PWMU.CO – Kadar dan kualitas ketaqwaan warga Muhammadiyah harus terus dijaga. Bahkan harus terus dikuatkan. Salah satu cara untuk itu, Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Wonokromo rutin mengadakan kajian Ahad pagi di pekan ke-3 setiap bulannya.
Dalam kajian Ahad pagi, di momen Dzulhijjah 1437 Hijiriyah ini, dihadirkan Drs Nur Cholis Huda MSi sebagai narasumber. Pak Nur sapaan akrabnya mengajak para jamaah untuk memiliki cara pandang berbeda dalam menyikapi persoalan-persoalan kehidupan.
(Baca: Ketika ‘Kasih Ilahi Tak Bertepi’ Membuat Air Mata Bercucuran dan Menikmati Jalan Hidup dengan Rumus “6 M”)
Dengan berbagai ungkapan di salah satu buku karyanya yang berjudul “Rumput Tetangga tidak Lebih Hijau”, Wakil Ketua PWM Jatim mengiring jamaah untuk menemukan makna bersyukur.
Penulis banyak buku ini menjelaskan, hidup itu indah dan Allah Swt menghendaki hidup itu mudah. Sebaliknya, Allah Swt tidak menghendaki hidup susah. ”Jika merasa sumpek, maka ada yang salah dalam menyikapi masalah,” tutur Pak Nur, di Komplek Pendidikan Muhammadiyah Gadung, Ahad (18/9).
Lebih lanjut Pak Nur mengungkapkan sebuah pernyataan, mengapa merindukan taman di seberang lautan? Padahal itu jelas-jelas bukan miliknya. Sementara sekuntum bunga di bawah jendela rumah miliknya tidak mampu untuk dinikmati. ”Ini seharusnya menjadi introspeksi bagi kita, agar kita mampu bersyukur dengan nikmat yang Allah Swt berikan. Bukan untuk menghardik ataupun iri dengan yang orang lain miliki,” ujarnya.
(Baca juga: 7 Resep Murah Meriah Membangun Keluarga Sakinah dan Berikut Ciri Suami yang Baik. Anda Masuk Kategori Ini?)
Di akhir sesi Pak Nur kemudian menerangkan mengapa rumput tetangga bisa tampak lebih hijau? Pertama, karena membandingkan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Kemudian kedua, kehidupan orang lain dilihat dari sisi enaknya. Sedangkan kehidupannya sendiri dilihat dari sisi problemnya. Ketiga, pasangan lain terlihat lebih menarik. Itu karena kita melihatnya dari kelebihanya saja. Sementara pasangan sendiri dilihat dari sisi kekuranga saja.
”Hidup itu berjalan dari masalah ke masalah. Sedih atau senang tergantung cara pandang kita. Urip iku sawang-sinawang (hidup itu harus dilihat-lihat). Ono wong numpak mercy karo mrebes mili (ada orang naik mercy dengan menangis). Ono wong mlaku karo gemuyu (ada orang berjalan sambil tertawa lepas),” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Tabligh PCM Wonokromo Nafi’uddin SHI menyampaikan, lewat buku “Rumput Tetangga tidak Lebih Hijau”, Pak Nur telah menyadarkan jamaah untuk melihat sesuatu dengan sudut pandang berbada. ”Sehingga dalam menyikapi persolan-persoalan bisa dengan bijaksana dan senantiasa bersyukur akan nikmat Allah Swt,” uajarnya. (aan)