyarakat yang seperti itu, Ahmad Dahlan lalu tergerak untuk mengajak umat kembali kepada kemurnian Islam. Kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah.
Bekerjalah Ahmad Dahlan. Beliau ajak umat Islam untuk kembali berpegang erat kepada tauhid. Hal ini, karena tauhid adalah dasar atau fondasi dari Islam. Jika dasarnya kuat, maka “bangunan” di atasnya akan kukuh pula.
Berdakwahlah Ahmad Dahlan. Beliau tetapkan cita-cita dan arah perjuangan, bahwa umat Islam harus dikembalikan untuk hidup secara benar menurut ajaran Islam. Dia sadarkan umat Islam untuk tidak bersikap taklid.
Dia ajak kaum Muslimin agar bangkit dari paham yang membodohkan. Dia beri semangat semua kalangan Islam untuk secara bersama-sama menjayakan Islam lewat penegakan ajaran-Nya sesuai seperti yang disampaikan Rasulullah SAW.
Wanita Berdakwah
Bagi Ahmad Dahlan, semua komponen masyarakat, termasuk wanita, harus diajak serta dalam gerakan dakwah. Wanita, dalam pandangan Ahmad Dahlan, berposisi sangat penting. Nilai penting dari fungsi dan kedudukan wanita, bisa di lingkup rumah-tangga maupun di tengah-tengah masyarakat.
Ahmad Dahlan yakin, di tangan wanita terletak nasib pendidikan anak-anak. Atas keyakinan itu, beliau lalu mendirikan sekolah ‘tak resmi’ di serambi rumahnya.
Lalu sejalan dengan spirit itu pula, dalam perkembangan organisasi Muhammadiyah yang didirikan Ahmad Dahlan, kemudian diadakanlah bagian wanita yang mula-mula diberi nama ‘Sapa Tresna’, yang di kemudian hari berganti nama menjadi Aisyiyah pada 1917.
Lantas, untuk memerbanyak kader pelanjut perjuangan, dibentuklah Nasyiatul Aisyiyah, yang dikhususkan untuk remaja putri. Dalam hal pembinaan, Ahmad Dahlan berpendapat agar semua berhati-hati dengan urusan Aisyiyah.
Kepada anggota Muhammadiyah laki-laki, Ahmad Dahlan berpesan, “Kalau Saudara-Saudara memimpin dan membimbing mereka, insya-Allah mereka akan menjadi mitra atau teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan kita, yaitu Muhammadiyah, menuju cita-citanya”.
Sementara, kepada anggota Aisisyah, berkatalah Ahmad Dahlan dalam nada membakar semangat, “Urusan dapur janganlah dijadikan halangan untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.” (Junus Salam, 2009: h. 73)
Strategi Dakwah Ahmad Dahlan
Dalam gerak dakwahnya, perhatian Ahmad Dahlan terhadap dunia pendidikan sungguh besar. Ini terbukti lewat perhatian dan kegiatan beliau, baik sebelum maupun sesudah Muhammadiyah berdiri.
Ahmad Dahlan sangat sadar, bahwa hanya lewat pendidikan yang baik, kader-kader yang siap memegang peran yang penting di masa depan akan dengan mudah bisa didapat.
Lihatlah, dulu sebelum Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan sangat bersemangat mendatangi macam-macam sekolah di Yogyakarta dan di Magelang. Hal itu karena Ahmad Dahlan yakin bahwa, misalnya, kelak lulusan sekolah pamong praja akan mengatur masyarakat.
Oleh karena itu, kepada mereka, para murid itu, harus dimasukkan pelajaran dan jiwa keislaman yang sedalam-dalamnya.
Setelah Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan menyelenggarakan pengajian dengan nama ‘Fathul Asrar wa Miftahus-Saadah’ untuk membimbing para pemuda yang berumur sekitar 25 tahun supaya gemar beramal kebaikan dan berani menjadi kader Muhammadiyah. Juga, agar para pemuda itu terhindar dari berbagai bentuk kenakalan.
Di saat mendekati para pemuda yang akan didakwahinya, Ahmad Dahlan punya siasat. Mula-mula, diikutinya segala keinginan mereka seperti pergi berpiknik. Kemudian, kepada yang gemar main musik, diajaklah mereka untuk bermain musik.
Kemudian, sedikit demi sedikit, mereka dididik. Hasilnya, di kemudian hari, para pemuda itu menjelma menjadi pribadi yang shalih dan menjadi pemimpin yang baik.
Demikianlah, pribadi Ahmad Dahlan. Dalam beramal, beliau sangat giat dan tampak tak mengenal lelah. Beliau, yang sama sekali tidak mengharap imbalan, selalu bersungguh-sungguh dalam bekerja. Dialah manusia amal, sosok yang sepi ing pamrih rame ing gawe’.(*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan Manusia Amal Ahmad Dahlan ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif edisi 47 Tahun ke-XXIV, 24 Juli 2020/3 Dzulhijah 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.