Cak Lontong dan Pilwali Surabaya tulisan Dhimam Abror Djuraid, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Munculnya pelawak atau komedian di panggung politik bukan barang baru. Di DPR RI ada nama-nama Eko Hendro Purnomo, Nurul Qomar, Deddy Gumelar, dan beberapa nama lain.
Mereka lebih dikenal dengan nama panggungnya masing-masing daripada nama aslinya. Eko Hendro Purnomo adalah Eko Patrio, sekarang anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional).
Ada nama Deddy Gumelar yang lebih ngetop sebagai Miing Bagito yang pernah menjadi anggota DPR RI dari PDIP, periode 2009-2014. Ada juga Nurul Qomar alias Komar Empat Sekawan yang pernah jadi anggota DPR RI 2004-2014 dari Partai Demokrat.
Karena itu tidak heran kalau nama Lies Hartono alias Cak Lontong dimunculkan oleh Dahlan Iskan sebagai salah satu kandidat pendamping Machfud Arifin (MA) di Pilwali Surabaya, Desember nanti.
Cak Lontong lucu pol, dan karena itu Dahlan tertarik mengusulkannya menjadi pasangan MA. Alasannya, karena masyarakat Surabaya yang terbuka dan suka humor membutuhkan figur seperti Cak Lontong yang lucu, orisinal, segar, dan terlihat cerdas. Maklum, Cak Lontong lulusan ITS.
Kali ini Dahlan tidak sedang melucu. Di depan sekelompok pengusaha Surabaya yang dikumpulkan MA dalam acara fundrising (20/8), Dahlan serius memunculkan nama Cak Lontong.
Machfud Arifin yang penuh dengan gagasan-gagasan besar untuk membangun Surabaya, perlu didampingi wakil yang mampu mengomunikasikan gagasan-gagasan besar itu secara sederhana kepada masyarakat Surabaya. Dan kualitas itu ada di Cak Lontong. Begitu alasan Dahlan.
Pasangan Mancal
Pasangan Machfud Arifin dan Cak Lontong bisa disingkat menjadi “Mancal”. Nama ini lucu, gampang diingat, dan khas Suroboyoan. Mancal dalam bahasa Suroboyoan bisa berarti “mengayuh” seperti “mancal sepeda”, yang berarti bekerja keras untuk maju.
Tapi mancal juga bisa punya makna konotatif dalam bahasa suroboyoan, yang berarti menendang, seperti dalam ungkapan “tak pancal gegermu”, saya tendang punggungmu, supaya bekerja lebih keras.
Kemunculan Cak Lontong pada injury time hari-hari terakhir pendaftaran menunjukkan betapa sulitnya mencari kombinasi yang pas dalam Pilwali Surabaya kali ini.
PDIP yang menjadi partai pemenang sampai sekarang masih belum bisa memutuskan calonnya. Sementara MA, yang sudah aman mengantongi rekom dari delapan partai besar, malah bingung mencari pasangan.
Maka Cak Lontong pun menyeruak. Ia diharapkan bisa menghibur masyarakat Surabaya, karena politik tidak harus selalu serius. Sesekali harus ada canda-tawa hihihaha.
Surabaya pernah punya Srimulat, grup lawak asal Solo yang melahirkan banyak pelawak lucu seperti Bambang Gentolet, dkk. Tapi sekarang Srimulat tutup. Mungkin karena kalah lucu dari para politisi yang sering bikin tingkah dan membuat keputusan yang bikin ngakak dan perut mules. Begitulah menurut Gus Dur.
Presiden Pelawak
Jangan meremehkan pelawak di kancah politik. Di Ukraina Vloydimyr Zelensky, seorang pelawak berusia 41 tahun, memenangkan pemilu presiden dan menjadi presiden di republik bekas komunis Uni Soviet.
