PWMU.CO– Tan Mei Hwa. Nama ini sudah kondang di kalangan umat Islam. Mubalighat Tionghoa ini digemari jamaah pengajian. Apalagi ibu-ibu. Topik pengajiannya ringan, gayanya santai diselingi lelucon.
Di masa wabah corona ada kegiatan baru yang dilakukan Bu Nyai, panggilan akrabnya di jamaah pengajian. Dia membuka warung mobil (Warmob) di emperan toko Manukan Lor, Tandes, Surabaya. Di seberang masjid Dorowati.
Setiap pagi pukul 05.30, ditemani suaminya, Rudi Haryono, datang dengan mobil sedan merah dari rumahnya di Griya Citra Asri Beringin, Benowo. Lalu parkir di depan toko yang masih tutup.
Pintu belakang mobil dibuka. Tampak termos nasi, panci dan baskom berisi menu jualannya. Rica-rica pedas menthok. Pilihan lainnya menthok goreng atau ayam woku. Tak berapa lama pelanggannya berdatangan silih berganti.
Dengan tawa renyah dia layani pelanggannya yang pesan nasi bungkus atau makan di tempat. ”Saya buka usaha kuliner ini sejak wabah corona. Mulai bulan Maret lalu. Sebab saya menganggur. Tidak ada pengajian. Usaha biro travel umrah suami juga terhenti,” cerita Bu Nyai ketika ditemui di warmobnya, Ahad (23/8/2020).
Kapok Lombok
Dia menuturkan, berasal dari keluarga Sulawesi yang pandai memasak. ”Saya manfaatkan keahlian memasak dengan membuka kuliner khas ini. Menthok rica-rica pedas,” ujar ustadzah kelahiran Tulungagung 52 tahun lalu.
”Awal buka, pedasnya luar biasa tapi disukai orang. Lalu mereka minta pedasnya dikurangi,” tambah Bu Nyai yang sejak kecil hingga sekarang dihabiskan di Surabaya.
Meskipun sudah dikurangi levelnya, tapi masakan ini masih terasa pedas. Walaupun begitu pelanggannya yang kepedasan ini tak pernah kapok mengulangi nikmatnya daging menthok yang empuk.
Ayam wokunya juga sedap. Sepintas mirip kare dengan kuah kuning. Tapi cita rasa rempahnya berbeda. Apalagi ditambah sambal manado. Makin leko makannya.
Dia memilih menthok karena kolesterol dan asam uratnya lebih rendah dibanding bebek. ”Alhamdulillah selama buka di sini makanan selalu habis. Saya juga melayani banyak langganan. Pukul 08.30 saya sudah tutup karena toko mulai buka pukul 09.00,” katanya.
Salah satu pelanggan setianya adalah Ketua PCM Tandes Mashudi yang suka menthok pedas. ”Masakan Bu Nyai sangat enak di lidah walaupun pedas. Saya sering pesan lauknya saja satu boks langsung habis dimakan orang di rumah,” paparnya.
Mashudi sudah lama berteman dengan Bu Nyai. ”Dia ini pintar masak. Saya sering makan di rumahnya karena oseng-osengnya sangat enak, cocok rasanya,” ujarnya.
Karena itu waktu Bu Nyai membuka warmob, Mashudi sering mengundang teman-teman Muhammadiyah makan di sini.
Masuk Islam sejak SMA
Tan Mei Hwa masuk Islam saat kelas 1 di SMA Negeri 11 Tandes. Waktu itu dia mempelajari Islam setelah paham langsung bersyahadat. Namun orangtuanya tak suka dia menjadi muslim.
Karena itu Bu Nyai keluar dari rumah dan kos di rumah Pak Ikhsan di Manukan. Bapak kosnya ini yang mengajari dia tentang Islam. Sampai dia pun menjadi anak angkatnya.
Dia akhirnya bersyukur pada akhirnya orangtuanya sekarang sudah menganut Islam setelah diberi pemahaman pelan-pelan hingga bisa menerimanya.
Dia mengatakan, kalau sudah mengaku Islam harus menjalankan dengan kaffah. Dia merasakan dengan keyakinan akidah yang kuat, dia mampu keluar dari kesulitan yang dihadapi.
Kemudian dia mengadakan majelis pengajian Az Zahra di rumahnya. Majelis ini juga memberi training, konsultasi, dan kegiatan dzikir. Pesertanya cukup banyak. Kalangan ibu-ibu. Dari majelis inilah dia mendapatkan pengalaman berceramah.
Calon Ketua Aisyiyah
Dari ceramah internal ini kemudian diundang pengajian di kampung-kampung. Namanya makin populer ketika JTV menayangkan rekaman ceramahnya. Sejak itu undangan ceramah berdatangan dari kota-kota di seluruh Indonesia.
”Bulan Agustus ini mulai ada undangan ceramah meskipun jamaah dibatasi,” kata dia. Kebanyakan ceramah di malam hari. Kalau pengajiannya pas pagi, warung ini dijaga suami dan anaknya.
Jargon ceramah yang suka dia sampaikan adalah pepatah utlubul ilma walau bi shin. ”Carilah ilmu hingga ke negeri Cina. Tapi sekarang laopo adoh-adoh nang Cino, lek Cinone wis nang kene,” selorohnya yang mengundang tawa hadirin.
Mashudi mengajak Bu Nyai membantu jamaah Aisyiyah untuk PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Benowo yang baru dibentuk pekan lalu. ”Aisyiyahnya akan dibentuk, saya usulkan Bu Nyai jadi ketuanya, bagaimana?” tanya Mashudi.
”Siaaap. Insyaallah kalau urusan dakwah selalu siap. Apalagi yang minta Pak Mashudi,” jawab Bu Nyai diiringi tawanya.
Ketua PCM Benowo Murad yang juga hadir di situ langsung mengatakan,”Saya catat dan secepatnya PCA segera didirikan.” (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto