PWMU.CO– Kenangan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus kita teringat dengan tempat dan orang-orang yang berperan dalam hari bersejarah itu. Pertama, rumah Pegangsaan Timur 56 Menteng, Jakarta tempat upacara proklamasi kemerdekaan RI.
Rumah itu ditempati Bung Karno sepulang dari pengasingan di Bengkulu tahun 1944. Rumah itu semula disewa dari pengusaha Faradj bin Said bin Awadh Martak (1897-1962). Usai kemerdekaan rumah itu lantas dihibahkan kepada negara untuk museum.
Faradj Martak yang lahir di Hadramaut, Yaman pada tahun 1897 hijrah ke Indonesia sekitar tahun 1940. Keluarganya berkongsi dengan keluarga Badjened mendirikan NV Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened (Marba).
Faradj Martak membeli rumah itu dari orang Belanda. Ketika rumah ditempati keluarga Bung Karno, dia pindah ke rumah di seberang jalan Pegangsaan 41.
Pemerintah Indonesia memberikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj pada 14 Agustus 1950 yang ditandatangani oleh Ir Manantu Sitompoel, Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kabinet Halim. Dia meninggal pada usia 65 tahun di kota Aden, Yaman.
Peran Tokoh-Tokoh Muhammadiyah
Di rumah itu pula, sang saka Merah Putih dijahit oleh Ibu Fatmawati, dan dikibarkan ketika upacara kemerdekaan. Fatmawati putri Hasan Din, ketua Majelis Pendidikan Muhammadiyah Bengkulu. Dia juga aktif dalam pergerakan membantu ayahnya di tanah kelahirannya.
Bung Karno sewaktu di pengasingan Bengkulu aktif di Muhamamdiyah membantu Hasan Din dengan menjadi guru pada tahun 1938.
Tokoh-tokoh Muhamamdiyah lain yang dikenang pada Hari Proklamasi ini Ki Bagus Hadikusumo, Jenderal Soedirman, dan Kasman Singodomedjo. Para tokoh ini dibesarkan oleh Muhammadiyah dengan karakter pengadian, kepemimpinan dan kejujuran. Mereka para politisi yang lugas apa adanya tanpa tipu-tipu demi kepentingan diri.
Tema Indonesia Maju pada Hari Kemerdekaan ke 75 tahun ini selaras dengan jargon Muhammadiyah Islam berkemajuan (Din al-Hadlarah). Dengan jargon itu Muhammadiyah menjalankan dakwah untuk memajukan Indonesia lewat pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, dan budaya.
Muhammadiyah yang lebih tua 32 tahun dari Indonesia menjadi elemen penting terhadap kemerdekaan. Peran tokoh Islam dan kader Muhammadiyah memberikan sumbangan bagi kemerdekaan negeri ini.
Sekarang kader-kader Muhamamdiyah turut serta mengisi kemerdekaan dengan segala sumber daya manusia dan dananya. Walaupun terkadang tak selaras dengan kebijakan politik pemerintah namun tetap bertaawun untuk negeri. Membangun dengan semangat kritis amar makruf nahi mungkar.
Sesuai dengan pandangan politik terhadap negara ini sebagai Darul Ahdi Wasyahadah. Negara hasil Komitmen bersama dan kesaksian untuk mengisi pembangunannya lewat Islam berkemajuan agar Indonesia Maju. (*)
Penulis Hendra Hari Wahyudi Editor Sugeng Purwanto