PWMU.CO– Persembahan kurban pertama kali dilakukan dua anak Adam, Qabil dan Habil. Seperti dikisahkan dalam surat al-Maidah ayat 27
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia berkata,”Aku pasti membunuhmu!” Berkata, ”Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”
Menurut ahli tafsir seperti Ibnu Katsir, nama dua anak Adam itu kakak beradik, Qabil dan Habil. Qabil bekerja bertani sedangkan Habil beternak. Di ayat ini tidak dijelaskan bentuk persembahan kurban dari keduanya.
Tapi menurut tafsir masing-masing anak Adam persembahkan kurban itu dari hasil pekerjaannya. Qabil membawa hasil panen pertaniannya berupa sayur mayur. Namun dia memilih yang buruk untuk persembahan kurban. Sedangkan Habil memilih ternak yang paling bagus untuk dikurbankan kepada Tuhannya.
Keduanya diperintah mempersembahkan kurban atas saran ayahnya, Nabi Adam, untuk menyelesaikan perselisihan di antara keduanya. Ternyata sesajen Qabil ditolak, sedangkan persembahan kurban Habil diterima.
Dalam tafsir diterangkan, bukti kurban diterima adalah persembahan Habil dilalap api hingga hilang sedangkan punya Qabil tak tersentuh api. Penolakan persembahan Qabil ini membuatnya marah sehingga dia membunuh adiknya, Habil.
Inilah pembunuhan pertama dalam kehidupan manusia. Buktinya, dikisahkan pembunuh tidak tahu bagaimana memperlakukan mayat yang telah dibunuhnya sehingga dikirim burung gagak untuk mengajari cara menguburnya seperti diterangkan dalam ayat 31.
Tafsir Sosiologi Ali Syariati
Dalam bukunya Tentang Sosiologi Islam, Ali Syari’ati menanyakan dari kisah ini mengapa satu anak Adam menjadi pembunuh karena persembahannya ditolak. Sedangkan satunya menjadi anak saleh yang rela mati karena menerima keputusan Allah dari persembahan kurban kepada kepada Allah.
Padahal dua anak ini tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan, kondisi, dan nilai agama yang sama oleh ayahnya yang seorang nabi Allah.
Syariati menjelaskan perbedaan itu lewat konsep struktur sosial Habil dan Qabil yang berbeda saat menjalani kehidupan. Peristiwa pembunuhan terjadi, menurut dia, merupakan interpretasi dari pandangan hidup dua kutub struktur sosial yang berbeda ini.
Struktur sosial Qabil mewakili sisi sejarah masyarakat masa bertani. Sumber-sumber alam dikuasai dan dieksploitasi atas nama pemiliknya. Terjadi kelas sosial berdasarkan pemilikan dan status sosialnya. Membentuk manusia sebagai tuan dan budak, penguasa dan yang dikuasai, menindas dan tertindas, pembunuh dan yang dibunuh. Jika terjadi perselisihan, watak manusia dalam struktur sosial ini menindas orang-orang lemah.
Struktur sosial Habil merepresentasikan bagian sejarah masyarakat masa berburu, mencari ikan dan menjinakkan binatang-binatang buas. Di zaman ini manusia mengambil sesuatu dari alam tanpa sikap monopoli, menguasai. Semua hasil dibagikan sama rata dalam kehidupan bersama. Saat ada perselisihan, watak manusia dalam struktur sosial ini menerima keputusan tetua.
Itulah perbedaan cara pandang dua anak Adam tentang kehidupan. Satu anak menyikapi konflik dengan menuruti ego ingin menguasai dengan menyingkirkan lawannya. Terjadi ketidak-seimbangan antara kebaikan dan kejahatan dalam dirinya.
Sementara satu anak telah memasrahkan dirinya dalam kehendak aturan kehidupan komunal masyarakatnya tanpa keinginan untuk melawan. Menerima keputusan adalah upaya menjaga keseimbangan masyarakat.
Pelajaran dari kisah dua anak Adam ini adalah pengurbanan adalah mempersembahkan ego diri untuk tunduk kepada aturan dan bisa menerima apa pun hasilnya meskipun tidak menguntungkan dirinya. Inilah pengurbanan yang sebenar-benarnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto