Kisah Orang-Orang Kecil yang Berkurban.
Ditulis oleh Bahrus Surur-Iyunk, Dosen STIT Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan; Guru SMA Muhammadiyah I Sumenep.
PWMU.CO – Salah satu kiat agar senantiasa bersyukur adalah dengan menengok orang yang yang ada di bawah kita secara duniawi.
Seseorang yang sudah memiliki mobil janganlah melihat orang lain yang memiliki mobil mewah, tapi lihatlah mereka yang hanya memiliki sepeda motor.
Begitu juga yang sudah memiliki sepeda motor, lihatlah mereka yang hanya bisa mengayuh sepeda onthel kemana-mana untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya.
Dalam hadis Bukhari-Muslim, Rasulullah bersabda:
اانظروا الى من هو اسفل منكم ولا تنظروا الى من هو فوقكم فهو اجدر ان لا تزدروا نعمة الله عليكم
“Pandanglah orang yang lebih rendah dari padamu (dalam hal keduniaan). Jangan memandang kepada orang yang lebih tinggi dari padamu. Karena yang demikian itu lebih baik, agar kamu tidak memperkecil nikmat karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadamu.” (Muttafaq alaih)
Kurban dan Bersyukur
Dalam beberapa hari lagi, Idul Adha akan segera hadir di depan kita. Sejenak marilah kita belajar dari mereka yang miskin secara finansial, tetapi mereka tetap bisa berkurban.
Hampir semua orang sudah paham dan tahu kebaikan dan pahala berkurban. Tetapi, bagaimana menggerakkan hati dan menjadikan diri kita menjadi orang yang kaya, terutama kaya hati, itu yang sedikit. Sedikit yang mau bersyukur. Qalilan ma tasykurun. Begitu Allah menyindir hamba-hamba-Nya.
Kurban Suhati dan Mak Yati
Di Kampung Kuta Lebak, RT 6 RW 5, Kelurahan Sriwidari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, ada Sahati (68). Pada tahun 2013 silam, perempuan sepuh ini sehari-hari bekerja sebagai pemulung.
Hebatnya ia mampu menunaikan niatnya untuk berkurban, meski penghasilannya dari menjual plastik, botol, dan barang-barang bekas yang dikumpulkan tidak seberapa. Bagaimana ia bisa berkurban?
“Pokoknya saya pingin kurban. Karena itu, saya selalu sisihkan hasil keringat saya, meskipun cuma Rp 500 atau Rp 1.000 atau berapa saja. Baru beberapa bulan ini uang sering saya titipkan ke adiknya, Bu RT,” kata Sahati yang dikutip brilio.net.
Kerja keras Sahati menyisihkan penghasilan receh demi receh hingga tujuh tahun itu pun akhirnya membuahkan hasil. Sehari menjelang Idul Adha, domba yang dia idam-idamkan pun tiba di pekarangan rumahnya.
Di kawasan Tebet Jakarta, ada Mak Yati, pemulung botol bekas yang membuat haru pengurus Masjid al-Ittihad, Jumat (26/10/2012). Salah seorang pengurus masjid, Syaiful, menceritakan bagaimana sosok Mak Yati sebagai seorang pemulung yang juga sering mampir di masjid.
Syaiful menuturkan, pada malam Idul Adha, dengan menumpang bajaj, Mak Yati membuat kaget dan haru pengurus masjid. Dia membawa dua ekor kambing beserta rumputnya ke Masjid al-Ittihad untuk berkurban.
“Kita nggak nyangka Mak Yati bawa kambing malam itu. Orang sehari-hari dia cuma mulung, tapi punya niat untuk menyumbangkan hewan kurban untuk lebaran ini,” imbuh Syaiful.
Kurban Tukang Becak dan Pemulung
Di Purworejo Jawa Tengah, ada tukang becak bernama Bambang. Pada tahun 2013 silam, ia menjadi buah bibir warganet. Bagaimana tidak, seekor sapi ia kurbankan pada perayaan Idul Adha. Harga sapi yang lumayan mahal membuat banyak tetangganya salut dan heran. Apalagi ia hanya seorang tukang becak.
Rupanya, selama lima tahun Bambang menabung di bawah jok becaknya. Uang itulah yang ia gunakan buat membeli sapi. Hal itu tentu membuat tetangga dan keluarganya ikut senang dan bahagia, tentunya juga termotivasi akan kegigihan Bambang untuk berkurban meskipun hidup dalam keterbatasan.
Kita juga mungkin ingat seorang nenek bernama Inaq Sahnun, juga seorang pemulung di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Perempuan yang viral di media sosial ini berhasil mewujudkan niat mulianya untuk berkurban sapi seharga 10 Rp juta pada Idul Adha 1440 Hijriah.
Sosok Inaq Sahnun sebenarnya tak asing di warga masyarakat yang bermukim di kawasan Cakranegara Kota Mataram. Inaq yang kesehariannya mengumpulkan botol bekas dan sampah plastik menyisihkan pendapatannya dari menjual hasil memulungnya untuk berkurban.
“Dalam sepeekan saya bisa menjual botol bekas dan sampah plastik Rp 10 ribu. Kadang Rp 20 ribu bahkan hingga Rp 50 ribu,” katanya seperti dilansir Antara Selasa (30/7/2019).
Menurut dia, uang senilai Rp 10 juta itu tidak serta merta didapatkannya. Namun, dia telah mengumpulkan uang tersebut sejak lima tahun yang lalu dan dihajatkan untuk berkurban. Selama ini, Inaq Sahnun hidup sendiri, sementara dua saudaranya sudah meninggal dunia.
Motivasi Berkurban
Dalam Surat aa-Kautsar, sebuah surat yang sangat sering dibaca saat shalat sendirian, Allah mengingatkan.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Maka, berkurbanlah. Jika tidak bisa setahun sekali, maka dua tahun sekali. Jika tidak bisa, tiga tahun sekali juga boleh. Jika masih tidak bisa, empat tahun sekali juga tidak masalah.
Masih belum bisa, lima tahun sekali juga sudah hebat. Masih belum mampu, sekali dalam seumur hidup lebih baik daripada tidak sama sekali. (*)
Kisah Orang-Orang Kecil yang Berkurban, Editor Mohammad Nurfatoni.
Bahrus Surur-Iyunk adalah penulis buku Teologi Amal Saleh (2006), Agar Imanku Semanis Madu (2017), Nikmatnya Bersyukur (2018), Indahnya Bersabar (2019) dan 10 Langkah Menembus Batas Meraih Mimpi (2020)