PWMU.CO– Dagestan, republik paling selatan di Rusia merupakan wilayah muslim yang menjadi pintu berkembangnya Islam di negara federasi ini. Lokasinya di pinggir Laut Kaspia di atas Pegunungan Kaukasus.
Orang Dagestan paling terkenal sekarang adalah petarung gulat juara UFC, Khabib Nurmagomedov. Gulat menjadi olahraga favorit anak-anak muda di negeri ini. Tokoh lainnya, Imam Syamil, pemimpin tarikat yang berjuang melawan Rusia di abad 19.
Derbent, kota di pinggiran Laut Kaspia, yang dikuasai pasukan Umaiyah dan Persia pada abad ke-8. Dari kota ini Islam menyebar ke utara melewati Chechnya, Tatarstan, Inghusetia, Ossetia, Kabardino Balkaria, Karachay-Cherkessia. Bahkan memengaruhi Islam di Armenia dan Georgia walau sedikit.
Inilah jalur sutra yang dilalui para pedagang dari Eropa menuju ke Tiongkok melewati Pegunungan Kaukasus dan melihat keindahan Danau Kaspia yang luas sebelum menuju Uzbekistan, Kazakahtan, Turkistan (Xinjiang) dan Tiongkok.
Kemudian wilayah ini dikuasai keturunan bangsa Mongol keturunan Genghis Khan tahun 1260 hingga 1480. Bangsa Rusia menaklukan wilayah ini pada tahun 1552 di zaman Tsar Ivan IV merebut lebih dulu Kazan, ibukota Tatarstan. Berganti lagi dikuasai Persia, lalu Turki. Rusia kembali menaklukkan tahun 1921 setelah memang perang dengn Turki.
Di zaman Glasnost dan bubarnya Sovyet tahun 1991, Dagestan dan Chechnya berusaha merdeka seperti negera tetangganya. Tapi Rusia menggempur habis-habisan menggugurkan para pejuangnya hingga gagal merdeka.
Derbent, kota kuno di Dagestan memiliki benteng Naryn Kala dan masjid tertua di Rusia. Dikenal sebagai Gerbang Kaspia. Benteng didirikan pada abad ke-6 oleh bangsa Persia untuk menahan serangan bangsa Mongol.
Musim gugur di sini sangat hangat, sedangkan musim dinginnya pendek dan sejuk. Udara Laut Kaspia yang menyelamatkan orang-orang dari teriknya matahari musim panas.
Masjid Juma
Masjid Juma di kota ini dibangun pada tahun 734 di masa Kekhalifahan Umayyah. Masjid ini arsitekturnya mirip benteng menjadi salah satu pusat persebaran Islam di Rusia. Meski sekarang menjadi masjid Syiah, orang-orang Sunni juga beribadah di sini.
Saat ini, ada lebih dari 60 etnis yang tinggal di Derbent. Dari 124 ribu penduduk, hanya 3,5 persen saja yang berdarah Rusia. Kelompok etnis terbesar yang menghuni kota itu adalah orang-orang Lezgin (33 persen), Azerbaijan (32 persen), dan Tabasaran (15 persen).
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa situs bersejarah ini bisa jadi lebih tua dari usianya kini. Sebelum menjadi masjid, bangunan ini kemungkinan pernah berfungsi sebagai kuil di zaman Dagestan kuno.
Pada abad ke-14, masjid tersebut mengalami kerusakan parah akibat gempa, tapi kemudian direnovasi pada tahun 1368 – 1369.
Masjid tersebut menghadapi masa-masa sulit pada era Uni Soviet. Tempat ibadah bagi umat Islam itu ditutup pada 1930. Pada 1938 – 1943 masjid tersebut dialihfungsikan sebagai penjara. Namun pada 1943, pemerintah mengembalikannya kepada Majelis Ulama Derbent.
Di halaman dalam Masjid Juma terdapat pohon Platanus kuno yang berasal dari abad ke-9. Menurut legenda, pohon-pohon itu ditanam oleh seorang sufi tersohor asal Persia, Al-Junaid al-Baghdadi. Pohon-pohon itu kini berdiri kokoh melindungi masjid dari segala fenomena alam yang membahayakan.
Keempat pohon yang kemungkinan telah berusia lebih dari 2.000 tahun itu menyerap kelembaban dari tanah. Akar-akarnya yang kuat menahan tanah sehingga melindungi masjid dari risiko gempa bumi.
Masjid Juma lebih dari sekadar masjid. Kompleks masjid ini mencakup madrasah dan rumah bagi para ulama. Masjid megah ini pun dimasukkan UNESCO ke dalam daftar Situs Warisan Budaya Dunia. (*)
Editor Sugeng Purwanto