Anggota DPR: Film Alat Perang Kebudayaan. Pernyataan Zainuddin Maliki disampaikan dalam webinar yang digelar Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia.
PWMU.CO – Anggota Komisi X DPR RI Prof Dr Zainuddin Maliki MSi mengajak pemerintah, para sineas, pelaku industri film, dan semua pihak untuk bisa mendorong lahirnya film-film berkualitas.
“Film yang tidak sekadar industri. Tetapi juga film yang bisa kita jadikan sebagai media pendidikan dan pemajuan kebudayaan,” ujarnya dalam webinar Sensor Film dan Literasi Media Pemuda untuk Indonesia Maju yang digelar Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, Selasa (25/8/2020).
Berbicara sebagai keynote speaker, Anggota Fraksi PAN itu mengajak peserta untuk membangun mindset film sebagai media pembangunan masyarakat, sumber daya manusia. Juga untuk peneguhan identitas kebangsaan dan peneguhan kebudayaan nasional.
“Menurut hemat saya semua anak bangsa, khususnya insan perfilman, diharapkan memiliki paradigma besar kebangsaan tersebut. Kita perkuat komitmen untuk menyemai identitas kebangsaan dan nilai-nilai luhur budaya bangsa melalui industri film,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya periode 2003-2007 dan 2007-2011.
Film Alat Perang
Negara lain, sambungnya, telah menjadikan film sebagai alat perang. Bukan perang fisik, melainkan perang kebudayaan. Melalui film, mereka berusaha mempengaruhi, memasarkan, dan bahkan melakukan penetrasikan budaya pada negara lain.
“Kita tentu saja mengenal Hollywood, kemudian Bollywood yang telah menjadi raksasa perfilman yang menguasai dunia. Belakangan, Korean Pop yang juga terasa digandrungi oleh banyak remaja kita,” ujar Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur periode 2008-2011 dan 2011-2014.
Dulu, dia melanjutkan, gaya busana kita dipengaruhi oleh Hollywood dan Bollywood. Tetapi kini film atau drama Korea (drakor) dan Korean Pop (K-pop) sangat berpengaruh signifikan dalam perilaku remaja kita. “Dengan demikian tampak jelas bahwa film sangat terasa dalam pembentukan perilaku sosial masyarakat kita,” terang dia.
Menurut wakil rakyat dari Dapil Gresik Lamongan itu, Malaysia sebagai negara tetangga terdekat juga telah secara serius menggarap film kartun anak.
“Keseriusan ini ditunjukkan dengan mereka menggandeng salah satu perusahaan pembuat film kartun dari Perancis. Akhirnya, film kartun Ipin dan Upin telah menjadi tayangan laris media kita,” ungkapnya.
Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Zainuddin Maliki menegaskan, fenomena ini bisa dimaknai bahwa Malaysia memiliki kepentingan sekaligus kemampuan melakukan penetrasi budaya melalui industri film kartun. “Film Si Unyil yang telah menjadi legenda negara kita, saat ini telah kalah populer dengan Upin dan Ipin,” tambahnya.
Nah, ujar dia, sebagai Anggota Komisi X DPR RI tentu kami berusaha mendesak agar pemerintah lebih serius menangani industri perfilman di Indonesia. Agar film nasional bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sekaligus sebagai alat memajukan pendidikan dan kebudayaan nasional.
Dia juga menkankan seperti juga di banyak negara, Indonesia juga harus bisa menjadikan industri film sebagai penyumbang devisa yang cukup besar untuk negara dengan melahirkan film-film yang berkualitas.
“Semua elemen bangsa diharap bisa saling mendukung produk-produk film dalam negeri. Dengan dukungan semua pihak saya optimis industri perfilman Indonesia akan semakin produktif dan berkualitas. Apalagi sineas kita semakin banyak yang punya reputasi internasional,” tuturnya.
Seperti tema webinar, tampil sebagai pembicara adalah para pemuda. Ada Deputi Pengembangan Pemuda Kemnpora Asrorun Niam Sholeh. Juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, dan aktris Lola Amaria.
“Mudah-mudahan melalui webinar ini dapat dimunculkan gagasan-gagasan kreatif untuk menjadikan film menjadi tuan di rumah sendiri. Dengan menumbuhkan kecintaan masyarakat termasuk dari kalangan mudanya terhadap film nasional,” pesan Zainuddin Maliki. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.