Tanda Resesi Ada di Kantor BPJS ditulis oleh Ali Murtadlo, wartawan di Surabaya.
PWMU.CO-Di manakah kita bisa melihat tanda resesi? Datangi Kantor BPJS urusan klaim JHT (Jaminan Hari Tua). Hari-hari ini Kantor BPJS untuk klaim JHT penuh. Jangan coba-coba datang pukul 8 pagi saat kantornya buka. Sudah tak kebagian tempat.
Saya punya pengalaman datang pukul 06.00 ke kantor BPJS Jemursari. Saya curiga parkiran motor dan mobilnya kok sudah berderet-deret. Benar. Begitu turun dan memasuki pagar yang dijaga petugas, saya ditanya dengan sopan. ”Ada yang bisa dibantu Pak?”
Setelah saya jelaskan, dia menjawab, ”Mohon maaf, Pak, hari ini penuh. Besok silakan datang lebih pagi,” kata petugas.
Wah, ternyata pukul 6 pagi masih kurang pagi. Saya sebetulnya sudah dapat bocoran dari Mbak Yani, HRD JP, hari-hari ini, BPJS ramai sekali. Gara-gara banyak perusahaan melakukan PHK, pensiun dini, atau karyawan mundur karena tak mau gajinya dipotong gara-gara kondisi perusahaan yang kesulitan dihantam Covid 19. Semuanya ramai-ramai klaim BPJSnya.
Besoknya, saya datang lagi. Satu jam lebih pagi. Usai berjamaah Subuh langsung berangkat. Wiridan di mobil. Sebelum pukul 5 saya sudah sampai. Wah, sama saja, sudah ada 10 mobil dan deretan motor yang sudah memenuhi depan kantor BPJS Jemur.
”Mau daftar, masih ada Mas. Silakan,” kata petugas. Alhamdulillah, saya dapat nomor 38. Biasanya jatah pelayanan tiap hari dibatasi 40 orang. Ternyata hari itu dinaikkan menjadi 60 orang karena banyak orang yang protes. Sudah datang pagi tak dilayani.
Korban PHK
Yang memprihatinkan hampir semua yang antre anak muda di bawah 40 tahun. Bahkan di bawah 30 tahun. Sama sekali belum pantas untuk pensiun. Waktu saya tanya, rata-rata korban PHK. Sebagian lainnya, mengambil paket pensiun dini yang ditawarkan perusahaan gara-gara dihantam pandemi.
Saya tanya mereka habis ini melamar kerja lagi atau kerja sendiri. Jawabannya sangat realistis. ”Hari gini masak ada yang buka lowongan Pak? Wong saya saja di-PHK,” kata pria 33 tahun.
Lalu apa yang akan dikerjakan? ”Saya mau reseller susu bayi dan popok bayi,” kata alumnus sekolah tinggi ekonomi ini.
Dia memilih pekerjaan itu karena punya bayi. Otomatis rutin beli susu dan popok. Dilihatnya ada peluang bisnis di situ. ”Saya kebetulan menemukan tempat murah. Begitu murahnya, banyak yang titip. Terus saya pikir, ya ini saja, saya besarkan,” kata arek asli Surabaya yang memang mengambil bidang manajemen pemasaran saat berkuliah dulu.
Lain lagi cerita sopir ini. Tidak banyak aktivitas keluar di perusahaannya, maka tenaganya tidak diperlukan lagi. ”Saya di-PHK setelah 10 tahun bekerja sebagai driver,” katanya.
Habis ini? ”Dulu sepulang jam kerja saya ngojek. Sekarang, saya full ngojek mulai pagi hingga malam,” katanya. Apakah pendapatannya turun gara-gara covid. ”Sekarang yang laku cuma go-foodnya. Penumpangnya jarang yang mau. Takut covid,” katanya.
Pesangon Cukup 4 Bulan
Perempuan 25 tahun yang duduk di sebelah saya, lain lagi. ”Saya dirayu sama HRD untuk resign. Pertama, karena saya hamil. Kedua, supaya yang lain masih bisa dipertahankan,” katanya.
Berapa besar JHT-nya? Meski banyak yang keberatan menyebut angkanya, rata-rata yang saya tanya menyebut angka di bawah Rp 10 juta. Masuk akal, karena mereka masih belum terlalu lama bekerja. Yang kedua, gajinya masih kecil sehingga potongan BPJS-nya pun kecil.
Jika Rp 10 juta ini bisa dihemat hingga 4 bulan, berarti akan habis pada November nanti. Kalau mereka belum mendapatkan sumber penghidupan barunya, mungkin banyak saudara kita yang bakal kesulitan di akhir tahun nanti.
Sebetulnya ada hikmahnya. Bagi pemerintah maupun rakyat. Inilah sebetulnya momen terbaik menjadikan masyarakat Indonesia move on menjadi entrepreneur. Pemerintah sudah menangkapnya lewat Kartu Prakerja yang sayangnya kurang klir pelaksanaannya hingga membawa korban whiz kid (anak ajaib) Belva Devara mundur dari stafsus presiden karena diserang conflict of interest.
Bagi rakyat, siapa tahu ini, cara sang Mahakuasa mengangkat derajat kita menjadi pengusaha yang sukses. Lewat resesi ini. Sudah begitu banyak contohnya. Hikmah di balik kemiskinan yang justru menempanya menjadi pengusaha sukses.
Dahlan Iskan, Nurhayati Subakat (Wardah), Hermanto Tanoko (Avian Group) adalah contohnya. Benar-benar from zero to hero. Tetap semangat dan salam!
Editor Sugeng Purwanto