Zelensky populer di televisi dengan acara-acara komedinya. Rakyat Ukraina yang bosan dengan kamerad komunis berwajah dingin dan angker, berbalik memilih Zelensky yang segar dan lucu.
Sekarang pun Zelensky memerintah dengan santai dan lucu. Ia sering memakai kaos dan baju santai. Ia minta para pejabat tidak memasang foto presiden di kantornya tapi foto istri dan anak-anaknya masing-masing.
Sering dalam perjalanan dinas Zelensky tiba-tiba berhenti dan mendatangi anak-anak yang bermain di pancuran air. Ia ikut main air, dan ketika orang-orang menyadari siapa yang bermain bersama anak-anak itu Zelensky dengan santai pergi berlalu.
Politik dan kekuasaan tidak harus selalu kaku dan birokratis. Waktu menjabat presiden 1999-2001 Gus Dur membongkar kekakuan birokratis itu. Gus Dur selalu membuat orang tertawa.
Ketika ribut dengan DPR Gus Dur menyebut anggota DPR bertingkah seperti anak TK. Pernyataan itu diprotes anggota DPR yang tersinggung. Gus Dur bilang harusnya anak TK yang tersinggung karena disamakan dengan anggota DPR. Gitu saja kok repot..
Di kancah diplomasi internasional pun Gus Dur melucu. Ketika bertemu dengan Presiden Clinton di Gedung Putih pada 2001, Gus Dur bikin Clinton terpingkal-pingkal dengan banyolannya. Pertemuan yang dijadwal 30 menit molor menjadi satu setengah jam.
Gus Dur bercerita, dalam pertemuan dengan para kiai ada intel yang menyusup. Gus Dur membisiki para kiai supaya pertemuan itu dilakukan dalam bahasa Arab. Setelah pertemuan usai sang intel ditanya bosnya apa isi pertemuan. Intel menjawab pertemuan tidak ada, diganti acara doa-doa para kiai. Clinton pun ngakak.
Politik Cengengesan
Surabaya gudang pelawak, dan arek Suroboyo suka bercanda. Candaan ala Srimulat maupun ludrukan ala Cak Kartolo akan membuat komunikasi politik lokal Surabaya menjadi lebih cair dan segar.
Cak Lontong bisa membuat suasana segar, tapi harus terukur supaya tidak terkesan menjadi cengengesan. Kekalahan Gus Ipul-Puti Guntur di Pilgub Jatim 2019 bisa menjadi pelajaran. Gus Ipul kocak dan humoris, tapi bisa memunculkan impresi sebagai pemimpin yang kurang serius. konsekuensi politiknya terbukti sangat mahal.
Sepuluh tahun terakhir di bawah Risma Surabaya banyak membangun jalan dan taman, tapi kehilangan kelucuan dan keterbukaan khas Suroboyoan seperti di zaman Cak Narto.
Pilwali adalah urusan serius, tapi tidak perlu sampai membikin stres. Akan muncul singkatan nama-nama pasangan yang lucu dan bikin gerr.
Selain Mancal (Machfud Arifin-Cak Lontong), ada
Mateng (MA-Masteng),
Manja (Machfud Arifin-Juliana Jeje),
Mati (MA-Reni Astuti),
Maut (MA-Puti),
Macul (MA-Cak Azrul),
Mandi (Machfud Arifin-Eri Cahyadi),
Mabok (MA-Baktiono),
Masak (MA-Wisnu Sakti),
Marmud (MA-Armudji)
Mangga (Machfud Arifin-Angga),
Manis (MA-Dahlan Iskan).
Saya sendiri pada 2015 menjadi korban politik yang paling lucu dalam sejarah pilwali Surabaya. Saat mendaftar ke KPU saya kehilangan pasangan yang pamit ke toilet dan menghilang tidak kembali lagi.
Karena itu tahun ini saya kapok untuk maju lagi. Saya juga menolak dipasangkan menjadi wakil Eri Cahyadi, karena singkatannya menjadi “Errror”. (*)