Keluarga Ibrahim, Inspirasi di Tengah Pandemi. Adalah tema khutbah yang disampaikan Prof Biyanto dalam shalat Idul Adha 1441 di rumahnya.
PWMU.CO – Bagi keluarga Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Biyanto, Jumat (31/7/200) merupakan momen yang spesial.
Pada hari itu Guru Besar UIN Sunan Ampel tersebut berkesempatan melaksanakan shalat Idul Adlha bersama keluarga tercinta. Pelaksanaan shalat Id di rumah Ini merupakan yang kedua.
“Yang pertama saat shalat Idul Fitri yang lalu. Penyebabnya pun sama, karena Surabaya masih termasuk zona merah, bahkan merah kehitaman,” ujarnya pada PWMU.CO, Jumat malam.
Batalkan Jadwal
Sebagai anggota PWM Jawa Timur, Biyanto juga ingin menjadi bagian dari gerakan mengawal surat edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang panduan shalat Idul Adlha di era pandemi.
Biyanto mengatakan, sebenarnya dia terjadwal menjadi imam dan khatib Idul Adha di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Giri, Gresik. “Tetapi karena Surabaya dan Gresik sama-sama masih bahaya Covid-19, maka jadwal khutbah di Kota Pudak itu saya batalkan,” ujarnya.
Menuru dia, pembatalan itu dengan mempertimbangkan banyak hal. Misalnya melihat masih tingginya kasus Covid-19 di Surabaya dan Gresik. Dia sangat khawatir jika jamaah yang datang tidak terkontrol.
“Meski mungkin panitia sejatinya telah menyiapkan pelaksanaan shalat Idul Adha sesuai protokol kesehatan, namun potensi penumpukan jamaah yang sudah rindu shalat Id di lapangan pasti sulit dikendalikan,” ungkapnya.
Karena itu, Biyanto pun meminta ijin pada panitia untuk tidak hadir. “Insyaallah pada shalat Id yang akan datang saya akan hadir,” katanya pada panitia.
Shalat Idul Adha di Rumah
Akhirnya Biyanto memutuskan shalat Idul Adha bersama keluarga di rumahnya, Jalan Plampitan Gang I Nomor 21 Surabaya. Ada dua kelarga yang ikut bergabung. “Keluarga saudara istri dan anak-anaknya yang bergabung. Sama dengan jamaah shalat Idul Fitri yang lalu,” katanya.
Biyanto bertindak sebagai imam dan khatib. Pada khutbahnya, dia mengambil topik pentingnya meneladani keluarga Ibrahim dalam mendidik anak-anak.
Dia mengutip firman Allah Surat al-Baqarah: 124, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku tidak mengenai orang yang zalim.”
Firman Allah tersebut menurut Biyanto penting menjadi renungan dalam mendidik anak-anak. “Para orangtua seharusnya meneladani karakter Ibrahim yang berpikir jauh ke depan. Terutama terkait nasib anak-anaknya pada masa sesudahnya,” tuturnya.
Dialog dalam ayat tersebut, sambung dia, menunjukkan betapa Ibrahim tidak berpuas diri ketika diangkat Allah sebagai pemimpin bagi umat manusia. Ibrahim lantas mengajukan permohonan pada Allah agar anak-anaknya juga diberikan kemuliaan dengan menjadi pemimpin bagi manusia sebagaimana dirinya.
“Dan sebagaimana kita ketahui, permohonan Ibrahim itu banyak dikabulkan oleh Allah. Anak-anak Ibrahim banyak yang menjadi nabi dan rasul Allah. Bahkan tiga agama besar di dunia, yakni Yahudi, Nasrani, dan Islam, masih berkaitan dengan anak-anak Ibrahim. Maka, tidak mengherankan jika Nabi Ibrahim dikatakan sebagai titik temu tiga agama samawi tersebut,” urai Biyanto.
Meneladani Ibrahim saat Pandemi
Dia menegaskan, di tengah pandemi Covid-19 ini para orangtua semestinya juga menjadikan Nabi Ibrahim dan keluarganya sebagai inspirasi. Apalagi orangtua kini mau tidak mau harus menggantikan posisi guru dalam mendidik anak-anak di rumah.
Menurut dia, kondisi rumah juga harus disulap menjadi sekolah. Sejauh ini sekolah dan pesantren juga banyak yang masih menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bahkan menurut estimasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, metode PJJ ini akan dilaksanakan hingga Desember 2020.
“Kondisi inil jelas harus disikapi secara positif oleh para orangtua, yang harus mengkondisikan rumah layaknya sekolah,” kata Biyanto sambil mengutip pernyataan hikmah: al-baytu madrasah al-ula (rumah merupakan madrasah yang pertama dan utama).
Biyanto menembahkan, kalimat hikmah ini memang relevan dengan kondisi pandemi Covid-19.
Pada bagian akhir khutbahnya, Biyanto meminta anak-anak tetap optimistik melihat masa depan. “Kesulitan dan kedaruratan akibat Covid-19 ini pasti berlalu. Karena itu, kondisi ini tidak perlu diratapi. Allah pasti memberikan hikmah di balik pandemi Covid-19,” nasihatnya.
Menurutnya, di antara hikmahnya adalah orangtua dapat menjadi pendidik terbaik bagi anak-anaknya. Orangtua dapat membersamai anak-anak untuk beribadah secara berjamaah. “Inilah yang disebut hikmah tersembunyi atau a blessing in disguise di balik pandemi Covid-19,” tegas Biyanto. (*)
Penuls/Editor Mohammad Nurfatoni.