Taipan Peduli Pendidikan, Asli dan Aspal. Kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Majelis Pendidikan Dasar dan Penengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Ma’arif PBNU mundur dari program organisasi penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian yang dipimpin Nadiem Makariem menunjuk banyak mitra kerja dalam program itu. Di antaranya dua yayasan atau foundations berinisial T dan S milik taipan lokal dan asing.
Lembaga-lembaga milik taipan ini dikabarkan mendapatkan dana hibah program masing-masing sebesar Rp 20 milyar. Perusahaan yang menaungi yayasan lebih dikenal sebagai icon bisnis sawit dan rokok.
Muhammadiyah Icon Pendidikan
Icon sebagai penggerak pendidikan bangsa khususnya pada kaum marginal demikian lekat dengan Muhammadiyah. Kiprah Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sejak 1912 diakui banyak pihak.
Presiden Soekarno melalui sebuah surat dikutip dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams secara resmi memberikan pengakuan akan besarnya sumbangsih Muhammadiyah dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Presiden Soekarno sendiri pernah memimpin Majelis Pendidikan Muhammadiyah Bengkulen atau Bengkulu ketika diasingkan pada tahun 1938 hingga 1942.
Bersama Nahdlatul Ulama (NU), Taman Siswa, dan sebagainya Muhammadiyah konsisten mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan berkualitas sebelum kemerdekaan dikelola pemerintah kolonial atau swasta untuk kalangan tertentu, anak-anak pengusaha sukses, pejabat, atau ningrat. Baru setelah Indonesia merdeka pengelolaan pendidikan ditangan pemerintah menjangkau semua kalangan.
Namun demikian pendidikan yang dikelola pemerintah belum mampu menjangkau semua kalangan secara luas disebabkan kecukupan anggaran. Bersama-sama pihak swasta dan organisasi kemasyarakatan, pemerintah berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Belakangan semakin banyak pengusaha-pengusaha besar—biasa disebut para taipan—ikut berpartisipasi dalam bidang pendidikan.
Taipan peduli pendidikan bukan hal baru, Muhammadiyah salah satu pelopornya. Bagaimana ‘taipan-taipan’ Muhammadiyah dalam hal ini para wirausahawannya tanpa menunggu kaya raya mendukung majelis pendidikan dalam memenuhi sarana prasarana pendidikan.
Taipan Peduli Pendidikan
Kiprah para pengusaha dalam ikut serta berpartisipasi dalam memajukan pendidikan harus diapresiasi, tapi sebagian perlu ‘diwaspadai’. Sosok taipan dan perusahaan yang diakui kiprah besarnya dalam ikut berpartisipasi dalam pendidikan salah satunya Ir Ciputra dengan Group Citra miliknya.
Jenjang pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi didirikan dengan muatan khas entrepreneurships atau kewirausahaan.
Alumni pendidikan Grup Ciputra dari berbagai kalangan mengakui manfaat dan nilai lebih kewirausahaan yang diajarkan. Pak Ci—sapaan akrab Ir Ciputra—menjadikan lembaga pendidikannya menjadi tempat mencetak pengusaha seperti dirinya.
Misi penularan ‘virus’ kewirausahaan yang umumnya dimiliki masyarakat Tionghoa bisa ditularkan pada semua kalangan tanpa batasan untuk etnis tertentu. Langkah Grup Ciputra memasuki dunia pendidikan diikuti Grup Lippo dengan brand pendidikan Pelita Harapan. Kiprah taipan dalam bidang pendidikan model demikian tentu layak diapresiasi.
Model partisispasi taipan lainnya dalam ikut memajukan pendidikan di Indonesia yang umum yaitu berdonasi dalam bidang pendidikan. Grup Salim misalnya pernah berpartisipasi dalam pengembangan Universitas Trunojoyo Madura. Grup Mayapada menyumbang sebuah gedung di Universitas Gajah Mada.
Pada tingkatan sekolah dasar sampai menengah yang di dalamnya banyak putra putri pengusaha mapan menuntut ilmu sering dijumpai pihak sekolah menolak dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah karena merasa cukup.
Partisipasi taipan lainnya tentu sangat banyak dan tidak terekspose karena sebagaimana jati diri bangsa Indonesia umumnya yaitu semangat gotong-royong sebagian merasa tidak etis jika kebaikannya harus dipublikasikan.
Dana CSR untuk Pendidikan
Pada intinya partisipasi perusahaan dan pengusaha dalam bidang sosial apapun termasuk dalam bidang pendidikan selaras dengan ketentuan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility, CSR) yang dianjurkan pemerintah banyak negara.
CSR adalah suatu konsep perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) menyatakan sebagai berikut.
CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya.
Dana CSR berasal dari penyisihan atau pencadangan pendapatan perusahaan. Penyaluran dana CSR beragam. Adakalanya disalurkan secara langsung kepada masyarakat oleh perusahaan atau perusahaan membentuk lembaga filantropi untuk mengelola dana CSR atau menggandeng pihak ketiga yang dinilai memiliki kompetensi bidang tertentu misalnya pendidikan, lingkungan, kesehatan, kerohanian dan lain-lain.
Mengutip definisi WBCSD tentang CSR yang mengharuskan dunia usaha untuk bertindak ‘etis’ dalam pelaksanaan programnya, apakah yang dilakukan yayasan milik taipan termasuk ‘etis’?
Taipan, Menyumbang atau Disumbang?
Jamaknya pihak swasta dalam hal ini perusahaan besar apalagi termasuk kategori konglomerat menyumbang pada negara atau masyarakat. Sementara dalam POP, yayasan milik taipan mendapat hibah dari pemerintah.
Berbeda dengan kiprah Ciputra Grup, Lippo Grup, Salim Grup, Mayapada Grup yang layak diapresiasi, kiprah yayasan milik taipan penerima hibah pemerintah layak ‘diwaspadai’.
Dalam program pra kerja sebelumnya, pemerintah telah mengakui kesalahannya dengan memutus kerja sama dengan perusahaan aplikasi Ruangguru. Berharap pemerintah berkenan mengevaluasi keberadaan yayasan yang tidak kompeten membidangi pendidikan menjadi mitra kerjanya.
Uang negara yang notabene uang masyarakat selayaknya tersalur tepat sasaran pada masyarakat. Cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dan memperbaiki karakter bangsa perlu dimulai dari perbaikan karakter dan etika penyelenggaraan maupun mitra kerja program pendidikan yang dilakukan pemerintah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.